Homili Hari Minggu Biasa XIX/B -2012

Hari Minggu Biasa XIX/B
1Raj 19:4-8
Mzm 34:2-9
Ef 4:30-5:2
Yoh 6:41-51

Roti hidup dari Surga

Fr. JohnDalam sebuah kunjungan pastoral ke sebuah stasi, saya menyempatkan diri untuk membawa komuni kudus kepada seorang bapa yang sudah lanjut usia dan sakit-sakitan. Setelah selesai berdoa saya berbincang-bincang dan memperhatikan isi rumahnya. Satu hal yang muncul dalam pikiran saya adalah keluarga ini miskin. Saya mengambil biskuit yang sebenarnya menjadi snacknya saya dan memberikan kepadanya. Setelah mengucapkan terima kasih ia membaginya kepada isterinya dan berkata, “Biskuit ini pasti manis karena diberi oleh romo” Saya tersenyum, meskipun lapar tetapi saya puas karena orang tua ini sakit dan membutuhkan makanan tetapi masih mau berbagi. Ia masih mau memberi hidup kepada istrinya.

Kita membutuhkan makanan untuk dapat bertahan dalam hidup. Dalam bacaan pertama kita mendengar kisah tentang Elia. Ia melakukan perjalanan yang jauh seharian. Di bawah pohon ara, ia mengatakan keinginannya untuk mati karena dia merasa tidak sempurna dibandingkan dengan nenek moyangnya. Dia tertidur di bawah pohon dan dibangunkan oleh malaikat untuk makan roti bakar dan meminum air dalam sebuah kendi. Dengan perintah dari malaikat Tuhan maka Elia makan dan minum lagi sehingga dapat melakukan perjalanan selama empat puluh hari dan empat puluh malam ke gunung Tuhan di Horeb. Tuhan senantiasa baik terhadap orang yang berharap padaNya. Perjalanan misioner Elia bermakna karena pertolongan Tuhan. Makanan dan minuman menguatkannya untuk melakukan kehendak Tuhan. Pengalaman Elia ini menandakan kesetiaan Tuhan bagi manusia. Kita semua adalah para peziarah di dunia yang tentu saja memiliki banyak pengalaman suka dan duka. Hal terpenting adalah keterbukaan hati kita kepada Tuhan, membiarkan Dia berkarya di dalam diri kita sehingga mampu melanjutkan peziarahan hidup yang panjang. Dia memberikan makanan yang sifatnya kekal. Elia telah mengalaminya!

Paulus berusaha memahami kesetiaan Tuhan dalam kasih. Dengan tegas, kepada jemaat di Efesus, ia mengharapkan supaya mereka tidak menduakan Roh Kudus Allah yang memeteraikan manusia menjelang hari keselamatan. Paulus mengharapkan agar di hadirat Tuhan, jemaat Efesus menghilangkan kejahatan, kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah. Semua kebiasan buruk ini diganti dengan hal-hal lain yang lebih rohani yakni ramah, kasih mesra dan saling mengampuni. Hal-hal ini merupakan anugerah Allah. Apabila setiap pribadi merasa diampuni oleh Tuhan maka mereka juga harus melakukan hal yang sama di dalam hidupnya. Pada akhirnya Paulus mengajak jemaat Efesus untuk menjadi penurut dan sebagai anak kesayangan Allah yang hidup dalam kasih seperti Yesus Kristus. Fokus pewartaan Paulus adalah supaya jemaat Efesus hidup dalam kasih Yesus Kristus. Tentu saja ini juga menjadi harapan Gereja masa kini.

Pengalaman menjadi anak kesayangan Allah dipahami penginjil Yohanes sebagai pengalaman “ditarik” oleh Bapa yang telah mengutus Yesus sang Putera. Mereka yang ditarik juga “diajar oleh Allah” sehingga mereka dapat datang kepada Yesus. Yesus akan memberikan anugerah hidup kekal kepada mereka yang ditarik dan diajar oleh Bapa. Yesus sekali lagi dengan terang-terangan mengatakan bahwa diriNya adalah Roti hidup yang turun dari surga. Barangsiapa makan Roti Surga ini akan hidup selama-lamanya. Yesus berkata, “Roti yang akan Kuberikan adalah dagingKu yang Kuberikan untuk hidup dunia”.

Fokus Sabda Tuhan hari ini adalah Yesus sebagai Roti Hidup. Secara sederhana Roti Hidup berarti makanan yang dapat memberi hidup. Namun secara lebih mendalam, Roti Hidup berarti Yesus memberi diriNya secara total bagi manusia. Roti adalah Tubuh Yesus sendiri. Dia memberi hidup kepada semua orang yang percaya dan kepada dunia. Yesus sebagai Roti Hidup dirasakan setiap kali kita berekaristi bersama. Dia hadir dan berkata, “Inilah Tubuhku yang diserahkan bagimu. Inilah darahKu yang diserahkan bagimu”. Dalam perayaan Ekaristis, kita mendengar para pelayan komuni berkata: “Tubuh Kristus” dan tidak pernah kita mendengar mereka berkata, “Hosti” atau “Roti”. Kita juga menjawab “Amen” artinya kita sungguh percaya bahwa yang kita terima dan santap adalah Tubuh Kristus sendiri. Luar biasa kasih Tuhan tiada habis-habisnya dicurahkan bagi kita. Apakah kita juga dapat memberi hidup kepada sesama? Apakah kita juga dapat mengorbankan diri demi kebaikan sesama? Kita juga dipanggil untuk menjadi Roti Hidup bagi sesama yang lain.

Doa: Tuhan terima kasih atas diriMu sebagai santapan Ekaristiku. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply