Renungan 22 April 2013

Hari Senin, Paskah IV

Kis 11:1-18
Mzm 42:2-3;43:3.4
Yoh 10:1-10

Keselamatan bagi semua orang

Komunitas gereja perdana merasa bangga bisa mengikuti Yesus dari Nazaret. Setelah menerima Roh Kudus pada hari Pentekosta, para pengikut Tuhan semakin berani untuk mewartakan injil, menata komunitas dengan semangat sehati dan sejiwa dan melakukan ekspansi ke daerah-daerah lain sesuai pesan Yesus: “Karena itu pergilah, jadikanlah segala bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman” (Mat 28:19-20). Masalah yang muncul adalah di antara para pengikut Tuhan masih banyak yang sifat nasionalismenya tinggi dan merasa diri sebagai status quo keselamatan. Mereka berpikir bahwa Yesus orang Yahudi maka FirmanNya hanya diperuntukkan bagi orang Yahudi saja.


Lukas dalam Kisah Para Rasul menceritakan bagaimana keadaan nyata Gereja Perdana.

Para Rasul dan saudara-saudara di Yudea mendengar bahwa bangsa-bangsa lain juga menerima Firman Allah. Orang-orang bersunat di Yerusalem melayangkan protes kerasnya kepada Petrus karena ia juga masuk ke rumah orang-orang tak bersunat dan makan bersama-sama mereka. Tetapi Petrus menjelaskan bahwa semua ini bukan kehendaknya melainkan kehendak Tuhan untuk menyelamatkan semua orang. Oleh karena itu tindakannya terhadap Kornelius seorang perwira Romawi dan keluarganya adalah kehendak Tuhan. Tuhanlah yang mau menyelamatkan mereka. Petrus hanyalah seorang utusan Tuhan. Petrus juga mengingatkan saudara-saudara akan pengalaman Pentekosta terutama bahwa mereka semua dibaptis dengan Roh Kudus maka setiap tindakan atau karya Roh, tidak dapat dicegah.


Pengalaman Petrus ini menarik dalam konteks kehidupan menggereja. Orang-orang kristiani di Yerusalem adalah orang-orang Yahudi yang menjadi pengikut Yesus dari Nazaret. Mereka memiliki latar belakang pendidikan, prasangka-prasangka sosial dan perasaan-perasaan tertentu. Mereka saat itu belum mengerti bagaimana seseorang menjadi anggota keluarga Yesus. Apakah hanya orang Yahudi atau kaum bersunat atau orang-orang bukan Yahudi atau tak bersunat juga memiliki hak untuk menjadi pengikut Kristus dan diselamatkan oleh Yesus. Apakah orang bukan Yahudi dapat menjadi saudara tanpa melalui sunat? Situasi gereja yang majemuk sekarang ini membutuhkan pemimpin-pemimpin yang tidak takut seperti Petrus. Pemimpin yang berani menjadi pintu masuk bagi dialog kehidupan, bagi persaudaraan sejati baik di dalam gereja sendiri maupun di luar gereja.

Menjadi pintu masuk? Penginjil Yohanes hari ini memperkenalkan diskursus Yesus tentang Gembala Baik. Kepada orang-orang Farisi Yesus berkata: “Sesungguhnya siapa yang masuk ke dalam kandang domba tidak melalui pintu, tetapi memanjat tembok, ia adalah seorang pencuri dan perampok, tetapi siapa yang masuk melalui pintu, dialah gembala domba”. Perkataan Yesus ini menunjuk pada pengalaman konkret para gembala di Israel. Ada kandang domba yang berisi banyak domba. Kandang itu tentu memiliki penjaga dan pelindung bagi domba-domba. Penjaga dan pelindung domba berinteraksi dengan domba melalui pintu yang benar. kalau orang yang bukan penjaga dan pelindung domba disebut pencuri dan perampok karena mereka masuk ke dalam kandang tanpa melalui pintu.


Gembala domba memiliki kredibilitas yang tinggi. Kehadiriannya di kandang domba

membuat para pembantu bersedia membuka pintu kandang, domba-domba mendengar suaranya, ia memanggil domba-domba sesuai namanya dan menuntun keluar. ia akan berjalan di depan domba-domba dan domba-domba mengikutinya karena mereka mengenal suaranya. Sang gembala memang sangat kredibel. Ia bersahabat dengan domba-dombanya. Ia hebat karena memberi nama kepada semua domba, dan memanggil mereka sesuai dengan nama yang telah ia berikan. Ketika nama disebut, mereka mendengar suara dan mengikutinya. Kita boleh bertanya, bagaimana kemampuan kita untuk memperhatikan saudara-saudari dan anak-anak atau anggota keluarga? Apakah anda memberi dan memanggil nama anak-anak, saudara  saudari sesuai dengan namanya? Anda tidak akan menjadi pemimpin yang berhasil kalau tidak bisa mengingat nama orang-orang disekitarmu.


Saya teringat pada kisah opa dan oma yang kemesraannya tiada batasnya. Ketika oma merayakan hari ulang tahunnya yang ke 95, semua keluarga besar hadir untuk merayakannya. Pada saat itu semua anak dan cucu kaget karena sampai usia 95 tahun, opa masih memanggil nama oma dengan sapaan “Sayangku”. Seorang cucu berani bertanya kepadanya mengapa ia memanggil oma seperti itu. Opa berbisik kepada cucu, “Ssst ini rahasia opa dan cucu ya. Opa sudah lama lupa nama oma maka lebih mudah menyapanya sayangku”. Apakah sapaan kita harus berubah? Yesus memanggil kita dengan nama masing-masing.

Rupa-rupanya perumpamaan Yesus kepada kaum Farisi juga belum dimengerti. Oleh karena itu Yesus berkata lagi: “Sesungguhnya Akulah pintu kepada domba-domba. Semua yang datang sebelum Aku adalah pencuri dan perampok, dan domba-domba tidak mendengarkan mereka. Akulah pintu, dan barangsiapa masuk melalui pintu akan selamat. Ia akan masuk keluar dan menemukan padang rumput.” Benar, Yesus adalah pintu dimana semua orang dapat memiliki kelimpahan hidup.


Sabda Tuhan hari ini membuka wawasan kita untuk mengerti bahwa Yesus datang untuk menyelamatkan semua orang. Orang-orang dari berbagai suku, bangsa dan bahasa memiliki hak yang sama untuk diselamatkan oleh Yesus. Yesus adalah gembala yang mengenal domba-domba dan domba-domba juga mengenal suaraNya. Yesus juga menjadi pintu untuk mempersatukan Allah Bapa dan manusia. Apakah anda sungguh percaya bahwa Yesus adalah Pintu masuk kepada keselamatan abadi?

Doa: Tuhan, Kami mengucapkan sukur dan terima kasih kepadaMu karena Engkau senantiasa bersedia untuk menjadi gembala dan pintu masuk bagi kami. Bantulah kami agar menjadi gembala yang baik dan pintu masuk bagi banyak orang. Amen

PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply