Renungan 10 Nopember 2012

Peringatan St. Leo Agung

Hari Sabtu Pekan Biasa XXXI
Flp 4: 10-19
Mzm 112:1-2.5-6.8a.9
Luk 16:9-15


Apakah anda juga memiliki rasa syukur?


Leo lahir di Toscana, Italia dari sebuah keluarga bangsawan kaya pada tahun 391. Pada tahun 431, saat masih sebagai Diakon, Ia diutus oleh Paus Sirilius untuk meluruskan pandangan orang-orang di Yerusalem yang menolak Roma sebagai pusat kepausan. Mereka berangapan bahwa Yerusalem menjadi pusat kepausan bukan Roma.  Misi Leo berhasil sehingga saat ini pusat kepausan berada di Roma. Paus Sixtus III (432-440) meninggal dunia dan pada tanggal 29 September 440 Leo terpilih menjadi Paus, meskipun masih sebagai diakon. Pada saat itu, ia sedang menjalankan suatu misi diplomatik di Gaul, Prancis atas permintaan Kaisar Valentinianus III. Misi itu ialah mendamaikan Aetius dan Albinus, dua jenderal kekaisaran yang bertikai sehingga melemahkan pertahanan bangsa Prancis melawan serangan bangsa Barbar.


Sebagai pemimpin gereja katolik, Leo menunjukkan bakat dan kemampuannya sebagai pemimpin. Ia mengambil tindakan keras terhadap bidaah-bidaah yang berkembang pada masa itu: Pelagianisme, Manicheisme, Priscillianisme dan Monofisitisme. Leo seperti arti namanya “Singa”menghadapi semua serangan terhadap ajaran iman yang benar dan serangan terhadap kota Roma dengan kesucian dan kefasihan lidahnya. Dengan semua tindakannya, Leo menjadi salah seorang Paus pembela ajaran iman yang benar dan pembela kota Roma dari serangan bangsa Barbar. Ia seorang gembala yang baik yang berani membela umatnya dari berbagai serangan. Ia menjadi teladan bagi para gembala: penuh semangat, berhati lapang tetapi tetap saleh, sehingga dapat bertindak secara fleksibel. Surat-surat dan kotbah-kotbahnya sangat bernilai karena buah pikirannya yang dalam. Selain dikenal sebagai penulis, orator, diplomat, negarawan dan teolog, Leo juga seorang administrator besar. Selama masa pontifikatnya, ia membangun dan memperbaiki banyak gereja. Masa kepemimpinannya menandai salah satu masa yang paling penting dalam sejarah Gereja Perdana.


Ia wafat pada tanggal 10 Nopember 461 dan dimakamkan di ruang depan basilik Santo Petrus. Beliau adalah Paus non-martir pertama dalam sejarah Gereja. Pada tahun 688, Paus Sergius I (687-701) memindahkan relikuinya ke bagian dalam basilik itu. Pada tahun 1607 para pekerja menggali kembali relikuinya dan memindahkannya ke dalam basilik Santo Petrus yang baru. Pada tahun 1754, Paus Benediktus XIV (1740-1758) menggelari Leo sebagai Pujangga Gereja. Dari semua pengajarannya, ada dua kalimat yang tetap dikenang di dalam Gereja: “Di dalam Pembaptisan, tanda salib membuat semua orang yang dilahirkan kembali di dalam Kristus menjadi raja, dan pengurapan di dalam Roh Kudus mentahbiskan mereka menjadi imam” Dia juga berkotbah tentang kelahiran Tuhan Yesus. Seruan yang terkenal adalaah, “Hai umat Kristiani, ingatlah martabatmu”. 


Sambil mengenang St. Leo Agung, kita semua dikuatkan dan disegarkan oleh Tuhan melalui sabdaNya. Santo Paulus menceritakan pengalaman kebersamaannya dengan jemaat di Filipi. Paulus bersukacita karena jemaat di Filipi memiliki perhatian yang besar kepadanya dan juga terhadap kerasulannya. Paulus punya tugas mulia yaitu mewartakan Injil. Dan sebagaimana dikatakan Yesus, “Seorang pekerja patut mendapat upahnya” (Mat 10:10), demikian Paulus sedang merasakannya bersama jemaat di Filipi. Meskipun mendapat pelayanan dari jemaat di Filipi, tetapi ia juga mau merenungkan pengalaman kebersamaan ini dalam konteks relasinya dengan Tuhan. Itu sebabnya Paulus berkata, “Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan tetapi aku belajar untuk mencukupkan diriku”. Memang semua anugerah berasal dari Tuhan tetapi “belajar mencukupkan diri” diri itu hal yang mulia (Luk 3:14; Ibr13:5).


Selanjutnya Paulus mengatakan, “Segala perkara dapat kutanggung dalam Dia yang telah memberi kekuatan kepadaku” (Flp 4:13).Paulus ternyata tidak mengandalkan kekuatannya sendiri. Ia percaya bahwa semua pengalaman kerasulan yang sedang ia jalankan juga merupakan campur tangan Tuhan. Campur tangan Tuhan yang membuat ia menyadari kekurangan dan kelimpahan hidup. Ketika menerima sebuah anugerah atau hadiah dari Tuhan dan sesama kita pasti mengingat dan memperhitungkannya seperti Paulus. (Flp 4:17). Kita berniat untuk membalasnya atau kalau kita yang melakukan sebuah perbuatan kasih maka ada penantian tersendiri dari pihak kita terhadap orang yang dibantu. Yesus pun mengalaminya, terutama ketika Ia menyembuhkan sepuluh orang kusta (Luk 17:17-18). Ia menunggu, siapa yang akan datang dan bersyukur. Ternyata hanya seorang Samaria yang datang dan bersyukur kepadaNya. Nah, Yesus juga menanti apa yang dapat kita lakukan bagi saudara-saudara yang paling hina (Mat 25:14dst). Kehidupan Kristiani bernilai luhur manakala ada kasih yang tak terbagi kepada Tuhan dan sesama (1Yoh 4:9).


Sikap Paulus membuat kita berefleksi lebih dalam lagi tentang hidup kristiani. Kadang kita hanya berpikir tentang apa yang harus saya terima dari sesama dan lupa bahwa yang paling penting adalah membangun rasa syukur yang terus menerus kepada Tuhan. Rasa syukur atas perbuatan kasih yang kita terima dari Tuhan dan sesama. Rasa syukur pertama dan terutama kepada Tuhan atas segala yang Tuhan berikan kepada kita. Maka tugas kita adalah menyenangkan hati Tuhan dengan melayani dan mengasihiNya.

Mari kita mengambil pengalaman Paulus ini menjadi model kehidupan kita. Semua orang sudah berbuat baik bagi kita maka kita bersyukur dan mendoakan mereka supaya selalu diberkati Tuhan. Kadang kita lupa diri dan hanya bisa meminta tetapi lupa bersyukur. Kita seperti kacang yang lupa kulitnya. Apakah kita mau tetap seperti itu? Atau kita mengubah kiblat hidup kepada Tuhan dengan memuji dan menyembah serta bersyukur kepadaNya dan mengambil pengalaman kasih dari Tuhan untuk dilakukan bagi sesama? Selidikilah bathinmu!


Doa: Tuhan, terima kasih karena Engkau senantiasa mengasihi kami. Amen


PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply