Homili Hari Minggu Prapaskah III/C -2013

Hari Minggu, Prapaskah III/C
Kel 3:1-8a.13-15
Mzm 103:1-2.3-4.6-7.8.11
1Kor 10:1-6.10-12
Luk 13:1-9

Bertobatlah!

imageHari ini kita memasuki pekan Prapaskah III tahun C. Boleh dikatakan bahwa dari hari Rabu abu hingga hari Minggu ini kita sedang berada di pertengahan jalan penitensi dan pertobatan. Untuk sekedar mengingatkan bahwa pada pekan pertama prapaskah kita merenungkan Yesus yang menang terhadap tiga godaan yakni godaan terhadap kenikmatan hidup, kekuasaan dan popularitas. Godaan-godaan ini senantiasa mengganggu kehidupan manusia dan banyak kali semua atau salah satu godaan ini menguasai manusia. Hari Minggu yang lalu kita diajak untuk melihat Yesus sendiri saja yang memancarkan kemuliaanNya. Ia dapat menyelamatkan kita melalui segala penderitaan sampai wafat di kayu salib. KebangkitanNya merupakan kemenangan dan kemuliaanNya. Oleh karena itu kita patut mendengarNya sebagai Putera Allah dan satu-satunya penyelamat kita. Pada hari ini kita diingatkan untuk menyadari retret agung ini sebagai saat yang tepat untuk bertobat dan menerima Yesus di dalam hidup kita. Tuhan Yesus juga akan menunjukkan bahwa Bapa di surga itu sabar terhadap manusia yang berdosa. Manusia harus bertobat di hadiratNya yang mahakudus.

Aku adalah Allah ayahmu! Ini adalah ucapan Yahwe dalam bacaan pertama dari Kitab keluaran. dalam perikop kita digambarkan bagaimana Allah menampakkan diriNya kepada Musa dalam wujud belukar yang menyala di gunung Horeb. Pada waktu itu Musa sedang menggembalakan ternak Yitro, mertua dan imam di Midian. Musa melihat semak berduri menyala tetapi api tidak memakannya. Tentu saja hal ini membuat Musa terpancing untuk mendekati tempat tersebut. Ketika sedang menuju ke sana, ia mendengar suara yang mengingatkannya untuk melepaskan sepatu karena ia sedang berada di tempat yang kudus. Suara itu selanjutnya mengatakan kepada Musa, “Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub”. Perkataan Yahwe ini mau mempertegas relasi yang mendalam dan tiada putusnya di antara Yahwe dan manusia atau antara Tuhan dan umat pilihanNya. Mereka semua akan terikat dalam perjanjian dengan Allah sendiri.Relasi yang akrab dan mendalam ini mau menyadarkan Musa untuk menerima panggilan dan perutusan Tuhan untuk membebaskan umat Israel dari perbudakan Mesir. Allah sungguh-sungguh mewahyukan dirinya sebagai Allah yang benar bagi mereka. Dialah Yahwe, Elohim, “Aku adalah sang Aku” namanya.

Pengalaman Musa ini turut memperkuat Paulus dan jemaat di Korintus. Menurut Paulus, Allah yang diimani Musa dan umat Israel telah mengantar dan melindungi mereka hingga masuk tanah terjanji. Mereka melintasi laut dan padang gurun dengan selalu memandang tiang awan yang membimbing mereka. Tiang awan adalah shekina, tempat Tuhan bersemayam. Mereka makan manna di padang gurun dan minum air yang keluar dari dalam batu wadas. Paulus melihat pengalaman umat perjanjian lama dalam relasinya dengan sakramen Pembaptisan. Umat Israel telah dibaptis dalam awan dan laut. Jemaat Korintus diingatkan untuk memandang pada Yesus sebagai Batu karang rohani. Belajar dari orang Israel yang meninggal di padang gurun karena tidak taat, jemaat di Korintus perlu melakukan pertobatan. Apa yang harus dilakukan? Mereka diajak untuk tidak berbuat jahat, tidak bersungut-sungut. Mereka hendaknya berdiri dengan teguh dan tidak terjatuh.

Yesus dalam Bacaan Injil mengajak semua orang yang mengikutiNya untuk bertobat. Ada orang yang datang kepadaNya dengan membawa khabar tentang orang-orang Galilea yang dibunuh Pilatus dan darah mereka dicampur dengan darah kurban persembahan. Yesus dengan tegas berkata: “Sangkamu orang-orang Galilea itu lebih besar dosanya daripada dosa semua orang Galilea yang lain karena mereka mengalami nasib demikian? Tidak! Jikalau kamu tidak bertobat kamu semua akan binasa dengan cara demikian”. Yesus juga mengingatkan mereka tentang musibah dimana ada menara dekat Siloam yang rubuh dan menimpa delapan belas orang.  Sekali lagi Ia mengajak para pendengarnya untuk bertobat.

Tuhan juga menunjukkan kesabaranNya kepada umat manusia. Manusia yang tidak bertobat laksana pohon arah yang tidak berbuah. Yesus adalah pengurus kebun anggur yang memohon kesabaran dari Bapa untuk mengampuni kita. Dia akan berkata, “Tuan biarkanlah ia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah, kalau tidak tebanglah” (Luk 13:8-9). Tuhan selalu memberi kesempatan untuk bertobat, tetapi apakah kita sebagai pohon ara ini setia dan bersyukur atas kesempatan yang diberikan Tuhan? Apakah kita hanya sebatas berbangga sebagai orang yang dibaptis tetapi tidak ada usaha untuk bertobat sehingga menjadi serupa dengan Tuhan sendiri?

Sabda Tuhan hari ini membantu kita untuk sadar diri sebagai manusia yang lemah tetapi di kasihi Tuhan. Sebagaimana Musa di dalam Perjanjian Lama mencari dan bertemu dengan Tuhan di tempat di mana ia bekerja, demikian hendaknya kita juga merasakan semangat yang sama. Tempat di mana kita berdiri adalah tempat yang kudus. Tempat dan segala pekerjaan yang kita lakukan membantu kita bertumbuh menjadi kudus. Perjumpaan dengan Allah terjadi dalam hidup yang nyata. Kita juga diingatkan bahwa Tuhan sangat sabar dengan kita. Ia memberi kesempatan kepada kita untuk bertobat. Tentu bukan hanya sekedar bertobat tetapi pertobatan yang benar adalah pertobatan yang menghasilkan buah berlimpah. Tuhan Yesus mencangkul dan memberi pupuk melalui sakramen- sakramen, kehidupan devosional dan praktek-praktek kesalehan lainnya. Hal-hal yang kita lakukan itu diharapkan menghasilkan buah, dalam hal ini hidup kita semakin baik dan layak di hadirat Tuhan. Mari kita bertobat!

Doa: Tuhan, anugerahkanlah pertobatan kepada kami sehingga layak merayakan kebangkitan PuteraMu. Amen.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply