Renungan 31 Oktober 2012

Hari Rabu, Pekan Biasa XXX

Ef 6:1-9
Mzm 145:10-14
Luk 13:22-30
Taat kepada orang tua itu mahal!
Menjadi orang patuh, taat dan setia kepada orang tua? Ini adalah pertanyaan sekaligus tugas yang berat bagi seorang anak di dalam keluarga saat ini. Dalam perjumpaan dengan banyak pribadi, pada umumnya mereka merasa berat untuk melaksanakan kebajikan ketaatan. Banyak imam, biarawan dan biarawati mengakui bahwa nasihat Injil yang paling berat untuk dilakukan dalam hidup adalah nasihat injil ketaatan. Banyak anak muda yang mengakui sulit membangun relasi yang akrab dengan orang tua karena kurangnya ketaatan mereka terhadap orang tua. Banyak suami dan istri yang relasinya diambang kehancuran karena kebajikan ketaatan belum maksimal bahkan nyaris tidak ada dalam keluarga. Orang lebih mudah memilih untuk hidup dengan mengatur dirinya sendiri dari pada hidup dalam aturan dan ketundukan atau ketaatan pada pemimpinnya.
Ketika mengikuti upacara tahbisan seorang imam, pada akhir perayaan selalu ada sambutan dari orang tua imam baru. Tampillah ayahanda sang imam baru dan memberikan sambutan singkat seperti ini: “Anakku, hari ini engkau ditahbiskan. Engkau akan saya sapa juga sebagai Pater artinya Bapa meskipun engkau anakku. Ingatlah bahwa anda bukan hanya seorang imam tetapi sebelum menjadi imam, engkau adalah seorang biarawan yang mengikrarkan kaul ketaatan, kemiskinan dan kemurnian. Kalau engkau menjadi taat maka dengan sendirinya menjadi miskin dan murni. Kalau engkau menjadi miskin maka engkau hidup taat dan murni. Kalau engkau menjadi murni maka engkau hidup miskin dan taat. Ketiga nasihat Injil ini seperti rantai yang menyatu!” Sebuah sambutan yang mengesankan, singkat, jelas dan tepat. Memang tepat apa yang diungkapkan ayahanda pastor baru ini, karena nasihat-nasihat injil adalah satu kesatuan dan harus dilakukan bersama-sama.
Pada hari ini kita mendengar kelanjutan pengajaran Paulus tentang peraturan di dalam sebuah keluarga. Satu aspek yang ditekankan Paulus hari ini adalah ketaatan atau ketundukan. Paulus mengatakan bahwa semua orang harus memiliki semangat ketaatan (Ef 5:21). Para istri tunduk dan taat kepada suami (Ef 5:22). Anak-anak mentaati orang tuanya di dalam Tuhan karena haruslah demikian (Ef 6:1). Hamba-hamba, taat kepada tuannya yang di dunia ini dengan takut dan gentar dan dengan tulus hati, sama seperti mereka taat kepada Kristus (Ef 6:5). Mereka yang memiliki kuasa diminta untuk taat kepada Tuhan (Ef 6:4.9). Tuhan menghendaki ketaatan atau ketundukan ini menjadi sebuah kebutuhan, sebuah budaya bagi masyarakat luas.
Ketaatan berasal dari kata bahasa Latin yaitu obedire. Kata ini terdiri atas dua suku kata ob dan audire. Ob berarti sebelum atau di depan. Audire artinya mendengarkan. Maka orang yang taat adalah orang yang dapat mendengar dengan baik sehingga dapat memiliki kemampuan untuk mengasihi. Apabila kita menerima panggilan Tuhan dan kita patuh kepada kehendakNya maka kita akan memiliki keterbukaan untuk dipenuhi dengan Roh KudusNya. Tentang hal ini, Paulus mengatakan, “Rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain dan takut akan Kristus” (Ef 5:21).
Orang yang taat akan memiliki rasa hormat. Paulus menulis kepada anak-anak, “Hai anak-anak, hormatilah ayah dan ibumu supaya kamu berbahagia dan panjang umur di bumi.” (Ef 6:2-3; Ams 3:11-12). Perkataan Paulus ini menantang setiap anak yang memiliki hati nurani bahwa mereka memiliki orang tua. Kadang-kadang rasa hormat anak pada orang tua hilang, terutama ketika komunikasi di antara mereka tidak berjalan dengan baik, ketika orang tua keliru dalam mendidik sehingga menimbulkan luka bathin, ketika orang tua membeda-bedakan anaknya. Orang tua kurang menujukkan wibawanya, melakukan kesalahan fatal yang membuat anak kehilangan kepercayaan. Dari pihak anak, ketika merasa diri sudah bisa berbicara karena mampu secara akademik, sudah bekerja dan menikmati uang dari keringat sendiri. Semua ini bisa menimbulkan hilangnya rasa hormat anak terhadap orang tuanya.
Apa yang harus dilakukan orang tua bagi anak-anak? Paulus menulis, “Jangan bangkitkan amarahmu dalam hati anak-anak, didiklah mereka dalam ajaran dan nasihat Tuhan” (Ef 6:5). Ini menjadi refleksi tersendiri bagi para orang tua dalam parenting. Kadang-kadang orang tua berpikir bahwa marah adalah obat yang tepat untuk mendisiplinkan anak. Padahal semakin orang tua marah, semakin anak menjadi liar dan hilang rasa hormatnya. Orang tua sebagaimana disarankan Paulus, sebaiknya mendidik dan menasihati dalam Tuhan. Artinya orang tua memiliki waktu untuk mengganti “marah-marah” dengan doa. Orang tua adalah pendidik utama (Ul 8:5)
Kita belajar dari Bunda Maria. Dia adalah figur orang yang taat pada kehendak Allah. Bunda Maria menerima Roh Kudus setelah mengatakan ketaatannya kepada Tuhan (Luk 1:38). Gereja perdana merendahkan dirinya setelah menerima Roh Kudus dan bertanya, “Apa yang harus kami lakukan?” (Kis 2:37). Dua belas orang Efesus menerima Roh Kudus setelah mereka merendahkan diri dan mengakui bahwa mereka belum mendengar tentang Roh Kudus (Kis 19:2). Kornelius dan keluarganya menerima Roh Kudus setelah mereka semua menyatakan ketundukan mereka kepada Petrus (Kis 10:25). Roh Allah turun kepada Yesus ketika Yesus tunduk pada Yohanes untuk dibaptis (Mat 3:14-15). Orang yang hidup dalam ketaatan akan dibimbing kepada hidup oleh Roh Kudus.
Sabda Tuhan hari ini membuka jalan untuk berjumpa dengan Tuhan. Kesulitan dalam membangun relasi antar pribadi di dalam keluarga, ibarat pintu yang sempit. Tetapi orang harus berusaha untuk melewati pintu yang sempit itu untuk bersatu dengan Tuhan. Para orang tua diteguhkan dan anak-anak pun diingatkan untuk berbakti kepada orang tuanya. Bagaimana relasimu di dalam keluarga sebagai anak dan orang tua?
Doa: Tuhan, terima kasih karena Engkau memberikan bapa dan mama yang terbaik untukku. Amen
PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply