Renungan 29 Januari 2013

Hari Selasa, Pekan Biasa III

Ibr 10:1-10

Mzm  40: 2.4ab.7-7a.10.11

Mrk 3:31-35

Melakukan Kehendak Tuhan!

Seorang biarawati (suster) yang sudah merayakan Pesta Emas ditugaskan untuk memulai misi baru di sebuah daerah yang sulit. Dia dianggap sebagai sesepuh yang sudah berpengalaman dan diharapkan memulai misi baru itu dengan fundasi spiritualitas yang kuat. Setelah satu tahun kehadiran di tempat baru itu, kelihatan ia memulai misi yang sukses. Umat dan masyarakat menyambut kehadiran suster bersama komunitasnya karena memberi warna baru di daerah tersebut. Satu hal yang khas adalah para suster itu merakyat. Ketika ditanya rahasia kesuksesan misi di tempat baru itu, suster hanya menjawab singkat: “Kami datang ke sini untuk melakukan kehendak Tuhan”. Ketika mendengar kisah pengalaman suster ini saya menyadari dan mengakui kebenarannya. Kalau seseorang melayani dalam nama Tuhan, melakukan kehendakNya maka ia akan sukses. Kalau orang itu mengandalkan diri dan popularitasnya maka ia akan gagal.


Penulis surat kepada umat Ibrani mengingatkan kita bahwa Yesus Kristus datang untuk mempersembahkan diriNya satu kali untuk selama-lamanya bagi keselamatan umat manusia. Ia tidak lagi seperti para nabi di dalam Perjanjian Lama yang mempersembahkan hewan kurban tetapi Ia mempersembahkan diriNya sendiri untuk keselamatan umat manusia. Memang tidak mungkin darah lembu atau domba jantan menghapus dosa. Ketika Kristus masuk ke dunia, Ia berkata, “Kurban dan persembahan tidak Engkau kehendaki! Sebagai gantinya Engkau menyediakan tubuh bagiku”. Kurban bakaran dan kurban penghapus dosa  juga dirasa tidak berkenan pada Tuhan. Maka Aku berkata, “Lihatlah, Aku datang untuk melakukan kehendakMu, ya Allahku”.


Kita melihat satu hal penting dari Yesus yaitu kehendak bebasNya. Ia menerima kehendak Bapa sebagai sebuah panggilan yang luhur untuk dilakukan. Itu sebabnya Ia tidak melawan kehendak Bapa tetapi melakukan kehendak Bapa dengan sempurna. Apa artinya ini bagi kita yang mengikuti Kristus? Sebagai orang yang dibaptis, kita pun dipanggil untuk melakukan kehendak Bapa dalam hidup setiap hari. Mewujudnyatakan panggilan kita dalam karya merupakan cara kita menghayati kehendak Tuhan. Sebuah prinsip yang bagus adalah “Saya datang untuk melakukan kehendak Bapa”. Kita juga belajar dari Bunda Maria, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu” (Luk 1:38)


Hasrat untuk melakukan kehendak Bapa menjadi sempurna dalam hidup dan karya Yesus. Ia sangat sibuk melayani, berkeliling dan berbuat baik bagi umat manusia. Orang-orang sakit disembuhkan, orang-orang lumpuh dapat berjalan, yang tuli dapat mendengar bahkan roh jahat pun takluk di hadiratNya. Dengan keprihatinan sebagai gembala yang baik maka Ia melakukan segalanya tanpa kenal lelah. Itu sebabnya keluarganya sendiri merasa bahwa Ia tidak waras lagi dan mereka hendak menjemputNya.


Penginjil Markus hari ini mengisahkan keluarga Yesus yang datang kepadaNya. Mereka yang datang adalah ibu dan saudara-saudaraNya. Kebetulan saat itu Ia sedang mengajar. Orang-orang disuruh untuk memanggil Yesus. Tetapi Ia menjawab, “Siapakah ibuKu? Siapakah saudara-saudaraKu? Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudaraKu laki-laki, dialah saudaraKu perempuan, dialah ibuKu”. Mungkin saja kita berpikir, mengapa Yesus menjawab seperti itu? Apakah ini berarti Yesus tidak sopan dengan ibuNya Maria dan para sepupuhNya (Mrk 6:3)? Yesus mengetahui siapakah Maria, ibunya dan Maria juga pasti mengetahui siapakah Yesus Puteranya. Jadi ke-Allahan Yesuslah yang paling menonjol di sini.


Kita juga membayangkan bagaimana kesibukan Yesus. Di rumah pun Ia masih mengajar dan orang-orang duduk mengitariNya. Ini sikap murid yang benar: duduk menghadap sang Maestro dan mendengarNya. Nah, kemampuan mendengar Yesus dan melakukan pengajaranNya membuat para murid menjadi saudara Yesus tanpa harus punya relasi kekeluargaan. Keluarga baru terbentuk, lebih luas dan dalam karena menerima Yesus, mendengar dan mencintaiNya. Ungkapan “di luar” menggambarkan relasi kekeluargaan. Kalau orang tidak mendengar Yesus maka orang itu juga tidak menjadi saudara Yesus. Sebagaimana dikatakan di atas bahwa perikop Injil kita tidak bermaksud menghilangkan peran Maria sebagai ibu, tetapi ke-Allahan Yesuslah yang ditonjolkan. Maria sendiri adalah hamba yang melakukan kehendak Bapa: “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaKu menurut perkataanMu”(Luk 1:38).


Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk menyadari diri kita sebagai ciptaan dan anak-anak Allah. Tugas kita adalah mendengar Tuhan di dalam hidup, melakukan kehendakNya yang terungkap dalam kata-kata atau sabda. Dengan sikap patuh atau taat maka kita mampu melakukan kehendak Tuhan. Dengan demikian kita juga menjadi saudara dan saudari Yesus. Betapa bahagianya kita sebagai anak-anak Allah karena membawa damai dan menjadi saudara Yesus yang sama-sama menyapa, “Abba”!


Doa: Tuhan, semoga kami selalu bersedia untuk melakukan kehendakMu. Amen


PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply