Renungan 12 Februari 2013

Hari Selasa, Pekan Biasa V

Kej 1:20-2:4a

Mzm 8:4-9

Mrk 7:1-13


Betapa mulia namaMu!

Manusia adalah sebuah misteri. Ini judul sebuah buku Filsafat manusia karangan Prof. Louis Leahy, SJ. Dalam buku itu beliau menguraikan secara kritis siapakah manusia dari pendekatan filosofis. Dengan berbagai penjelasan yang diberikan tentang manusia ternyata masih belum cukup juga. Padahal di dalam Kitab Kejadian, manusia adalah mahkota dari segala ciptaan. Manusia sempurna adanya karena diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Tuhan Allah sendiri.

Kemarin kita mendengar kisah penciptaan hari pertama sampai hari keempat. Hari ini kita mendengar kisah lanjutan tentang penciptaan untuk tiga hari terakhir. Pada hari kelima Tuhan menciptakan binatang-binatang di laut dan binatang-binatang bersayap (Kej 1:20-23). Hari keenam, penciptaan binatang liar dan segala jenis ternak dan segala jenis binatang melata di seluruh muka bumi dan penciptaan manusia (Kej 1: 24-31). Pada hari ketujuh atau hari Sabat, Tuhan berhenti bekerja (Kej. 2:1-4). Dalam kisah penciptaan bagian kedua ini manusia diciptakan sebagai ciptaan Tuhan paling terakhir. Boleh dikatakan bahwa kisah seluruh penciptaan mencapai puncaknya pada kisah penciptaan manusia. Manusia paling istimewa dan luhur dibandingkan dengan ciptaan yang lain.

Dengan membaca kembali kisah penciptaan dunia dan isinya pada awal Kitab kejadian ini, saya merasa bahwa ada beberapa ayat yang sangat meneguhkan kita semua. Misalnya, Kejadian 1:1: “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi”. Kej 1:26-27: Berfirmanlah Allah: “Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara, dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.” Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya dia; laki-laki dan perempuan diciptakanNya. Kej 1:31: “Maka Allah melihat semua yang dijadikannya itu sungguh amat baik (wa i-yar elohim ki towb)”. Allah mengatakan bahwa semua yang diciptakanNya itu amat baik sebanyak tujuh kali (Kej 1: 4;10;12;18;21,25 dan 31).

Manusia menjadi mahkota segala ciptaan. Dalam Mazmur 8, Pemazmur meluhurkan hidup manusia. Pemazmur berdoa: “Jika aku melihat langitMu, buatan jariMu, bulan dan bintang-bintang yang Kupasang: Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatkannya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Kauciptakan dia hampir setara dengan Allah, Kaumahkotai dengan kemuliaan dan semarak. Kauberi dia kuasa atas buatan tanganMu, segala-galanya telah kautundukan di bawah kakinya”. Kalau Tuhan saja menghargai martabat dan keluhuran manusia bagaimana dengan kita? Banyak kali kita sebagai sesama bersikap menindas dan menginjak sesama. Sikap-sikap ini adalah sikap farisi. Orang berlaku seolah-olah baik padahal sebenarnya orang tidak baik.

Sikap Farisi ditunjukkan dengan melihat kelemahan-kelemahan orang lain. Orang suka menghitung kesalahan-kesalahan orang lain dan lupa bahwa dirinya juga orang bersalah. Dalam bacaan Injil hari ini, Markus melaporkan bahwa orang-orang Farisi datang dari Yerusalem untuk bertemu dengan Yesus. Mereka merasa aneh ketika melihat murid-murid Yesus makan tanpa membasuh tangan. Bagi orang-orang Farisi ini adalah suatu skandal. Mereka harus mengobservasi semua hukum Taurat dan melaksanakannya secara murni dan konsekuen.

Bagaimana sikap Yesus terhadap orang farisi? Sikap Yesus sangat jelas. Ia memperhatikan keluhuran martabat manusia bukan adat istiadat warisan manusia. Bagi Yesus, Hukum itu dibuat oleh manusia dan bukan manusia untuk hukum.  Itu sebabnya Yesus berkata kepada mereka: “Benarlah nubuat nabi Yesaya tentang kamu hai orang-orang munafik. Sebab bangsa ini memuliakan aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari padaKu. Percuma mereka padaKu karena ajaran mereka adalah perintah manusia. Perintah Allah diabaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia.” Kemunafikan! Ini kata yang tepat untuk manusia yang berperilaku jahat.



Mari saudara dan saudari, kita bergandengan tangan memperjuangkan harkat dan martabat manusia. Kita bisa menghargai martabat sesama kalau kita memiliki kemampuan untuk bersyukur senantiasa kepada Tuhan. Dialah Allah kita, Pencipta yang mengasihi kita apa adaanya. Sudahkah anda bersyukur karena Tuhan hadir dan mengasihimu? Apakah anda juga menyadari keagungan Tuhan di dalam dirimu dan berusaha untuk menghargai harkat dan martabat sesama? Mari berbenah diri.

Doa: Tuhan bantulah kami untuk tahu bersyukur bahwa kami adalah manusia, ciptaanMu. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply