Renungan 27 Februari 2013

Hari Rabu, Prapaskah II
Yer 18:18-20
Mzm 31:5-6.14.15-16
Mat 20:17-28

Melayani dengan dedikasi!

Banyak orang berpikir bahwa menjadi seorang pimpinan itu memiliki nilai plus yakni dilayani oleh orang lain dan dihormati di mana-mana. Padahal seharusnya menjadi pemimpin itu berarti menjadi pelayan. Pemimpin membaktikan dirinya, mematikan segala keinginannya dan hanya memfokuskan perhatiannya kepada pelayanan bagi sesama. Ini kiranya konsep kepemimpinan menurut Tuhan Yesus yang datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani bahkan menyerahkan nyawaNya sebagai tebusan bagi banyak orang.

Saya ingat figur Paus Benediktus XVI dan pelayanannya di dalam Gereja universal. Pada hari Minggu, 24 Februari yang lalu, ia menyampaikan berkat mingguan terakhirnya sebagai Paus di depan puluhan ribu umat Katolik yang memadati Lapangan Santo Petrus, Vatikan. Dari jendela apartemennya, ia mengatakan bahwa dirinya tak akan meninggalkan gereja setelah mengundurkan diri dari jabatan serta akan menjalani hidup dengan meditasi dan berdoa. Paus berkata: ”Tuhan meminta saya untuk mendedikasikan diri lebih banyak lewat meditasi dan doa. Ini bukan berarti saya meninggalkan gereja. Jika Tuhan meminta saya melakukan ini, saya akan melayani dengan dedikasi dan kasih yang sama, tetapi dengan cara yang lebih sesuai dengan usia dan kondisi saya”. Paus menutup berkat singkatnya dengan ucapan, ”Kita akan tetap dekat!” Umat membawa sejumlah spanduk, yang antara lain bertuliskan ”Bapa Suci, Kami Mengasihi Anda”. Pada spanduk lainnya tertulis ”Terima Kasih, Bapa Suci”.

Pengalaman Paus Benediktus XVI menjadi inspirasi bagi kita untuk memahami perikop Injil pada hari ini. Melayani dengan dedikasi bukan hanya sekedar melayani. Bisa jadi orang melayani demi popularitas semata. Melayani dengan dedikasi berarti memberi diri secara total bagi Tuhan dan sesama. Yesus menunjukkan pelayanan dengan dedikasi dalam peristiwa Paskah. Hari ini Penginjil Matius memberi kesaksian bahwa Yesus untuk ketiga kalinya memberitahukan tentang penderitaanNya: “Sekarang kita pergi ke Yerusalem, dan Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan Ahli-ahli Taurat dan mereka akan menjatuhkan hukuman mati. Mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya diolok-olok, disesah dan disalibkan, tetapi pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan”.

Warta penderitaan ini diumumkan Yesus ketika mereka sedang dalam perjalanan melewati Yeriko ke Yerusalem. Dalam pikiran para murid, Yesus akan mendirikan sebuah Kerajaan politik. Itu sebabnya Ibu anak-anak Zebedeus meminta tempat terhormat di samping kiri dan kanan Yesus. Yesus tahu bahwa kedua saudara akan meminum cawan deritaNya tetapi hal duduk di sisi kiri dan kanan adalah urusan Bapa di Surga. Hal yang paling urgen sekarang adalah pelayanan atau pemberian diri secara total untuk kebahagiaan sesama.

Pandangan Yesus tentang melayani berarti memberi diri seutuhnya baik kepada Tuhan maupun kepada sesama. Di sini dibutuhkan dedikasi total dari para pengikut Kristus. Dia menunjukkan teladanNya dalam peristiwa paskah. Ia mengasihi sampai tuntas! (Yoh 13:1). Yesus pernah berkata: “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Semua ini juga kita renungkan sepanjang masa prapaskah ini.

Pengalaman Yesus kiranya mirip dengan pengalama Yeremia. Dalam bacaan pertama kita mendengar bagaimana Yeremia juga menderita karena para lawannya yang tidak lain adalah orang-orang dekat Yeremia. Mereka mengadakan kesepakatan untuk melawan semua pengajarannya dan tidak mau memperhatikan perkataannya. Para musuh juga mau membunuhnya. dalam situasi yang sulit ini, Yeremia tidak punya pilihan lain selain kembali dan berpasrah pada Tuhan. Yeremia berharap agar Tuhan sendirilah yang akan menghancurkan para musuhnya. Hal yang baik bagi Yeremia adalah ia tidak menyimpan dendam tetapi tetap mendoakan musuh-musuhnya.

Sikap Yeremia dalam Perjanjian Lama dan Yesus dalam Perjanjian Baru kiranya menjadi kekuatan bagi kita dalam masa prapaskah ini untuk bertahan dalam penderitaan dan terus menerus melayani Tuhan dan sesama. Apapun persoalan dalam hidup, teruslah melayani. Tuhan sendiri terus melayani manusia meskipun dosa terus bertambah banyak. Jangan takut karena melayani dengan dedikasi membuat kita sungguh-sungguh menjadi Kristiani.

Saya akhiri renungan ini dengan mengutip FX Kardinal Nguyen Van Thuan: “Dalam karya pelayanan Gereja, aku akan menjadi seorang pelayan pesan Yesus yang setia dan rendah hati. Aku tidak akan menjadi aministrator yang rewel yang memperbesar hambatan-hambatan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi orang-orang yang sedang dalam perjalanan mencari Allah, dan karena hambatan-hambatan ini, mereka akhirnya merasa bimbang, putus asa, dan berpaling dari pencariannya. Aku ingin terbiasa mempertanyakan diriku: manakah dari tutur kataku, sikapku atau perilakuku yang menjauhkan orang-orang dari padaMu, Tuhan?”

Ingatlah,  kalau anda mau menjadi pelayan sejati, jauhkanlah dirimu dari segala macam ambisi pribadimu!

Doa: Tuhan, bantulah aku untuk menjadi pelayan yang setia, dan selalu bertahan kala ada derita yang mengiringi pelayananku.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply