Homili Hari Minggu Biasa XXXI/B – 2012

Hari Minggu Biasa ke-XXXI
Ul 6:2-6
Mzm18:2-3a.3bc-4.47+51ab
Ibr 7:23-28
Mrk 12:28b-34

Diubah oleh kasih!

Beberapa bulan yang lalu saya dikunjungi pasutri muda. Mereka merasa perlu berbicara dengan saya setelah mendengar penjelasan tentang keutuhan ikatan perkawinan dalam sakramen perkawinan. Pasutri ini sedang mengalami badai yang tidak gampang. Suaminya memiliki wanita idaman lain yang sudah berlangsung selama dua tahun. Usia pernikahan mereka baru lima tahun. Sang suami selalu berpikir bahwa ia dapat menyembunyikan rahasia ini di hadapan istrinya. Namun seperti sambal terasi yang dibungkus, lama kelamaan bau terasi akan tercium dengan sendirinya.Ini sungguh terjadi pada keluarga ini. Dengan sendirinya istrinya mengetahui perilaku tidak setia suaminya. Foto di HP dan komputer menjadi barang bukti yang dipegang istrinya. Tentu saja ini merupakan pengalaman yang mengecewakan bagi istrinya yang serius menunjukkan kesetiaan pada sang suami.

Setelah berbicara saya menyarankan mereka berdua untuk berdoa dan mencari waktu duduk bersama, saling terbuka dan jujur. Mereka juga harus berdoa memohon Roh Kudus untuk membantu mereka mengambil keputusan yang tepat entah saling meninggalkan, bertengkar atau saling memaafkan. Setelah melewati waktu pergumulan ini sebulan mereka akhirnya mencapai satu kesepakatan penting Mereka, tidak membicarakan bersama tetapi mereka ungkapkan dalam tulisan sebagai sebuah refleksi. Istrinya yang disakiti menulis, “Aku memaafkanmu, aku selamanya mengasihimu. Mari kita menata kembali bahtera keluarga yang hancur karena kegoisanmu. Kita tetaplah satu selamanya”. Tulisan ini dimasukkan dalam kantong kemeja suaminya. Suaminya menulis dengan singkat setelah melihat kesabaran dan kesetiaan istri yang disakitinya, “Mulai sekarang aku merasa kasih dan kesetianmu. Ternyata engkau mengubah aku dengan kasihmu!” Tulisan itu disimpan di bawah bantal kesayangan istrinya.

Kisah di atas membuka wawasan kita tentang kasih kepada Tuhan dan kepada sesama. Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari Minggu Biasa XXXI/B ini memfokuskan kita pada hukum kasih kepada Tuhan dan sesama.

Dalam bacaan pertama, Musa memberi nasihat-nasihat kepada orang-orang Israel untuk menerima peraturan dan ketetapan dari Tuhan. Musa berkata, “Seumur hidup hendaknya engkau dan anak cucumu takut akan Tuhan, Allahmu serta berpegang pada segala ketetapan dan perintahNya yang kusampaikan kepadamu supaya lanjut umurmu”.  Sebagai seorang nabi, Musa sungguh-sungguh mendedikasikan diri untuk mendampingi umat kesayangan Yahwe. Apabila mereka patuh pada perjanjian dengan Tuhan maka usia mereka akan panjang.

Untuk mempertegas perkataan Tuhan, maka Musa mengingatkan mereka, dengan kata-kata yang secara turun temurun akan menandai identitas mereka: “Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa! Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatanmu!” Dengarlah hai Israel atau lebih dikenal “Sh’ma Yisra’el YHWH Eloheinu YHWH Eḥad” Kalimat ini selalu diucapkan oleh seorang Yahudi sejati setiap kali memulai hari baru.

Dalam Bacaan Injil, seorang ahli Taurat datang kepada Yesus untuk menanyakan perintah Tuhan yang paling utama. Yesus tidak langsung menjawab pertanyaan ahli Taurat ini, tetapi mengingatkannya kembali: “Sh’ma Yisra’el YHWH Eloheinu YHWH Eḥad. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi dan dengan segenap kekuatanmu” (Ul 6:4-5). Perintah yang kedua adalah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Im 19:18). Ahli Taurat setuju dengan perkataan Yesus “tepat sekali perkataan Yesus” dan menambahkan bahwa nilai kasih kepada Tuhan dan sesama itu melebihi kurban bakaran dan kurban sembelihan”. Yesus sendiri mengakui orang ini dengan berkata, “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah”.

Mengapa kasih begitu penting? Alasan pokoknya adalah Allah sendiri adalah kasih (1Yoh 4:8.16). Allah adalah sumber kasih, memberi kasihNya kepada manusia melalui Yesus PuteraNya. Sebagai jawaban manusia atas kasih Allah maka manusia wajib mengasihi Allah dan mengasihi sesamanya. Yesus berkata, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi sama seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yoh13:34). Di bagian lain dari Injil Yohanes, Yesus berkata kepada Nikodemus, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah menganugerahkan Anaknya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa melainkan beroleh hidup kekal”. Penulis surat Yohanes menulis, “Jikalau seorang berkata, “Aku mengasihi Allah” dan Ia membenci saudaranya maka ia adalah pendusta, karena barang siapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin ia mengasihi Allah yang tidak dilihatnya” (1Yoh 4: 20).

Lalu apa yang harus dilakukan?

Penulis surat kepada umat Ibrani dalam bacaan kedua membedakan peran imam manusia dan imamat Agung Yesus Kristus. Para imam yang berasal dari keturunan Lewi adalah orang-orang biasa, berdosa dan mempersembahkan berkali-kali untuk dosanya sendiri kemudian kepada umatnya. Yesus membuat perbedaan: Ia tidak berdosa, Ia tetap selama-lamanya sehingga imamatNya tidak beralih kepada orang lain. Yesus juga tidak lagi mengurbankan korban bakaran tetapi Ia mengurbankan dirinya sebagai pengganti hewan-hewan kurban. Nah, cinta sejati itu dapat bertumbuh melalui pengorbanan diri, kemampuan untuk menyangkal diri atau melupakan diri sendiri. Kalau begitu, hal praktis yang harus kita lakukan untuk menanggapi kasih Tuhan adalah menerima diri apa adanya, mengorbankan diri dalam pelayanan-pelayanan kita, sampai menyerahkan nyawa seperti Yesus sendiri.

Konsep kasih dalam bacaan-bacaan pada hari ini terungkap dalam  pengorbanan diri atau semangat rela berkorban. Para orang tua mengorbankan diri bagi anak-anak atau sebaliknya, anak-anak juga mengikuti perintah dan nasihat orang tuanya. Apa yang dapat dilakukan oleh orang tua bagi anak-anak? Orang tua perlu menanam kata-kata kasih secara mendalam di hati anak-anak, kemudian rawatlah dengan senyum dan doa!

Sabda Tuhan hari ini meneguhkan kita untuk hari demi hari bertumbuh dan menghasilkan buah dalam ketekunan. Allah adalah sumber kasih. Kita harus diubah oleh kasih. Pada saat kita mengasihi seseorang yang membutuhkan, saat itu juga kita mengasihi Yesus! Apakah anda mampu mengasihi?

Doa: Tuhan, berilah aku kekuatan untuk tetap mengasihiMu dengan segenap hati dan kekuatan. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply