Renungan 4 Oktober 2012

St. Fransiskus dari Asisi

Ayb 19:21-27

Mzm 27:7-9abc.13-14

Luk 10:1-12

Misi Tujuh Dua
Fr. JohnHari ini seluruh Gereja Katolik merayakan peringatan St. Fransiskus dari Asisi. Nama orang kudus ini tidak asing lagi bagi kita semua. Pada mulanya ia hidup dalam kelimpahan dan kemewahan. Namun pada usia 25 tahun ia mendengar panggilan Tuhan untuk meninggalkan segala kemewahan dan menghayati hidup miskin menyerupai Yesus. Dia tidak hanya mencintai kemiskinan sebagai sebuah semangat atau gerakan tetapi cinta kasihnya menjadi nyata kepada kaum miskin dan penderita. Ia sendiri menghayati kemiskinan dan penderitaan Kristus tersalib. Hal ini terbukti dengan adanya stigmata atau luka-luka Yesus dialaminya ketika berada dalam kesunyian Gunung Alverna. Segala sesuatu disapanya saudara termasuk maut yang disapanya saudara, menjemputnya pada tahun 1226. Santo Fransiskus benar-benar utusan Tuhan yang meninggalkan rumah, melepaskan harta warisannya dan menjadi hina dina supaya dapat dipermuliakan Tuhan.
Santo Fransiskus dari Asisi juga pernah melakukan misi perdamaian ke Timur Tengah pada saat masih ada perang salib. Ia bertemu dengan sultan dan berkotbah di depannya. Misi utamanya adalah supaya ada damai dan keharmonisan di atas dunia. Perjalanan “misioner” Fransiskus dari Asisi menjadi inspirasi bagi kita semua dapat memahami Injil pada hari ini tentang Yesus mengutus tujuh puluh dua muridNya.
Dikisahkan oleh Penginjil Lukas bahwa pada suatu kesempatan Tuhan menunjuk tujuh puluh dua murid. Mereka diutus pergi berdua-dua mendahului Yesus ke setiap kota yang akan dikunjungiNya. Di terjemahan Kitab Suci dalam bahasa lain, jumlah murid yang diutus adalah 70 orang. Angka 70 itu angka yang menunjukkan kesempurnaan atau kepenuhan di dalam Kitab Suci. Contoh: di dalam Kitab Kejadian bab 10 terdapat daftar bangsa-bangsa di seluruh dunia yang berjumlah 70 bangsa. Dari situ Abraham dipanggil Tuhan untuk keluar dari negerinya dan pergi ke negeri yang baru (Kejadian 12). Janji Tuhan terpenuhi ketika keturunan Abraham yakni Yakub dan keturunannya yang berjumlah 70 jiwa pergi ke Mesir (Kej 46:2). Ketujuh puluh keturunan Yakub di Mesir semakin bertambah banyak. Mereka nantinya diwakili oleh 70 tua-tua Israel (Kel 24:1). Di kemudian hari ketujuh puluh tua-tua Israel ini diadopsi oleh Israel dan membentuk dewan Yahudi berjumlah 70 orang yang disebut Sanhedrin.
Yesus telah mengutus keduabelas rasulNya. Kini Ia mengutus tujuh puluh dua muridNya. Banyak orang tentu bertanya, mengapa Yesus sudah mengutus duabelas rasul dan kini mengutus lagi tujuh puluh dua murid? Satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa Tuhan Yesus mengetahui masa depan GerejaNya. Gereja memang tidak hanya berkembang karena peran dua belas rasul tetapi merupakan kerja sama kedua belas rasul dengan orang-orang yang mendengar dan percaya kepada Kristus. Keduabelas Rasul saat ini diwakili oleh hirarki yakni para gembala di dalam Gereja. Ketujuh puluh murid mewakili semua umat beriman yang percaya pada Kristus. Jadi Hirarki dan umat Allah berjalan bergandengan dalam satu kesatuan dan perutusan untuk mewartakan damai yang dijanjikan Tuhan.
Pesan-pesan penting Yesus bagi para muridNya adalah pertama, Doa. Para murid berdoa memohon kepada Tuhan untuk mengirim utusan untuk bekerja di kebun anggurNya. Harus diingat bahwa Tuhan yang punya pekerja untuk kebun anggurNya maka tugas umat beriman adalah berdoa tanpa henti dan meminta pekerja-pekerja. Kedua, Keberanian dan kegembiraan untuk mewartakan. Sehubungan dengan ini, para murid harus tahan banting terhadap aneka penderitaan dan penganiayaan. Mereka diutus Tuhan seperti ke tengah-tengah serigala. Mereka akan dianiaya dan ditolak. Ketiga, semangat kemiskinan. Semangat kemiskinan adalah kunci kesuksesan dalam menghadirkan Kerajaan Allah. Para murid belajar dari kemiskinan Kristus. Mereka diingatkan untuk menggantungkan seluruh harapan mereka pada penyelenggaraan ilahi. Keempat, Para murid membawa misi perdamaian kepada segenap umat manusia. Dia sendiri mengatakan, “DamaiKu Kutinggalkan bagimu dan damai yang Kutinggalkan itu tidak sama dengan yang dunia tawarkan kepadamu” (Yoh 14:27). Barang siapa membawa damai ia akan disebut bahagia dan menjadi anak Allah (Mat 5:9)
Ayub dalam bacaan pertama memberi inspirasi kepada kita untuk teguh dan setia dalam usaha untuk menghadirkan Kerajaan Allah. Ayub mengalami banyak penderitaan. Dalam keadaan menderita, ia mengakui bahwa penebusnya hidup. Ia akan melihatNya: “Aku sendiri akan melihat Allah yang memihak aku. Mataku yang menyaksikanNya.” Para rasul Yesus seperti diutus ke tengah-tengah serigala diharapkan untuk tabah dan percaya kepada Allah yang hidup. Gereja menderita, gereja dianiaya tetapi iman kepada Tuhan tidak akan ikut dianiaya. Iman itu laksana meterai yang tidak akan diambil dari kehidupan orang percaya.

Apa yang harus kita lakukan?

Bacaan-bacaan liturgi hari ini dan juga St. Fransiskus dari Asisi menginspirasikan kita untuk berubah. Para murid berubah menjadi pewarta Kerajaan Allah. Aspek kebersamaan dalam komunitas sebagai sesama murid sangat diperhatikan. Ini menjadi model dalam hidup menggereja. Pekerjaan mewartakan Kerajaan Allah dilakukan bersama-sama. Ini sebuah perubahan. Dampaknya bagi kita adalah kalau mau mengubah dunia, ubahlah dirimu terlebih dahulu dan dengan sendirinya orang lain akan berubah. Para murid berubah dalam diri mereka sebagai pewarta. Fransiskus dari Asisi mengubah dirinya dari pribadi yang kaya raya menjadi miskin, hina dina. Mari kita berubah!

Saya mengakhiri renungan hari ini dengan mengingatkan kita semua akan doa damai dari St. Fransiskus Asisi:
Tuhan, Jadikanlah aku pembawa damai,
Bila terjadi kebencian, jadikanlah aku pembawa cinta kasih,
Bila terjadi penghinaan, jadikanlah aku pembawa pengampunan,
Bila terjadi perselisihan, jadikanlah aku pembawa kerukunan,
Bila terjadi kebimbangan, jadikanlah aku pembawa kepastian,
Bila terjadi kesesatan, jadikanlah aku pembawa kebenaran,
Bila terjadi kesedihan, jadikanlah aku sumber kegembiraan,
Bila terjadi kegelapan, jadikanlah aku pembawa terang,
Tuhan semoga aku lebih ingin menghibur daripada dihibur,
Memahami dari pada dipahami, mencintai dari pada dicintai,
Sebab dengan memberi aku menerima
Dengan mengampuni aku diampuni
Dengan mati suci aku bangkit lagi, untuk hidup selama-lamanya.
Amin
PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply