Renungan 8 Oktober 2012

Hari Senin Pekan Biasa XXVII

Gal 1: 6-12
Mzm 111:1-2,7-8.9.10c
Luk 10:25-37


Menjadi Sesama Bagi Semua Orang

Seorang anak calon komuni pertama datang kepada saya dan meminta kalau boleh saya mengujinya dengan pertanyaan tertentu tentang agama katolik. Sambil memeriksa buku catatan agamanya, saya bertanya, “Apakah anda tahu bunyi hukum pertama dan terutama?” Dengan cepat ia menjawab: “Kasihanilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap akal budimu dan kasihanilah sesamamu seperti dirimu sendiri” Saya mengatakan kepadanya, “Jawabanmu bagus tapi masih keliru”. “Kelirunya di mana Pastor?” tanya anak itu. Saya menjawab, “Anda memakai kata kasihanilah”. Kata yang benar adalah kasihilah. Maka bunyi hukum pertama dan terutama adalah: “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu (Ul 6:5), dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Im 19:18).


Contoh sederhana ini menunjukkan bahwa bunyi hukum cinta kasih sudah dihafal dan diingat oleh setiap orang. Hal yang kiranya menjadi masalah adalah bagaimana mempraktekkan hukum kasih dalam hidup setiap hari. Yesus di dalam Injil hari ini memperdalam pengajaranNya tentang hukum kasih. Seorang ahli Taurat datang kepada Yesus dan bertanya, “Guru, apakah yang harus kulakukan untuk memperoleh hidup yang kekal?” Yesus tidak langsung memberi jawaban pasti bahwa harus ini dan harus itu, tetapi mengingatkan ahli Taurat itu tentang hukum cinta kasih di dalam Kitab Perjanjian Lama. Orang itu mengerti maksud Yesus tentang cinta kasih kepada Tuhan dan sesama. Lagi pula Yesus meminta kepadanya untuk melakukannya supaya ia dapat memperoleh hidup kekal.


Untuk membenarkan dirinya, ahli Taurat itu bertanya kepada Yesus siapakah sesamaku yang masu kukasihi? Yesus sekali lagi tidak menjawab bahwa yang dimaksudkan dengan sesama untuk dikasihi adalah si A atau si B. Sesama bagi seorang Yahudi adalah setiap orang Israel, orang-orang asing yang bertempat tinggal di antara orang Yahudi (Im 19:34) dan di kemudian hari orang kafir  juga masuk kategori sesama. Untuk itu Yesus memberi perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati. Konon ada seorang Yahudi yang turun dari Yerusalem. Ia dirampok habis-habisan dan dipukul oleh para penyamun kemudian membiarkannya tergeletak di pinggir jalan. Pada waktu itu datanglah seorang imam melewati jalan itu, melihatnya tetapi melewatinya dari seberang jalan. Seorang Lewi juga melewati jalan itu dan melakukan hal yang sama imam. Kemudian seorang Samaria yang seharusnya secara sosial, mereka bermusuhan. Orang Samaria itu turun dari keledai tunggangannya, merawat orang malang itu dan membawanya ke penginapan. Ia bahkan berjanji untuk membayar seluruh biaya perawatan kalau memang ada tambahan. Semua ini dilakukan dengan sukarela karena tergerak hati oleh rasa belas kasihan.


Setelah selesai memberi perumpamaan itu, Yesus bertanya kepada ahli Taurat itu pendapatnya tentang siapakah sesama manusia. Ahli Taurat itu menjawab, “Sesama adalah orang yang memiliki rasa belas kasih kepada orang lain”. Yesus berkata kepadanya, “Pergilah dan lakukanlah demikian!” Kisah ini menarik perhatian kita. Ahli Taurat ini pintar sehingga ia mencobai Yesus dengan pertanyaan tentang hidup kekal. Namun ia coba membenarkan dirinya dengan pertanyaan siapakah sesamaku manusia. Ia berpikir bahwa dirinya adalah orang yang sudah layak untuk memperoleh hidup kekal. Tetapi Yesus juga memberi perumpamaan yang sangat menarik dan mendidik.


Orang Yahudi yang malang turun dari Yerusalem. Jarak Yerusalem dengan Yerikho sekitar 27 km. Yerusalem terletak di atas bukit sekitar 750m di atas permukaan laut tengah sedangkan Yerihko letaknya 250m di bawah permukaan laut tengah. Perjalanan melewati pada gurun Yudea memang kelihatan menyeramkan. Di tengah jalan, kejahatan pun bisa muncul kapan saja ada kesempatan. Yerikho sendiri merupakan sebuah kota tua yang dihuni banyak imam. Yesus memilih dua tokoh pertama yaitu Imam dan Levi sebagai wakil kaum religius dan mengerti Kitab Suci. Orang Samaria adalah musuh yang dibenci oleh orang Yudea.  


Mungkin banyak di antara kita memilih sikap tidak suka dengan imam dan Lewi karena mereka tidak berperikemanusiaan. Imam dan Lewi tidak menolong orang sekarat yang berlumuran darah itu karena di dalam Kitab Taurat memang dilarang. Adalah menajiskan kalau orang menyentuh jenazah atau orang sekarat dan berlumuran darah (Im 21:1). Maka Imam dan Lewi memang mengetahui hukum kasih tetapi tidak melakukannya karena semua ini sudah diatur dalam Kitab Suci. Orang Samaria adalah orang yang secara sosial dibenci oleh orang-orang Yahudi.  Namun ia memiliki rasa belas kasih, tanpa memandang musuh atau sahabat. Ia mengurbankan dirinya untuk orang sekarat ini. Ia memiliki rasa “esplagchnisthe” atau rasa belas kasih seperti yang Tuhan sendiri lakukan bagi manusia. Sikap belas kasih ini menjadi penyempurna hidup manusia. Allah sendiri berbelaskasih maka sepatutnya manusia juga demikian, bukan hanya menghafal dan legalistik.


Sabda Tuhan pada hari ini membawa kita pada permenungan yang mendalam namun praktis. Di dalam pengajaranNya Yesus tidak meminta ahli Taurat untuk mengidentifikasi berapa orang yang menjadi sesama tetapi Yesus memintanya untuk menjadi sesama bagi orang lain dengan memiliki rasa belas kasih. Orang yang menjadi sesama karena belas kasih melakukan rencana dan kehendak Tuhan. Tuhanlah yang memiliki rasa belas kasih kepada umat manusia. Yesus sendiri mengingatkan para muridNya untuk saling mengasihi. Bacaan Injil membantu kita untuk selalu siap sedia menolong orang yang membutuhkan bantuan. Cinta kasih dan perhatian kepada sesama hendaknya nyata dalam hidup. Cinta kasih menggapai semua orang, meruntuhkan tembok-tembok pemisah.

Paulus dalam bacaan pertama menawarkan satu jalan yang pasti untuk menjadi sesama bagi orang lain. Jalan yang dimaksud adalah percaya kepada Injil. Bagi Paulus, dasar keselamatan Allah tidak terletak pada pelaksanaan Hukum Taurat tetapi pada usaha untuk menerima rahmat Allah melalui Kristus dalam Roh Kudus. Injil diterima oleh Paulus dari Allah bukan dari manusia sehingga dia meminta umat Galatia untuk menerima dan percaya pada Injil. Seruan yang sama kiranya tepat juga untuk kita semua dalam mewartakan dan menghayati Injil. Perasaan tergerak hati oleh belas kasih dapat dilakukan kalau kita juga bersahabat akrab dengan Tuhan di dalam Kitab Suci dan melalui sakramen-sakramen.


Kita boleh bertanya dalam diri sendiri pada hari ini: “Apakah aku juga menjadi sesama bagi manusia yang lain?”Saya mengakhiri renungan hari ini dengan sebuah kutipan dari Emmet Fox: Kasih



Kasih

Tiada kesulitan yang dapat dikalahkan oleh kasih yang dalam,
Tiada penyakit yang dapat disembuhkan oleh kasih yang dalam,
Tiada pintu yang dapat dibukakan oleh kasih yang dalam,
Tiada teluk yang tak mungkin dijembatani oleh kasih yang dalam,
Tiada dinding yang dapat dihancurkan oleh kasih yang dalam
Tak peduli betapa besarnya kesulitan, 
Betapa sirnanya harapan,
Betapa besarnya kesalahan,
Kesadaran akan kasih yang dalam dapat mengurai semuanya,
Apabila kita dapat mengasihi dengan tulus,
Kita akan menjadi makhluk yang paling berharga dan paling kuat di dunia.

Doa: Tuhan, bantulah aku untuk bertumbuh menjadi sesama yang  baik. Amen


PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply