Homili Pesta Don Bosco 31 Januari 2013

St. Yohanes Bosco
Yeh 34:11-12.15-16.23-24.30-31
Mzm 103:1-2.13-14.17-18a
Flp 4:4-9
Mat 18:1-6.10

Hai Orang muda, Aku mencintai kalian!

sdb-logo-bigHari ini seluruh Gereja Katolik merayakan pesta St. Yohanes Bosco. Di Indonesia kita mengenalnya dengan nama Don Bosco. Ia lahir di Becchi, 16 Agustus 1815 dan diberi nama lengkap Yohanes Melkhior Bosco. Ayahnya bernama Fransiskus Bosco dan Ibunya Margaretha Occhiena. Sebelum menikah dengan Margaretha, Fransiskus sudah menikah lebih dahulu dan memiliki dua orang anak yakni Antonius (1808) dan Theresia Maria (1810) Theresia meninggal dunia lebih dahulu dari pada mamanya. Setelah istrinya meninggal, Fransiskus menikah dengan Margaretha dan mereka memiliki dua anak yakni Yosef dan Yohanes. Ketika Yohanes berusia dua tahun, Fransiskus meninggal dunia. Margaretha harus bertindak sebagai single parent dan bekerja keras supaya mereka dapat bertahan hidup. Ketika Yohanes masih seorang anak remaja, ia harus bekerja keras di kebun, menjadi penggembala ternak milik kerabat Margaretha. Pada saat berusia 9 tahun, ia bermimpi tentang masa depannya sebagai pelayan orang muda, di bawah bimbingan Bunda Maria dan Tuhan Yesus.

Niatnya untuk bersekolah tetap ada. Mula-mula ia harus berjalan kaki ke sekolah sejauh 5 km setiap hari untuk belajar “calistung”. Relasi sosial dengan teman-teman, ia bangun melalui permainan dan katekese. Tentang katekese, ia rajin ke gereja, mendengar homili pastor kemudian menceritakan kembali kepada teman-teman dengan cara baru. Ini memikat hati banyak orang, baik teman sebaya maupun orang-orang dewasa. Yohanes Bosco juga memiliki kemampuan untuk membuat pertunjukan unik seperti berjalan di atas tali, memanjat pohon untuk merebut harta karun dan aneka permainan lainnya. Semakin lama banyak teman sebaya dekat dengan dia sehingga ia membentuk “Persekutuan Sukacita”.

Niat untuk bersekolah tetap berlanjut. Ia masuk sekolah dan pada suatu tahun ajaran yang sedang berjalan, ia bisa naik kelas sebanyak tiga kali. Setelah selesai  sekolah lanjutan, ia melanjutkan pendidikannya di seminari hingga ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 5 Juni 1841. Dengan pengalaman masa kecil dan mimpinya pada usia 9 tahun, sebagai imam muda, ia berjalan di lorong-lorong kota Torino untuk memanggil orang-orang muda supaya datang dan tinggal bersamanya. Ia menyiapkan tempat untuk oratori. Di oratorium anak-anak muda dididik secara istimewa: katekese, keterampilan, olahraga dan pembinaan lainnya. Orang muda ternyata berminat dengan tawaran pelayanan khas Don Bosco maka ia pun memilih anak-anak muda kepercayaannya untuk menjadi asistennya. Merekalah yang menjadi cikal bakal anggota Salesian pertama dalam kongregasi yang didirikan dan sekarang ini dikenal dengan nama Serikat Santo Fransiskus dari Sales atau Serikat Salesian Don Bosco (SDB). Dia juga mendirikan Serikat para suster Bunda Maria Penolong Umat Kristiani (FMA) dan para Koperator Salesian sebagai ordo ketiga. Ia meninggal dunia pada tanggal 31 Januari 1888.

Pada tanggal 31 Desember 2012 jumlah para Salesian (Pastor, Frater, Bruder dan para novis) di seluruh dunia adalah 15.494, bekerja di 132 negara di kelima benua. Dari jumlah ini ada 15.014 yang terikat kaul termasuk di kelompok ini ada 121 uskup dan 480 novis. Kita bersyukur kepada Tuhan karena St. Yohanes Bosco merupakan orang kudus yang sangat inspiratif. Paus Benediktus XVI, dalam pesannya kepada para Salesian dan orang muda menyongsong 200 tahun kelahiran Don Bosco mengingatkan orang muda untuk mengikuti teladan kekudusan St.Yohanes Bosco.

Bacaan-bacaan liturgi pada perayaan pesta St. Yohanes Bosco hari ini menginspirasikan kita untuk mengenal dan memahami hidup dan aspirasinya terutama dalam melayani orang-orang muda. Yehezkiel dalam bacaan pertama menghadirkan Yahwe yang berseru kepada umat terpilih: “Dengan sesungguhnya Aku sendiri akan memperhatikan domba-dombaKu dan akan mencarinya. Seperti seorang gembala mencari dombanya pada waktu tercerai dari kawanan dombanya, begitulah Aku akan mencari domba-dombaKu dan Aku akan menyelamatkan mereka dari segala tempat, ke mana mereka diserahkan pada hari berkabut dan hari kegelapan”

Sabda ini seakan menginspirasikan Don Bosco sehingga ia berjalan di lorong-lorong kota Torino sebagai gembala yang baik bagi anak-anak muda. Sikap sebagai gembala yang baik ini menginspirasikan banyak orang untuk memiliki hati yang terbuka dalam melayani anak-anak muda. Kunci untuk melayani orang-orang muda dan membawa mereka kepada Tuhan adalah sukacita. Don Bosco adalah seorang imam Diosesan yang mendirikan sebuah kongregasi untuk melayani orang-orang muda. Ketika masih remaja ia sudah membentuk kelompok riang gembira atau sukacita dengan harapan semua orang muda mengalami sukacita di dalam hidupnya. Santo Paulus dalam bacaan kedua mengulangi kata sukacita bagi kita semua: “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi aku berkata: bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang.” (Flp 4:4-5).

Sukacita sebagai gembala yang baik mengandaikan sikap rendah hati. Penginjil Matius dalam bacaan Injil hari ini mengisyaratkan bahwa orang yang terbesar dalam Kerajaan Sorga adalah orang yang rendah hati, ibarat anak kecil yang polos. Orang yang rendah hati dapat terbuka dan menerima Tuhan di dalam hidupnya. Don Bosco dalam mimpi pertama dinasihati Bunda Maria supaya selalu rendah hati dan kuat. Artinya anak-anak muda itu digambarkan dalam mimpinya seperti serigala liar. Mereka bisa diubah menjadi domba-domba yang jinak kalau ia rendah hati. Don Bosco mengalami dan melakukan pelayanannya dengan rendah hati sehingga berhasil memenangkan jiwa orang-orang muda.

Saya akhir homili ini dengan menceritakan sebuah mimpi Don Bosco tentang Bunga Mawar. Pada suatu kesempatan Yohanes Bosco sedang bermeditasi. Bunda  Maria datang kepadanya dan membawanya ke sebuah taman bunga mawar yang indah. Ia disuruh membuka sepatunya dan mencoba berjalan di jalan yang ditutupi bunga mawar. Ternyata begitu melangkah ia menginjak duri bunga mawar. Kakinya berdarah dan Bunda Maria mengatakan kepadanya untuk mengenakan sepatu. Ia menggunakan sepatu dan berjalan terus, jalan makin sempit, duri mawar yang tersembunyi tajam menusuk tubuhnya. Ada banyak orang yang melihat keindahan mawar dan mau mengikuti Don Bosco tetapi tidak dapat tahan karena duri sehingga mereka kembali. Ada yang bertahan akhirnya bisa tiba di tempat baru dengan taman lain yang indah juga. Di tempat baru itu Bunda Maria menasihati dia: jalan yang indah dengan mawar berduri adalah hidup orang muda yang akan dilayaninya. Supaya berhasil memenangkan jiwa orang-orang muda, ia harus menggunakan sepatu yang melambangkan matiraga. Duri-duri adalah senang dan tidak senangnya manusiawi yang mengaburkan seorang pendidik orang muda dalam pelayanannya. Jadi ini adalah hambatan-hambatan, pengalaman penderitaan dalam melayani kaum muda. Dengan sepatu matiraga diharapkan Don Bosco semakin rendah hati dan kuat dalam melayani kaum muda. Ia pun berhasil dan menjadi kudus.

Mimpi ini menarik dan inspiratif kalau direnungkan dalam pendidikan anak-anak muda. Dunia mereka adalah dunia bunga mawar. Bagaimana para orang tua dan pendidik mau menggunakan sepatu matiraga untuk rendah hati dan kuat melayani mereka. Don Bosco berkata, “Bagi kalian saya belajar, bagi kalian saya bekerja, bagi kalian saya hidup, bagi kalian saya bahkan rela menyerahkan nyawaku untukmu hai orang muda”. Bagaimana dengan anda dan saya?

Doa. St. Yohanes Bosco, doakanlah kami. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply