Renungan 14 Juni 2012

Hari Kamis Pekan Biasa X
1Raj 18:41-46
Mzm 65: 1-abcd.10e-11.12-13
Mat 5:20-26

Berdamailah dengan saudaramu!

Di sebuah paroki hiduplah seorang katekis bersama keluarganya. Setiap hari ia selalu berkunjung ke stasi-stasi bersama pastor parokinya. Semua pengajarannya dianggap memiliki kebenaran mutlak bagi semua orang yang mendengarnya. Kewibawaan sebagai seorang awam yang handal juga ditunjukkan dalam pengabdiannya. Itu sebabnya banyak orang akrab dan bersahabat dengan dia. Sayang sekali, dibalik kehebatannya ini, istri sang katekis ini pencemburu. Beberapa kali mereka bertengkar karena rasa cemburu yang berlebihan dari sang isteri. Lama kelamaan semua orang juga tahu bahwa katekis itu berhasil dalam pengajaran agama tetapi gagal dalam berkeluarga karena tidak ada damai dan keharmonisan dalam keluarga.

Ini hanya sebuah kisah dari pedalaman. Tetapi menunjukkan betapa rapuhnya kehidupan kita di hadapan Tuhan. Selalu ada perilaku yang tidak sinkron dengan hidup nyata sebagai orang beriman. Yesus sudah tahu bahwa para muridNya akan berjuang untuk mewujudkan kebahagiaan, dan damai di dalam hidup mereka. Hari ini wujud nyata Sabda Bahagia diungkapkan dalam usaha mewujudkan kasih dan damai satu sama lain. Yesus berkata, “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk dalam Kerajaan Surga”. Setiap orang yang mengakui dirinya orang beragama maka ajaran-ajaran agama mestinya diwujudkan dalam pertumbuhan iman setiap pemeluknya. Misalnya ajaran universal dalam setiap agama adalah cinta kasih. Setiap orang perlu mewujudkan hidupnya dalam kasih.

Hampir semua agama mengajar umatnya, “Jangan membunuh”. Umat beragama tidak boleh memahami “perintah jangan membunuh” secara sempit, misalnya membunuh dalam arti  secara fisik yaitu menghilangkan nyawa seseorang. Membunuh dapat juga secara verbal dengan kata-kata kasar, marah dan mengatakan sesama “kafir”. Kekerasan verbal dapat membunuh masa depan seseorang. Contoh lain, kalau orang tua selalu membentak anaknya dengan mengatakan, “Kamu paling bego di dunia ini” maka anak itu seakan dibunuh oleh orang tuanya karena ia akan terbayang-bayang dalam pikirannya kalimat, “Kamu paling bego di dunia ini”.

Di samping hukum kasih, Yesus juga menegaskan tentang damai. Dalam Sabda bahagia Ia berkata, “Berbahagialah mereka yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Mat 5:9). Yesus menegaskan lagi pengajaran damai dalam konteks relasi antar pribadi. Kalau mau mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan, persembahkanlah secara utuh bukan hanya dengan diri sendiri tetapi juga dengan sesama. Mengapa? Karena kasih kepada Tuhan itu sebanding dengan kasih kepada sesama. Demikian juga damai sejahtera bukan hanya damai dengan Tuhan tetapi damai yang sama juga berlaku untuk damai dengan sesama manusia.

Kasih dan damai juga dirasakan oleh Elia. Setelah Nabi Elia berdoa bagi pertobatan para nabi baal dan banyak orang supaya percaya kepada Yahwe, kini kuasa Tuhan dicurahkan melalui nabi Elia untuk dapat dialami juga oleh Ahab. Dengan sembah baktinya kepada Yahwe maka munculah awan kecil sebesar telapak tangan dan nantinya berubah menjadi hujan yang lebat. Kuasa Tuhan melampaui segalanya. Bagi Tuhan tidak ada yang mustahil.

Sabda Tuhan pada hari ini memiliki kekuatan yang besar untuk meyadarkan kita dalam usaha membangun kasih universal dan damai sejahtera kepada semua orang. Cinta kasih menjadi sempurna dalam menghargai nilai-nilai kehidupan sesama. Perintah untuk jangan membunuh membuat kita menyadari perilaku kita yang membunuh sesama dengan lidah. Berapa banyak gossip, kata-kata kasar, kata-kata kosong sebagai bentuk dusta atau kebohongan yang dilakukan untuk membunuh sesama? Berapa banyak orang yang luka bathin karena sikap kita yang tidak manusiawi?

Kita seharusnya membangun rasa damai bukan dengan menggunakan kata-kata kasar yang dapat membunuh orang lain. Semua orang mau dan haus untuk merasakan kedamaian dalam hati dan dalam lingkungan hidupnya. Maka tugas kita adalah menata dunia ini secara baru dengan pertobatan yang terus menerus. Mengikuti Yesus sebagaimana dikatakan dalam perikop injil hari ini, mengharapkan agar kita mematikan rasa amarah dan menggantinya dengan damai dan rekonsiliasi. Kita boleh berefleksi dengan  bertanya, apa artinya hidup sebagai pengikut Kristus kalau kita saling membunuh, kalau kita tidak mampu menata dunia kita ini menjadi dunia yang aman dan damai?

Doa: Tuhan, jadikanlah aku pembawa damai. Amen.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply