Homili Hari Minggu Paskah IV/C – 2013

Hari Minggu Paskah IV/C

Kis 13:14.43-52
Mzm 100:2.3.5
Why 7:9.14b-17
Yoh 10:27-30
Aku memberi hidup kekal kepada domba-dombaKu!
Dalam suatu pertemuan saya mendengar sharing seorang sahabat yang sederhana tetapi memiliki makna yang mendalam. Baginya, salah seorang yang sangat dia kagumi adalah guru Sekolah Dasarnya. Mengapa ia kagumi? Karena gurunya itu setiap masuk kelas selalu membaca nama siswa dan siswi dan menyapa mereka dengan nama panggilan yang akrab. Oleh karena kebiasaan baiknya ini maka ia mengenal semua siswa dan siswi yang pernah melewati kelasnya. Setelah dua puluh tahun ia kembali dan menjumpai gurunya itu. Dari jauh gurunya sudah memanggil namanya dan memberi senyum khas kepadanya. Ia spontan mengatakan dalam hatinya bahwa hal seperti ini belum dialaminya di dalam keluarga sendiri. Saling menyapa memiliki power yang luar biasa. Orang merasa dikasihi apa adanya dan dengan demikian orang itu juga dapat mengasihi tanpa memilih siapa yang ada di hadapannya.

Hari ini kita merayakan hari Minggu Panggilan ke-50, dimana fokus kita adalah mendoakan

panggilan. Paus Emeritus Benediktus XVI, pada tanggal 6 Oktober 2012 yang lalu menulis pesannya pada hari minggu panggilan tahun 2013 dengan tema: Panggilan  sebagai suatu tanda harapan berdasarkan iman. Tema ini kiranya cocok dengan tahun iman yang sedang kita hayati dan bertepatan dengan 50 tahun Konsili Vatikan II. Banyak umat menggunakan kesempatan ini untuk mendoakan panggilan-panggilan baru di dalam Gereja. Tuhan yang punya orang atau pekerja dan Dialah yang punya hak untuk mengirim pekerjaNya. Kita sebagai manusia berdoa dan meminta dengan sungguh-sungguh para pekerja. Dengan merayakan hari Minggu Panggilan ini menunjukkan suatu komitmen Gereja bahwa panggilan imamat dan hidup bakti itu sangatlah penting. Bagi Paus Benediktus, panggilan hidup bakti lahir dari perjumpaan pribadi dengan Kristus. Perjumpaan pribadi ditandai dengan dialog yang terus menerus dalam doa. Dampak doa yang mendalam dari dalam hati para imam memberikan dampak positif bagi umat yang dilayaninya.

Yesus dalam bacaan Injil hari ini berlaku sebagai gembala yang baik. Kekhasannya adalah Yesus sungguh-sungguh menjadi gembala dan domba-domba mengenal suaraNya. Sang Gembala yang Baik mengenal mereka satu persatu dan mereka juga mengikutiNya. Konsekuensi mendengar Yesus adalah memperoleh anugerah hidup abadi sesuai yang telah dijanjikanNya. Yesus sebagai gembala baik melindungi domba-domba dari musuh-musuh. Pada umumnya para musuh adalah pribadi-pribadi yang ada di sekitar domba-domba. Bapa di surga berperan memberikan anak-anak manusia kepada Yesus untuk dianugerahi hidup kekal. Ketika anak-anak manusia ada di dalam tangan Bapa maka tidak ada kuasa apapun yang memisahkan mereka dari kasih Bapa di Surga. Mengapa? Karena Yesus  dan Bapa adalah satu. Yesus dengan tegas mengatakan: “Aku dan Bapa adalah satu”.

Gembala atau pemimpin yang baik memang memiliki tugas mulia. Ia selalu hadir di tengah-tengah orang kepunyaanNya. Dampak kehadiranNya adalah orang merasakan pembaharuan hidup. KehadiranNya membuat banyak orang mau mendengar dan berubah di dalam hidupnya. Yesus sendiri sebagai gembala baik bahkan memilih titik yang ekstrim yakni wafat di kayu salib sebagai tanda persembahan diriNya bagi keselamatan umat manusia. Satu hal lain yang kiranya tidak bisa kita lupakan adalah Yesus tidak melakukan tindakan sebagai gembala sendirian. Ia sendiri mengakui bahwa diriNya melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa dan Bapa sendiri menarik semua orang kepada Yesus untuk diselamatkan.

Apa yang harus kita lakukan? Sikap gembala baik dari Yesus merupakan ungkapan

kepedulian Allah bagi setiap pribadi. Yesus sudah diutus Bapa maka setiap pribadi harus menerima dan percaya kepadaNya. Bagi orang yang mengalami panggilan istimewa juga diajak untuk pertama-tama percaya kepada Yesus sehingga dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan Yesus. Diharapkan agar orang-orang terpanggil itu setia dalam panggilannya. Domba yang setia akan memiliki hidup kekal.

Yohanes dalam bacaan kedua mengisahkan penglihatannya. Ia melihat suatu kumpulan orang banyak yang tidak terhitung banyaknya dari segala bangsa, suku, kaum dan bahasa. Mereka semua berdiri di hadapan takhta dan Anak Domba dengan mengenakan jubah putih dan daun-daun palem ada di tangan mereka. Mereka adalah para kudus yang telah menyerahkan dirinya secara total bahkan melalui kemartiran. Mereka layak untuk masuk surga dan melayani Tuhan siang dan malam. Yohanes pada akhirnya mengatakan bahwa orang-orang itu tidak akan menderita lagi. Anak Domba akan menjadi gembala dan menuntun mereka kepada air kehidupan.

Visi Yohanes ini mau mengatakan juga bahwa untuk melakukan pekerjaan Tuhan sebagai

gembala saat ini bukanlah hal yang muda. Para Rasul sendiri mengalami penolakan dan penganiayaan. Adalah sukacita besar di surga ketika seorang utusan tetap setia bahkan sampai menjadi martir. Paulus dan Barnabas mengalami penolakan ketika mereka mewartakan injil dari Antiokhia ke Pisidia. Namun Paulus dan Barnabas tetap berani mewartakan kasih Kristus bukan lagi kepada mereka tetapi kepada bangsa-bangsa lain. Dengan mengebaskan debu di kaki di daerah itu mereka lalu pergi mewartakan Injil di Ikonium. Roh Kudus tetap bekerja dan memberi sukacita kepada orang-orang yang percaya di Antiokhia. Hal yang kiranya penting untuk kita refleksikan adalah Tuhan menghendaki agar semua orang diselamatkan, bukan hanya satu bangsa khusus.

Mari kita mendoakan panggilan-panggilan khususnya kaum muda untuk melayani  dan menjadi Gembala bagi Gereja. Gereja membutuhkannya banyak orang muda untuk mempersembahkan diriNya dalam pelayanan-pelayanan dan dalam usaha melakukan pekerjaan-pekerjaan Yesus. Kita berdoa bagi keluarga-keluarga muda untuk membaktikan diri, mendidik anak-anak dan memperkenalkan panggilan Tuhan bagi mereka.
Doa: Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau menjadi gembala baik bagi kami. Amen
PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply