Renungan 3 September 2012

St. Gregorius Agung (540-606)

1Kor 2:1-5
Mzm  119:97.98.99.100.101.102
Luk 4:16-30
Jadilah Utusan Tuhan yang Terbaik!
Hari ini kita merayakan Pesta St. Gregorius Agung. Pertama-tama kita ucapkan selamat pesta nama untuk mereka yang memiliki nama baptis Gregorius. Gregorius lahir sekitar tahun 540 dari keluarga Patrisi. Ia pernah mengalami pergumulan hidup seperti ini: pribadinya tertarik pada hidup kontemplasi, tetapi gereja memerlukan pembaharuan dan penataan kembali. Pada saat itu ia menjadi walikota Roma (572/573) dan keunikannya adalah ia tahu mengatur masyarakat. Setelah ayahnya meninggal dunia maka ia mendirikan biara Andreas di Roma dan pernah menjadi Rahib. Ia menyukai keheningan untuk dapat berkontemplasi. Paus mengutusnya ke Konstantinopel (579-585). Pada tahun 590 ia terpilih menjadi Paus. Sebagai Paus ia menata hidup rohani gereja. Liturgi disehatkan kembali, lagu-lagu  Gregorian dihidupkan kembali. Dia meninggal dunia pada tanggal 12 Maret 604.
Sambil merenungkan kehidupan St. Gregorius Agung, kita boleh menyadari bahwa Dia adalah utusan Allah untuk membaharui gereja dalam kehidupan doa dan kehidupan devosional. Hingga saat ini banyak orang terbantu secara rohani dengan membaca tulisan-tulisannya. Bacaan-bacaan liturgi kita hari ini juga menghadirkan dua figur penting sebagai utusan yakni Yesus dari Injil dan Paulus. 
Dari bacaan Injil, Penginjil Lukas mengisahkan Yesus yang tampil di dalam rumah ibadat di Nazareth, tempat Ia dibesarkan. Ia membaca gulungan Kitab Nabi Yesaya khususnya Yes 61:1-2 dan 58:6 yang berbunyi: “Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab itu Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan khabar baik kepada orang-orang miskin, dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan kepada orang-orang  buta, untuk membebaskan orang-orang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” Kutipan perikop Yesaya oleh Yesus ini merupakan gambaran Visi dan Misi Yesus sebagai utusan Bapa. Semua mata tertujuh pada Yesus yang mereka kenal setiap hari karena ia menayatakan diri sebagai figur kharismatis (dipenuhi oleh Roh Kudus) dan memiliki tugas penting: Mewartakan Injil atau khabar baik kepada kaum miskin dan membawa kemerdekaan kepada umat manusia. Ini juga menjadi warta keselamatan dalam sehingga diberitakan sebagai tahun rahmat Tuhan telah datang. 
Orang miskin menjadi opsi pelayanan Yesus karena Dia sendiri mesikpun Allah, tetapi rela menjadi manusia yang miskin, dan rendah hati sampai wafat di salib supaya manusia dapat memiliki martabat baru sebagai anak-anak Allah (Flp 2:8). Pengalaman Yesus dalam peristiwa Bethlehem sampai Kalvari merupakan gambaran Allah yang rela menjadi manusia yang miskin. Itu sebabnya, Ia berkata dalam Sabda bahagia, “Berbahagialah mereka yang miskin di hadirat Allah karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga.” (Mat 5:3). Selama hidupnya di atas dunia, orang-orang miskin dan sederhana, atau kaum Lazarus merupakan pilihan pelayanan Yesus. Tentu saja kemiskinan bukan hanya soal harta tetapi juga secara rohani. Opsi pelayanan Yesus ini yang juga menjadi opsi Gereja untuk berpihak pada kaum miskin dan terlantar. Apakah gereja sungguh-sungguh menjalankann tugas kenabian ini untuk melayani kaum papa dan miskin?
Yesus juga menjadi Mesias yang membebaskan para tawanan, orang buta dan orang-orang di dalam penjara. Dia memilih untuk menyelamatkan, membebaskan mereka dari semua hal yang membelenggu. Tujuan Yesus adalah memerdekakan umat manusia dalam kebenaran (Yoh 8:32). Pilihan pelayanan Yesus ini juga nantinya menjadi ukuran untuk mengadili kita pada akhir zaman. Dalam hal ini, “Apa saja yang kamu perbuat untuk saudaraKu yang paling hina ini, kalian lakukan untuk Aku.” (Mat 25:40).
Yesus menyadari diriNya sebagai pribadi yang dikuduskan oleh Roh bagi kaum papa, tawanan, orang buta dan yang tertindas. Ini adalah komunitas mesianis yang mau menerima keselamatan universal dalam diri Yesus. Tentu saja kehadiran Yesus dan pengucapan visi dan misi sebagai utusan tidaklah muda diterima. Yesus mengalami penolakan dari orang-orang sekampung halaman. Dia berkata, “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di kampung halamannya sendiri.” (Luk 4:24). Meskipun mengalami penolakan bangsaNya sendiri namun Ia tetap berpegang pada visi dan misiNya bagi kriteria orang yang disebutkan di atas sehingga orang-orang asing pun diselamatkan.
Utusan yang kedua dari Bacaan Liturgi kita adalah Paulus. Belajar dari pengalamannya di Athena (Kis 17:22-24), Ia mengatakan kepada umat di Korintus bahwa kehadirannya adalah untuk mewartakan Kristus tersalib. Dia tidak bermaksud mewartakan kebijaksanaan yang berdasar hanya pada pengetahuan manusiawi semata tetapi pada Kristus sendiri yang disalibkan. Untuk itu dia berharap agar iman orang-orang di Korintus betul-betul memiliki dasar yang kuat pada Kristus sendiri. Prinsip Paulus ini jelas yakni kita perlu menetukan pilihan dan prioritas di dalam karya pelayanan. Ada beberapa hal yang dapat membantu pertumbuhan iman kita: kesaksian akan kehadiran Allah, percaya pada Yesus tersalib, penyataan Roh Allah dan kuasa Allah. Ini semua adalah elemen-elemen terpenting untuk mewujudkann iman yang radikal.
Sabda Tuhan membangkitkan semangat iman kita untuk mengenal Kristus lebih mendalam. Dia adalah Utusan Tuhan Bapa di Surga yang menyelamatkan kita. Dialah yang memerdekakan kita dari dosa dan salah sehingga dapat menjadi manusia yang merdeka sejati  yang tidak ada bandingnya dengan kemerdekaan yang ditawarkan manusia. Kadang-kadang kita menolak Yesus untuk hadir di dalam diri kita. Kita juga mengalami penolakan tertentu dari sesama di dalam rumah atau di tempat kita berkarya. Apakah kita harus berputus asa? Apakah anda harus berlari dari kenyataan hidup ini? Tidak! Mari kita syukuri panggilan dan perutusan serta mengimaniNya.
Doa: Tuhan, terima kasih karena Engkau rela menebus kami. Amen
PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply