Renungan 28 Juni 2012

St. Ireneus, Uskup dan Martir

2Raj 24:8-17
Mzm 37:3-4.5-6.30-31
Mat 7:21-29

Memahami dan Melaksanakan Kehendak Allah

Hari ini seluruh Gereja katolik merayakan pesta St. Ireneus, Uskup dan Martir. Ia lahir di Asia kecil pada tahun 140. Ia memulai pendidikannya di Smyrna. Ia belajar agama pada St. Polikarpus, seorang murid St. Yohanes Rasul. Ia kemudian berkarya di Lyon sebagai seorang imam. Setelah uskup Potinus di Lyon meninggal maka Ireneus diangkat menjadi uskup. Sebagai uskup, ia menggembalakan umatnya dengan kasih sayang. Ia menggunakan bahasa setempat untuk berkotbah. Ia membela ajaran iman yang benar. Ia memperjuangkan kesatuan Gereja dan menegakkan wibawa Paus. Dari namanya Ireneus berarti sang Pencinta damai. Ia mengusahakan perdamaian dalam tugasnya sebagai gembala di Lyon.  Ia meninggal tahun 202 sebagai martir.

St. Ireneus menginsipirasikan kita untuk memahami Injil kita pada hari ini. Perikop kita pada hari ini merupakan bagian penutup dari Kotbah di Bukit (dari Bab 5-7). Yesus memulai kotbahnya dengan berkata, “Bukan setiap orang yang berseru-seru kepadaKu, “Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di Surga.” Dengan melakukan kehendak Allah maka Yesus akan mengenal kita, sebaliknya apabila tidak melakukan kehendak Allah maka Yesus juga tidak akan mengenal kita.

Nah, menjadi pertanyaan kita adalah apa itu kehendak Allah? 

Ada beberapa pengertian Alkitabiah tentang kehendak Allah. Pertama, Kehendak Allah adalah Taurat Allah sendiri. Daud dalam Mazmur 40:9 menyamakan “TauratMu dengan KehendakMu”. Paulus juga menyamakan Perintah (Taurat) Allah dengan Kehendak Allah (Rom 2:17-18). Kedua, Kehendak Allah segala sesuatu yang diingini Allah dengan sempurna. Misalnya Allah menghendaki keselamatan semua orang (1Tim 2:4; 2Pt 3:9). Semua orang yang percaya yang sudah selamat tidak akan terpisah dari kasih karunia (Yoh 6:39). Ketiga, Kehendak Allah adalah segala sesuatu yang diijinkan terjadi oleh Allah sendiri. Misalnya banyak kesulitan dan kejahatan  yang menimpah kehidupan seseorang diijinkan oleh Allah (1Pt 3:17; 4:19) meskipun hal ini bukanlah merupakan keinginan atau kehendakNya yang utama bagi orang tersebut (1Yoh 5:19).

Orang yang memahami kehendak Allah dan melakukannya di dalam hidupnya disamakan dengan orang bijaksana. Mereka ini membangun rumah di atas wadas yang kokoh sedangkan orang bodoh membangun rumah di atas pasir. Orang bijaksana juga akan menunjukkan kesetiaannya kepada Tuhan dan dilimpahi berkat sedangkan orang yang bodoh akan menjauh dari Tuhan. 


Dalam bacaan pertama dikisahkan bahwa Raja Yoyakin yang baru berusia 18 tahun memerintah Kerajaan Yehuda. Ia melakukan yang jahat di hadirat Tuhan seperti yang dilakukan ayahnya. Ini menunjukkan bahwa Ia tidak setia lagi kepada Tuhan. Akibatnya adalah Yerusalem diserang oleh Nebukadnezar Raja Babel dan pasukannya. Yerusalem dilumpuhkan dan raja beserta keluarga dan  pendudukan Yerusalem diangkut untuk menjadi budak di Babel. Jumlah mereka sekitar 10.000 orang. Semua harta kerajaan Yehuda, emas dan perhiasan Bait Suci dijarah oleh pasukan Nebukadnezar. Raja Babel mengangkat paman Yoyakim bernama Matanya menjadi Raja Yehuda dengan nama baru Zedekia. Yah, menolak Allah berarti memihak dosa dan yang ada adalah kebinasaan. Kisah di bacaan pertama ini menjadi contoh  bagaimana orang menolak Tuhan itu seperti membangun rumah di atas pasir.

Pertanyaan lain yang kiranya menjadi permenungan kita adalah apa maksud Yesus dalam perumpamaan tentang membangun rumah di atas batu wadas dan pasir? Yesus menganggap orang itu bijaksana kalau ia “mendengar perkataan Yesus dan melakukannya”. Tentu saja kita perlu sadar bahwa kita dipanggil untuk menilai kembali komitmen iman akan Yesus Kristus. Komitmen ini tidak hanya sebatas mengucapkan atau menulisnya dalam wujud kata-kata yang indah tetapi hendaknya nampak dalam perbuatan baik dan perbuatan kasih. Artinya bahwa kita dipanggil untuk mendengar SabdaNya (perkataan-perkataan) dan melakukannya di dalam hidup kita. Dalam bacaan injil hari ini dikisahkan juga bahwa dengan kuasa cinta kasihNya Yesus mengungkapkan kuasaNya melalui kata-kata yang menggugah para pendengarNya: “Banyak orang takjub mendengar pengajaranNya sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, bukan seperti ahli-ahli Taurat mereka”


Sabda Tuhan hari ini mengingatkan kita untuk melakukan kehendak Allah. Ia memiliki kehendak yang indah bagi setiap pribadi. Semakin banyak kita mendengar SabdaNya semakin kita juga terbuka untuk memahami kehendakNya dan melakukannya di dalam hidup kita. Kita belajar dari Yesus yang datang bukan untuk melakukan kehendakNya sendiri melainkan untuk melakukan kehendak Bapa secara sempurna. Kita juga belajar dari Bunda Maria yang begitu terbuka pada kehendak Allah: “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanMu”(Luk 1:38).

Doa: Tuhan, jadilah kehendakMu di dalam diriku.

PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply