Renungan 27 April 2012

Hari Jumat Paskah III

Kis 9:1-20
Mzm 117:1-2
Yoh 6:52-59

Berapa harga sebuah kasih?


Berita menggemparkan! Sebuah kapal penumpang tenggelam di lautan pasifik. Seorang ibu dan anaknya terdampar di pantai tak berpenghuni. Tidak ada makanan dan minuman di daerah asing itu. Untuk menyelamatkan diri dan anaknya, ibu itu memotong daging tubuhnya sedikit demi sedikit, memakannya dan menjadi makanan anaknya juga. Setelah seminggu, para nelayan menemukan ibu itu tak berdaya bersama anaknya di pinggir pantai. Mereka menolongnya dan ketika sembuh ia berkata kepada anaknya, “Anakku, engkau tidak hanya tinggal di dalam rahimku, engkau juga masih bertahan hidup karena darah dan dagingku. Tibi dabo!”

Mengasihi berarti memberikan segalanya (tibi dabo) demi kebahagiaan orang yang dikasihi. Ibu dalam kisah ini memberi segalanya untuk menyelamatkan anaknya. Tepat sekali apa yang dikatakan Yesus, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Memang, Yesus telah menebus kita dari cara hidup kita yang sia-sia “bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas melainkan dengan darah yang mahal yaitu darah Kristus”(1Pt 1:18-19). Yesus dalam pengajaran tentang Roti Hidup sekali lagi berkata, “DagingKu adalah benar-benar makanan dan DarahKu benar-benar minuman. Barangsiapa makan dagingKu dan minum DarahKu ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia” (Yoh 6:55-56). Jadi, mengasihi secara sempurna adalah ketika kita memberi diri secara total untuk orang yang dikasihi.

Paulus menangkap ide kasih yang sempurna dari Tuhan. Sebelumnya ia hanya seorang Saulus yang kejam terhadap para pengikut Kristus, tetapi setelah “ditangkap” oleh Tuhan, ia menghayati kasih yang sempurna kepada Yesus sampai tuntas.Tuhan berfirman kepada Ananias untuk memberkati Saulus yang berubah menjadi Paulus, “Orang ini adalah pilihan bagiKu untuk memberitakan namaKu kepada bangsa-bangsa lain, kepada raja-raja dan orang Israel dan ia akan banyak menderita karena namaKu”. Firman Tuhan ini sungguh digenapi Paulus. Ia banyak menderita dalam mewartakan Injil.

Sabda Tuhan membuka wawasan kita tentang betapa berharganya sebuah kasih. Orang yang saling mengasihi harus rela berkorban dari saat ke saat untuk kebahagiaan orang yang dikasihi. Pandanglah Tuhan Yesus di Salib dan pahamilah kasih sejati dan sempurna. Pandanglah wajah orang tua, anak dan cucu dan lihatlah kasih yang mengalir dari sana. Kasih itu segalanya karena Allah sendiri adalah kasih!


Sabda Tuhan juga membantu kita untuk memahami Ekaristi sebagai Sakramen cinta kasih. Tuhan Yesus memberikan Tubuh dan DarahNya yang selalu kita kenang dn rasakan saat berekaristi bersama sebagai santapan rohani. Hendaknya kita mengambil kekuatan kasih Tuhan dalam Ekaristi dan kita berbagi dengan sesama. Tentu dunia kita menjadi baru dan indah karena kasih sayang.


Di samping kasih, permenungan lain yang juga sangat indah adalah metanoia. Perubahan radikal dari hidup lama ke hidup baru. Saulus berubah menjadi Paulus. Saulus yang bengis  katena mengejar dan menganiaya para pengikut Kristus menjadi Paulus yang berbicara tentang kasih bahwa kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu, ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong (1Kor 13:4). Pengalaman pertobatan Paulus ini hendaknya menjadi pengalaman setiap murid Kristus, setiap orang yang dibaptis. Tentu orang perlu merasakan panggilan istimewa hari demi hari dari Tuhan untuk bertobat.


Mari kita bertumbuh dalam kasih sayang!


PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply