Renungan 3 April 2013

Rabu  Oktaf Paskah

Kis 3:1-10

Mzm 105:1-2.3-4.4. 6-7.8-9

Luk 24:13-35

Mane Nobiscum Domine!
Ada dua orang yang sama-sama menjadi penumpang busway dari Harmoni ke ITC Cempaka Mas. Mereka duduk berdampingan dan ada kesempatan saling berkenalan. Si Teddy mengenakan kalung dengan salib dan corpus Jesus. Si Tino tidak menggunakan salib atau lambang apa pun. Sambil duduk bersama mereka saling memandang dan tersenyum. Mereka bercerita banyak hal dan pada akhirnya menjadi serius ketika bercerita tentang Yesus. Ternyata ceritanya tidak berhenti pada Yesus tetapi pada orang-orang yang mengikuti Yesus. Menurut Teddy, orang kristiani yang baik harus menggunakan lambang-lambang bernuansa kristiani sehingga tetap menjadi kenangan. Tino mengatakan, lambang hanya lambang tidak memiliki makna. Lambang harus memberi arti pada kehidupan pribadi. Misalnya menggunakan salib berarti harus berani memikul salib. Jadi ada sinkronisasi antara hidup dan perbuatan nyata. Mereka turun di ITC Cempaka Mas dengan banyak sharing dan pencerahan tentang hidup kristiani.
Hari ini kita berjumpa lagi dengan figur Petrus dan Yohanes. Pada  hari minggu paskah kita

sama-sama merefleksikan kedua figur ini: Petrus adalah figur hirarkis yang berjalan perlahan namun pasti. Yohanes adalah figur karismatis Gereja yang berjalan cepat tetapi taat pada hirarki. Kali ini mereka berdua masuk ke dalam Bait Allah pada sore hari. Di sana ada seorang laki-laki yang lumpuh dan miskin. Ketika melihatnya, Petrus berkata kepadanya: “Saudara, lihatlah kepada kami.” Ia melihat dengan harapan akan mendapat sesuatu dari Petrus dan Yohanes tetapi Petrus berkata: “Emas dan perak tidak ada padaku! Tetapi apa yang kupunya kuberikan padamu: Demi nama Yesus Kristus orang Nazareth itu berjalanlah”. Orang itu menjadi sembuh, melompat dan memuji Allah. Semua orang takjub karena melihat tanda besar: si lumpuh miskin sudah berjalan normal karena nama Yesus.

 

Petrus dan Yohanes menunjukkan suatu hal yang istimewa yaitu mereka tidak hanya berbicara tetapi melakukan. Mereka memperkenalkan Kristus bukan dengan kata-kata kosong tetapi dengan perbuatan kasih. Teladan kedua rasul ini tetap menjadi inspirasi hidup bagi gereja. Sikap bela rasa terhadap kaum miskin papa dan orang yang sakit adalah opsi Gereja dalam pelayanan dan persaudaraan. Nah tinggal bagaimana orang mau menghayati hidupnya sebagai pengikut Kristus. Apakah gereja hanya bisa berteriak dan mengadili umat atau melayani kaum papa miskin seperti yang dilakukan Yesus dan para muridNya.

 

Yesus dalam bacaan Injil menunjukkan sukap bela rasaNya terhadap kedua muridNya yang sedang melakukan perjalanan ke Emaus. Kleofas dan temannya sedang sedih, kecewa dan

bingung maka mereka memilih untuk meninggalkan Yerusalem sebagai pusat iman mereka. Di sanalah rasa terpesona mereka pada Yesus berawal. Hanya sayang sekali Yesus yang mereka kagumi wafat di kayu salib. Itu sebabnya mereka mau kembali dan hidup biasa-biasa sambil mengenang Yesus. Di saat sedih dan serasa ada pergumulan hidup seperti ini maka, Yesus hadir dan menemani perjalanan hidup mereka. Ia berekaristi bersama mereka dengan menjelaskan Kitab Suci dan memecahkan roti serta membagi-baginya kepada mereka. Pada saat itulah mereka mengenal Dia. Hati mereka berkobar-kobar ketika bersama Yesus. Ekaristi bersama Yesus membuat mereka kuat dan kembali ke Yerusalem sebagai rasul Kristus yang bangkit. Satu kalimat yang menarik perhatian kita dari Kleopas dan temannya adalah: Mane Nobiscum Domine. Mereka memohon supaya Tuhan tetap tinggal bersama mereka.

 

Yesus menunjukkan bela rasaNya dalam hal apa?

Pertama, Yesus berekaristi. Dia mulai dengan Sabda yang menjelaskan diriNya sendiri kemudian memecahkan roti, mengucap berkat dan membagikan kepada kedua muridNya. Yesus menggunakan waktu yang cukup untuk menjelaskan seluruh isi Kitab Suci, mulai dari Kitab Taurat sampai Kitab para nabi. Penjelasan ini membuat hati mereka berkobar-kobar. Yesus memecahkan roti di hadapan kedua murid, dan saat itu mereka mengenalNya. Apa artinya ini bagi kita? Perayaan Ekaristi kita terdiri atas dua bagian penting yaitu liturgi sabda dan liturgi Ekaristi. Kadang-kadang orang tidak berpartisipasi dalam kedua bagian ini. Selalu ada keberatan karena homili romo tidak menarik dan tidak kontekstual, lebih suka terima komuni saja. Ini sungguh keliru! Dengan sabda kita dperbaharui karena hati berkobar-kobar. Dengan Ekaristi atau komuni kudus kita mengenal Yesus lebih dalam.

 

Kedua, Yesus membantu para orang tua dan pembina anak-anak serta orang muda untuk selalu hadir. Kehadiran para orang tua dan kemampuan untuk selalu mendengar anak-anak adalah hal yang esensial dalam pendidikan anak-anak. Anak-anak kadang-kadang hidup dalam kekecewaan, ketakutan, stress, frustrasi. Ini adalah kesempatan yang baik orang tua dan para pendidik menjadi alter Christus. Hadirlah, dampingilah dalam perjalanan hidup mereka, dengarlah keluh kesah mereka dan berikan solusinya melalui nasihat-nasihat yang baik. Yesus sendiri melakukan semua ini bagi kedua murid Emaus. Hai para orang tua, jangan pernah merasa rugi meluangkan waktumu bagi anak-anak. Ini adalah bela rasa yang paling baik dalam panggilanmu sebagai orang tua.

 

Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk berbela rasa dengan sesama dalam berbagai aspek kehidupan. Kepada kaum papa miskin, yang sakit dan menderita kita menunjukkan bela rasa kita dengan selalu hadir dan meneguhkan, membawa Kristus kepada mereka. Kepada anak-anak di rumah dan siapa saja yang Tuhan berikan kepada kita, kita hadir, mendengar, memberi nasihat dan makan bersama mereka. Pada saat makan bersama, cinta kasih yang tersembunyi menjadi nyata. Orang tua akan mengenal keaslian perilaku anaknya di meja makan!
Doa: Tuhan, bantulah kami untuk berempati dengan sesama yang menderita. Amen
PJSDB

 

Leave a Reply

Leave a Reply