Homili Hari Minggu Prapaskah V/C

Hari Minggu Prapaskah V/C
Yes 43:16-21
Mzm 125:1-2b.2c-3.4-5.6
Flp 3:8-14
Yoh 8:1-11

Jangan berbuat dosa lagi!

imageAda seorang anak yang sangat nakal. Hidupnya identik dengan semua kenakalan yang ia buat. Pada suatu kesempatan ia mencuri pisang. Ia ditangkap dan dihadapkan kepada ketua RT. Semua orang mengutuk anak ini bersama orang tuanya. Ada yang mengatakan orang tuanya pasti pencuri sehingga anaknya juga pencuri. Pokoknya tidak ada seorang pun yang mengatakan hal yang baik untuk mengubah hati anak yang gemar mencuri itu untuk menjadi lebih baik. Sang ketua RT adalah satu-satunya yang memilih diam. Setelah semua orang selesai menghakimi anak ini secara verbal maka ketua RT berdiri dan bertanya: “Apakah kalian semua tidak pernah menjadi anak remaja yang miskin di kampung ini? Apakah kalian tidak punya anak remaja di rumah? Anak ini mencuri karena memang masanya dia mencuri. Dia belum sadar dan belum punya rasa malu. Tetapi akan tiba saatnya ia akan sadar dan merasa malu dengan perbuatannya. Saya berharap ia akan menjadi orang baik di kampung ini” Ada di antara mereka yang diam, sadar dan malu, ada juga yang tetap menggerutu dan mengutuk sang ketua RT karena pro anak yang mencuri  pisang. Anak itu dipulangkan ke rumahnya, dia menyadari kenakalannya dan berubah total. Pertobatannya ini menjadikan dia sebagai orang yang paling berprestasi dan hidup sosialnya tinggi di kampungnya sekarang.

Banyak kali kita berhadapan dengan situasi-situasi seperti ini. Betapa mudahnya kita mengadili seseorang dan kita lupa bahwa kita juga tidak jauh berbeda dengannya. Kita berpikir hidup kita lebih sempurna karena tidak melakukan dosa ini dan itu. Padahal mungkin salah satu dosa kita adalah tidak memperhatikan sesama yang berdosa sehingga mereka tetap berdosa. Seandainya kita boleh memperhatikan mereka dengan kebaikan-kebaikan maka tentu mereka juga akan berubah menjadi orang baik. Bukankah manusia diciptakan sewajah dengan Tuhan yang mahabaik dan ini berarti manusia dari awalnya adalah orang baik?

Tuhan Yesus hari ini membantu kita untuk mengubah cara kita berpikir terhadap kaum pendosa. Dikisahkan oleh Penginjil Yohanes bahwa pada suatu pagi Yesus pergi ke bukit Zaitun kemudian masuk ke dalam Bait Allah. Ia mengajar banyak orang. Pada saat itu para ahli Taurat dan kaum Farisi membawa kepadaNya seorang wanita yang kedapatan berzinah. Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah untuk diadili berdasarkan hukum Musa dengan melemparinya dengan batu. Mereka meminta pendapat Yesus tentang kasus ini. Yesus tidak menjawab pertanyaan mereka. Ia hanya membungkuk dan menulis. Setelah itu Ia memandang mereka semua dan dengan suara lantang ia berkata: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan ini”.  Mereka mundur dan tidak melempar perempuan itu dengan batu. Ketika hanya mereka berdua saja, Yesus menasihati perempuan itu: “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang”.

Kisah Injil ini menarik perhatian kita semua. Di satu pihak orang-orang Farisi dan para ahli Taurat hebat karena mengetahui isi hukum Taurat Musa tetapi mereka memahami secara harafiah dan tidak menghayatinya. Mereka berkata: “Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita supaya melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat Yesus tentang kasus ini?” Di lain pihak figur seorang Yesus yang hebat karena mengasihi semua orang apa adanya. Yesus hanya menulis ke tanah sambil memikirkan situasi bathin perempuan ini. Semua orang menunjuk jarinya kepada perempuan itu sebagai perempuan berdosa, banyak kata kasar ditujukan kepadanya. Semua orang lupa akan laki-laki yang berzinah dengan perempuan itu dan juga orang-orang yang mengintip mereka berzinah.

Yesus memang melihat sesuatu yang lebih dalam. Tentu bukan hanya memikirkan suasana bathin perempuan itu tetapi  Yesus juga melihat jati diri perempuan itu. Ada potensi kebaikan karena ia juga diciptakan oleh Bapa yang mahabaik dan semua nya baik adanya. Oleh karena adanya potensi kebaikan ini maka bagi Yesus, orang ini tentu akan berubah menjadi baik. Maka yang dilakukan Yesus adalah membangun harga diri perempuan itu supaya ia sendiri yakin memiliki potensi dirinya baik dan akan berubah atau bertobat menjadi baik. Dengan demikian kalau perempuan ini merasa memiliki potensi untuk menjadi baik maka tentu ia akan menjadi baik dengan tidak berbuat dosa lagi.

Pengalaman perempuan ini kiranya mirip dengan pengalaman umat Israel dalam pembuangan di negeri asing Babel sebagaimana kita dengar dalam bacaan pertama. Di sana mereka dihantui oleh semua dosa dan salah sehingga mereka merasa bahwa Tuhan lupa dengan mereka. Tetapi melalui nabi Yesaya, Tuhan menyadarkan mereka bahwa Ia adalah Bapa yang penuh kasih. Ia telah membuat jalan melalui laut dan melalui air yang hebat. Kereta dan kuda disuruhnya pulang dari perang dan membawa tentara serta pasukan yang gagah, yang terbaring dan tidak dapat bangkit lagi, yang sudah mati dan padam sumbunya. Tuhan bersabda: “Janganlah mengingat-ingat hal yang dahulu dan janganlah memperhatikan hal-hal yang terjadi pada zaman purbakala! Aku hendak membuat sesuatu yang baru dan Aku akan memberi minum umat pilihanKu”  Di sini Tuhan tidak memperhitungkan dosa-dosa Israel, tetapi Ia memperhatikan iman dan harapan mereka. Ia melihat potensi kebaikan terutama iman, harapan dan kasih mereka kepadaNya.

St. Paulus juga merasakan hal yang mirip dan dibagikan dalam bacaan kedua hari ini. Ia mengetahui masa lalunya yang kelam maka dirinya hanya seorang Saulus. Tetapi kini ia merasakan sesuatu yang berbeda: segala sesuatu dianggapnya rugi sedang Yesus jauh lebih bernilai. Dia berani melepaskan semuanya karena Kristus melebih segalanya. Ia merasa diri ditangkap oleh Kristus maka ia berusaha untuk melepaskan segala sesuatu, sambil membentuk diri menjadi serupa dengan Dia dalam kematianNya”.  Ia mau mewujudkan panggilan surgawi dari Allah di dalam Kristus Yesus.

Bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini mengajak kita untuk bertumbuh menjadi baru. Berkat penderitaan Kristus marilah kita belajar untuk melihat potensi kebaikan di dalam diri sesama. Banyak kali kita hidup dalam prasangka buruk terhadap orang lain karena perasaan bersalah atau berdosa sudah mati di dalam diri kita. Kita menganggap diri tidak berdosa atau bersalah, hanya orang lain yang hidupnya dalam dosa. Kita butuh Tuhan Yesus untuk membaharui kita.

Kita juga diingatkan untuk mendidik generasi muda supaya bertumbuh dalam suasana saling menghormati. Para orang tua kadang-kadang keliru mendidik anaknya ketika menjelekkan orang lain di hadapan anaknya. Misalnya, “Anak itu bapaknya pencuri. Hati-hati bergaul dengan anaknya karena kamu bisa ikut mencuri seperti  bapaknya”. Anak itu bertumbuh dalam prasangka buruk terhadap temannya dan anak itu juga akan berubah kehidupan sosialnya.

Mari kita berusaha untuk bertobat dengan mengakui dosa dan salah kita melalui sakramen keempat. Bertobat, berdamai dengan Tuhan. Bertobat berarti berbalik kepada Tuhan. Dialah Bapa yang murah hati dan akan mengampuni dan mengasihi kita.

Doa: Tuhan, ampunilah dosa dan salah kami. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply