Renungan 11 Desember 2012

Hari Selasa, Pekan Adven II

Yes 40:1-11

Mzm 96:1.2.3.10ac.11-12.13

Mat 18:12-14

Tuhanku, gembalaku!

Saya pernah memiliki pengalaman menarik sewaktu masih belajar di Israel. Dalam suatu perjalanan bersama para konfrater dari Yerusalem ke Yerikho, saya melihat seorang gembala yang membawa ratusan ekor dombanya. Sang gembala mengenakan pakaian yang cukup rapi, memiliki hand phone nokia yang masih memiliki antene dan tape recorder sambil menunggang seekor keledai. Sang gembala ini berada di belakang sedang domba-dombanya begitu tertib berada di depannya. Ketika ada kendaraan yang lewat domba yang di depan berhenti maka semuanya berhenti. Setelah aman baru mereka menyeberangi jalan. Tentu saja ini melalui latihan tertentu dan gembalanya harus sabar dengan domba-dombanya. Saya membayangkan kalau ada yang tersesat pasti dia akan mencarinya.


Ketika sudah kembali dan melayani di Timor Leste, saya memiliki lagi pengalaman yang baru. Dalam perjalanan dari Dili ke Lospalos, saya menemukan seorang gembala yang sabar dengan domba-domba yang bodoh. Ketika melewati jalan utama, mobil tidak bisa lewat karena domba-domba pada tiduran di tengah jalan. Sang gembala dengan sabar dan baik hati mengangkat satu persatu dan memindahkannya ke pinggir jalan, tetapi begitu dia kembali mengangkat domba yang lain, domba yang sebelumnya sudah kembali dan tidur di tengah jalan lagi. Cara yang “terbaik” baginya adalah melupakan dirinya sebagai gembala baik, mengambil sebatang kayu dan mulai memukul domba-domba itu, memaki-maki domba dan mereka akhirnya dapat berpindah ke pinggir jalan.


Dua pengalaman menarik! Ada gembala yang baik dan setia, ada gembala yang tidak sabar dengan domba-dombanya. Yah, menerima diri adalah hal yang penting bagi kita semua. Pada hari ini kita dikuatkan lagi oleh Tuhan melalui SabdaNya untuk belajar dan meniru pribadi Tuhan sebagai Penghibur dan Gembala yang baik.


Nabi Yesaya dalam bacaan pertama mengucapkan kata-kata hiburan kepada umat Israel yang berada di Babel. Tuhan melalui Yesaya berjanji bahwa Ia akan membebaskan mereka dari kuasa Babel. Mereka akan kembali ke Sion, menata kehidupan mereka dan menikmati sukacita Tuhan. Mengapa demikian? Karena Tuhan sendiri mengingatkan: “Hiburlah, hiburlah umatKu! Tenangkanlah hati Yerusalem dan serukan kepadanya bahwa perhambaannya sudah berakhir, bahwa kesalahannya sudah diampuni, sebab ia telah menerima hukuman dari tangan Tuhan dua kali lipat karena segala dosanya.” Manusia boleh jatuh dalam dosa tetapi Tuhan tetap mencari dan menyelamatkannya. Tuhan tidak pernah memperhitungkan berapa dosa yang dibuat umatNya tetapi menginginkan keselamatan mereka.


Yesaya juga menubuatkan kedatangan sang pembuka jalan Tuhan yakni Yohanes Pembaptis. Dia adalah suara yang berseru di padang gurun untuk menyiapkan jalan bagi Tuhan. Jalan raya di padang belantara diluruskan sebagai jalan bagi Allah kita. Kemuliaan Tuhan akan dilihat banyak orang ketika semua gunung dan bukit diratakan, lembah ditimbun. Bangsa Israel tidak lebih dari bunga yang layu dan rumput yang kering. Oleh karena itu mereka harus tetap berpegang teguh pada Sabda Tuhan karena SabdaNya itu tetap selamanya. Yesaya juga mengajak umat Israel untuk selalu memandang Allah. Kiblat hiduonya hanya terarah kepada Allah. Ia akan datang sebagai penyelamat. Ia laksana gembala yang baik yang akan menggembalakan mereka.


Jiwa gembala baik dari Allah Bapa diingatkan lagi oleh Yesus. Ia sendiri mengakui diriNya sebagai gembala yang baik. Ia berkata, “Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-dombaKu”. (Yoh 10:14). Dalam perikop kita dari Injil Matius, gembala yang baik akan mencari dombanya yang sesat meskipun hanya satu ekor yang tersesat. Perumpamaan ini menggambarkan Allah sebagai kasih. Allah mengasihi umatNya dan tidak mau umatNya binasa. Dia satu-satunya penyelamat umat manusia.


Sabda Tuhan hari ini menggambarkan kehidupan masing-masing kita. Kita memiliki pengalaman Babel tersendiri dan kadang membuat kita berpikir bahwa Tuhan tidak lagi memperhatikan kita. Kita ditinggal sendirian olehNya. Ternyata itu hanya gambaran kemanusiaan kita yang rapuh. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita sendirian. Dia laksana gembala yang selalu sabar dengan kehidupan kita yang penuh dosa dan salah. Apakah anda menyadari kebaikan dan kesabaran Tuhan. Apakah anda juga dapat menjadi gembala yang baik? Anda dan saya dapat menjadi gembala yang baik, asal kita sama-sama terbuka pada semua rencana dan kehendakNya.


Doa: Tuhan, terima kasih karena Engkau menjadi gembalaku. Amen


PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply