Renungan 19 Januari 2013

Hari Sabtu, Pekan Biasa I
Ibr 4:12-16
Mzm 19: 8-9.10.15
Mrk 2:13-17


Kasihilah aku sebagaimana adanya!

Ada seorang wanita datang meminta bimbingan dan nasihat dari seorang pastor yang baru ditahbiskan beberapa bulan. Orang itu memperkenalkan dirinya sebagai wanita yang selalu jatuh dalam dosa. Dia juga sedang merasa jatuh cinta dengan pastor muda itu karena ia ganteng dan halus budi bahasanya. Wanita itu kemudian meminta supaya pastor muda itu mengasihinya apa adanya sebagai salah seorang umatnya di paroki. Pastor itu tanpa berpikir panjang memarahi wanita itu: “Keluarlah dari kantor ini sebelum anda menjatuhkan saya dalam dosa. Saya ini pastor yang masih muda lagi pula cita-cita saya barusan tercapai yakni menjadi pastor.” Wanita itu keluar dan sampai di depan pintu, Ia berkata kepada pastor itu, “Pastor boleh mengusir saya dari kantormu karena saya orang berdosa, tetapi belum tentu Tuhan Yesus memperlakukan saya demikian. Ia tidak akan mengusir saya keluar dari hatiNya”. 

Ini adalah sebuah kisah sederhana dan inspiratif. Banyak kali kita juga berperilaku demikian seolah-olah kitalah yang paling sempurna, sedangkan orang lain adalah pendosa. Mereka dikucilkan dari kehidupan sosial. Padahal hal yang seharusnya kita lakukan adalah membenci dosa dan salah yang dibuat orang itu, tetapi pribadi atau manusia yang berdosa itu tetap dikasihi supaya ia dapat berubah atau bertobat. Banyak orang ladang-kadang bertindak sebaliknya. Mereka lebih mencintai dosa-dosa yang dibuat pribadi-pribadi tertentu dan mengecam manusia yang melakukannya. Banyak orang membenci para pelacur tetapi suka pergi ke tempat pelacuran. Banyak orang membenci para koruptor tetapi menyukai hasil korupsinya. 

Tuhan Yesus sangat hebat! Dia berkeliling dan berbuat baik di pantai danau Galilea. Ia mengajar dan menyembuhkan banyak orang. Pada saat itu Ia melihat Lewi Anak Alfeus duduk di rumah cukai. Yesus berkata kepadaNya: “Ikutlah Aku!” Lewi berdiri dan mengikuti Yesus. Persahabatan pun dibangun antara Lewi yang nantinya menjadi Matius dan Yesus. Mereka makan bersama di rumah Lewi bersama banyak pemungut cukai dan orang berdosa. Orang-orang Farisi berkata kepada para murid Yesus bahwa Guru mereka makan bersama orang-orang berdosa. Yesus memberi pernyataan yang bagus: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit! Aku datang bukan untuk memanggil orang benar melainkan orang berdosa!”

Yesus menunjukkan sikap bathin yang luar biasa kepada para pendosa yang tentunya sangatlah bertentangan dengan orang-orang Farisi dan para ahli Taurat. Bagi Yesus, orang berdosa sekali pun mereka tetaplah manusia yang dikasihi dan ditebus sedangkan dosa-dosa mereka patut dihancurkan. Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat tidak memperhatikan manusia sebagai manusia. Mereka hanya memperhatikan manusianya yang berdosa dan lupa bahwa yang dihancurkan adalah dosa bukan manusianya. Manusianya itu dikasihi supaya ia dapat bertobat. Yesus tidak takut dengan orang berdosa maka Ia pun duduk dan makan bersama mereka.

Yesus selalu keluar, berkeliling dan mencari orang-orang berdosa untuk menyelamatkannya. Ia sendiri berkata, “Aku datang bukan untuk mencari orang benar melainkan orang berdosa untuk bertobat”. Yesus memang membenci dosa-dosa yang dibuat manusia dan menghancurkannya tetapi Ia sangat mencintai kaum pendosa sebagai manusia dan diberinya martabat baru untuk bertobat. Ia menjadi sahabat kaum pendosa, bukan untuk ikut terlibat dalam dosa, tetapi untuk memenangkan hati dan supaya menjauhi mereka dari dosa. Sekarang pikirkanlah apakah anda mau menjadi seperti Yesus atau orang-orang Farisi?

Penulis kepada Umat Ibrani dalam bacaan pertama memperkaya refleksi kita akan kasih Tuhan bagi kaum pendosa. Ada dua tema penting dalam perikop kita hari ini: Pertama, pentingnya Sabda Tuhan Allah. Yesus adalah Sabda Hidup. Sabda Tuhan Allah itu hidup dan kuat, lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun! Sabda itu menusuk amat dalam, sampai menembus jiwa dan roh, sendi-sendi dan sum-sum! Sabda sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran kita. Oleh karena Sabda memiliki power yang dashyat maka manusia tidak dapat menjadi munafik. Manusia justru harus tetap terbuka kepada Tuhan. Kedua, Yesus sebagai Imam Agung yang besar. Imam Agung kita memiliki kekhasan: Ia tidak lagi mengorbankan kurban bakaran. Ia justru mengurbankan diriNya sebagai kurban pepulih. Ia begitu empati dengan kita sebagai manusia. Ia juga dicobai tetapi tidak berbuat dosa. Kita mengandalkan Tuhan sebagai penolong kita.

Sabda Tuhan mengundang kita hari ini untuk mencintai dan menerima semua orang apa adanya. Segala kebiasaan buruk hendaknya disingkirkan. Kebiasaan yang dimaksud adalah selalu melihat kelemahan dan dosa sesama dan lupa bahwa diri pribadi manusia pendosa itu harus dikasihi supaya ia dapat bertobat dan bersatu dengan Kristus. Kunci kekuatan kita terdapat pada Sabda Tuhan sendiri. Sabda yang menuntun dan membimbing supaya kita hidup sebagai anak-anak Allah. Apakah Sabda Tuhan sungguh menjadi kebutuhan kita?

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk mencintai sesama sebagaimana adanya. Amen

PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply