Homili Hari Minggu Biasa XXVIII/B -2012

Hari Minggu Biasa XXVIII/B
Keb 7:7-11
Mzm 90: 12-13.14-15.16-17
Ibr 4:12-13
Mrk 10:17-30

Ikutlah Aku!

imageAda seorang bapa yang bercerita kepadaku pengalaman masa lalunya. Ketika ia masih muda di dalam pikirannya hanya ada satu keinginan yakni mau menjadi orang kaya. Baginya menjadi orang kaya adalah segalanya. Dunia seakan menjadi miliknya. Apa yang ia lakukan untuk mewujudkan cita-citanya ini? Ia bekerja keras namun hasilnya biasa-biasa saja. Oleh karena itu ia pergi ke tempat-tempat tertentu di gunung, di gua, di hutan untuk mencari jalan bagaimana menjadi kaya raya. Setelah cukup lama hidup dalam kenikmatan duniawi, pada suatu kesempatan ia membaca sebuah majalah yang bercerita tentang Tuhan Yesus. Ia sangat tertarik pada kisah Yesus ini dan berniat untuk mengenal-Nya lebih dalam lagi. Ia belajar agama dan dibaptis menjadi katolik. Sejak saat itu ia berubah dan berusaha untuk bermurah hati kepada semua orang. Ia melayani Tuhan karena ia merasa hanya di dalam Tuhan Yesus ia mengalami ketenangan.

Sebuah kisah sederhana dan menarik perhatian kita. Kadang-kadang orang mencari harta duniawi sebanyak mungkin, terikat padanya dan lupa Tuhan sebagai sumber segalanya. Orang berpikir bahwa kekayaan adalah segalanya. Bacaan-bacaan suci dalam perayaan Ekaristi Hari Minggu Biasa ke-XXVIII tahun B ini membantu kita untuk mencari dan menemukan Tuhan sebagai harta yang paling berharga dan mengikuti-Nya.

Dalam bacaan pertama, penulis Kitab kebijaksanaan menekankan bahwa kebijaksanaan adalah nilai yang paling berharga yang melebihi semua kekayaan di dunia ini. Kekayaan akan lenyap, dimakan ngengat tetapi kebijaksanaan tidak akan lenyap karena itu adalah anugerah istimewa dari Tuhan. Bagaimana memperoleh kebijaksanaan? Jawabannya sederhana: dengan berdoa tanpa henti. Dalam doa orang memperoleh Kebijaksanaan. Oleh karena itu hal-hal lain yang menggiurkan tidak memiliki makna apa-apa. Misalnya tongkat Kerajaan, takhta, permata, kesehatan dan keelokan rupa. Semuanya ini fana. Lalu apa yang paling bernilai dari semua yang menyenangkan ini? Jawabannya tetap kebjikasanaan. Dibandingkan dengan roh kebijaksanaan, kekayaan tidak memiliki apa-apa karena akan hancur. Sekali lagi kebijaksanaan Tuhan di peroleh melalui doa.

Dalam bacaan Injil, penginjil Markus bercerita tentang seorang yang datang dengan berlari-lari kepada Yesus dan sambil berlutut ia bertanya tentang hidup kekal kepada Yesus. “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Yesus tidak menjawab secara langsung syaratnya tetapi Ia justru bertanya kepadanya tentang usaha menghayati 10 perintah Allah. Ia dengan jujur mengatakan semua kebaikan yang sudah dilakukan kepada sesama. Setelah menjelaskan semuanya ini, Yesus memandang orang ini dengan penuh kasih dan berkata kepadanya,”Hanya ada satu yang kurang yaitu pergilah, juallah apa yang kaumiliki, dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin maka engkau akan beroleh harta di surga. Kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku” Orang itu pergi dengan kecewa karena memiliki banyak harta.

Orang ini datang kepada Yesus dengan berlari dan berlutut sambil memohon kepada Yesus. Dia melakukan perintah-perintah Tuhan dengan sempurna. Namun kekurangannya adalah masih melekat pada harta kekayaannya. Ia masih berpikir sudah cukup menghayati perintah-perintah Tuhan, berdoa dan merindukan Yesus. Yesus mengatakan hal itu belum cukup. Kalau serius mengikuti-Nya maka orang harus memiliki sikap lepas bebas. Artinya, orang harus berani melepaskan diri dari harta duniawi yang mengikat hatinya. Kalau mau mengikuti Yesus, orang harus menjual segala milikinya, hasil penjualan diberikan kepada orang miskin setelah itu pergi dan mengikuti Yesus.

Sikap orang yang datang berlari dan berlutut di hadapan Yesus, ternyata kemudian meninggalkan Yesus dengan penyesalan karena banyak hartanya. Ia sulit untuk berbagi dengan sesama. Hal ini menjadi peluang bagi Yesus untuk menjelaskan makna mengikuti-Nya dari dekat. Ia berkata, “Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk kedalam Kerajaan Allah. Alangkah sukarnya masuk ke dalam Kerajaan Allah. Lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.” Para murid sempat mempertanyakan tentang siapa yang layak di hadirat Allah sehingga bisa masuk surga. Tetapi Yesus berkomentar, “Bagi manusia, hal itu tidak mungkin, tetap bukan demikian bagi Allah. Sebab bagi Allah segala sesuatu adalah mungkin”.

Kadang-kadang dalam hidup sebagai pengikut Kristus kita cepat puas dengan hal-hal lahiria. Kita rajin ke gereja, melakukan praktek kesalehan, mentaati sepuluh perintah Allah dan lima perintah Gereja. Semua ini belum menjadi jaminan bahwa kita akan masuk ke Surga. Hal terpenting dalam mengikuti-Nya adalah usaha untuk menjadi serupa dengan Yesus dari hari ke hari. Serupa dalam hal apa dengan Yesus? Serupa dalam hal keberanian untuk melepaskan diri dari segala sesuatu yang dapat menghalangi relasi kita dengan-Nya. Misalnya melepaskan diri dari harta yang kita miliki, orang-orang yang kita kasih dan memiliki perhatian terhadap kaum papa dan miskin. Jadi kita tidak hanya melepaskan diri dari harta supaya bersatu dengan Kristus, tetapi kita juga berusaha untuk bersatu dengan sesama.
Kalau demikian, apa yang harus kita lakukan?

Penulis kepada umat Ibrani memberi kepada kita jalan untuk menjadi serupa dengan Yesus dan mengikuti-Nya. Kita diajak untuk kembali kepada Tuhan dan Firman-Nya. Firman Tuhan itu hidup dan kuat, lebih tajam daripada pedang bermata dua. Firman Allah dapat membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita. Di hadapan Tuhan, manusia itu transparan. Orang tidak dapat bersembunyi di hadapan Tuhan tetap berusaha untuk mempertanggungjawabkan hidupnya. Jika orang menutup dirinya dari Firman Tuhan maka hukuman mati akan menimpa dirinya. Orang akan selamat kalau terbuka pada Firman Tuhan. Firman adalah Yesus sendiri yang menjelma menjadi manusia.

Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk memandang, mengagumi dan mengikuti Yesus. Dia adalah Putera Allah yang menjadi manusia untuk menyelamatkan kita. Meskipun Allah namun Ia rela menjadi manusia yang miskin. Ia rela melepaskan diri dari harta kekayaan padahal Dia adalah Allah yang memiliki segalanya. Kalau Allah saja memilih menjadi miskin dalam diri Yesus Kristus, mengapa manusia menjadi gila harta?

Kita semua juga diajak untuk mencari kebijaksanaan yang tidak lain adalah Tuhan sendiri. Kebijaksanaan itu dapat diperoleh sebagai buah dari doa-doa pujian dan syukur tanpa hentinya kepada Tuhan. Apakah anda pernah bersyukur kepada Tuhan atas hidupmu seadanya?

Doa: Tuhan, Sabda-Mu adalah pedang bermata dua. Semoga SabdaMu menghidupkan kami. Amen.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply