Renungan 10 Mei 2013

Hari Jumat Pekan VI Paskah

Kis 18:9-18

Mzm 47:2-3.4-5.6-7

Yoh 16:20-23

Jangan takut memberitakan Firman

Dalam sebuah wawancara dengan para seminaris, saya bertanya kepada salah seorang calon perihal apa yang sedang dia pikirkan sebagai calon imam masa depan, khususnya apa yang akan ia lakukan setelah menjadi imam. Ia menjawab, “Sejak dulu saya ingin merayakan Ekaristi”. Saya bertanya kepadanya, “Apakah hanya ini saja harapanmu?” Ia menjawab, “Saya juga mau melayani sesama”. Saya bertanya kepadanya lagi, “Apakah hanya ini saja harapanmu?” Ia menjawab, “Ya begitulah kira-kira isi cita-cita saya untuk menjadi imam”. Saya memintanya untuk merenungkan lagi panggilan dan memurnikan motivasinya sebagai calon imam. Wawancara ini dilakukan setelah calon ini menyelesaikan empat tahun pembinaan di seminari menengah.

Menjadi imam bukan hanya untuk merayakan Ekaristi saja tetapi yang terpenting adalah

menghadirkan Kristus di dalam perayaan Ekaristi sehingga umat yang berpartisipasi dapat menerima dan hidup bersama Kristus. Menjadi imam bukan hanya sekedar melayani sesama karena banyak orang dapat melakukannya bahkan lebih baik dari seorang imam. Dalam melayani, seorang iman juga menghadirkan Yesus Kristus, sang Putera Allah yang melayani GerejaNya. Dengan demikian pelayanannya benar-benar sama dengan Kristus yang melayani GerejaNya. Seorang sahabat pernah berkata, “Saya sebenarnya tidak mau tahu apakah imam itu homilinya bagus atau tidak bagus karena semua itu tergantung pada kemampuan pribadinya. Bagi saya yang terpenting adalah apakah imam itu bahagia tinggal bersama Yesus sehingga kebahagiaannya itu dapat dibagikan kepada kita dalam hidup dan pelayanannya”. 

Hari ini kita berjumpa lagi dengan figur St. Paulus. Dalam perjalanan misionernya yang kedua, ia benar-benar menunjukkan dedikasi dan keberaniannya untuk mewartakan Injil. Pada awal perjalanan misionernya ini, ia benar-benar menyerahkan dirinya kepada Tuhan dan siap dibimbing oleh Roh Yesus yang bangkit. Dengan demikian pengalaman menderita, dianiaya, dipenjarakan dan ditolak oleh orang-orang tidaklah menghalanginya untuk tetap berani mewartakan Injil. Ketika tiba di Korintus Tuhan berfirman kepada Paulus: “Jangan takut! Teruslah memberitakan Firman dan jangan diam! Sebab Aku menyertai engkau dan tidak seorang pun  yang menjamah dan menganiaya engkau sebab banyak umatKu di kota ini”.

Tentu saja ada di antara kita yang berkomentar bahwa Tuhan selalu berjanji untuk menyertai umatNya hingga akhir zaman, tetapi mengapa umatNya harus mengalami berbagai penderitaan, penganiayaan dan penolakan? Murid-murid Kristus memang harus masuk melalui pintu yang sesak (Mat 7:13-14). Ia harus menyangkal diri, memikul salib hari demi hari dan mengikuti Yesus (Mat 16:24). Sebagai pengikut Kristus, jangan takut untuk berkurban karena Kristus sudah melakukannya dalam karya penebusan. Seluruh hidupNya dipersembahkan satu kali untuk selamanya bagi umat manusia.
Tuhan memberanikan Paulus karena Ia tahu bahwa Paulus tetap tidak luput dari berbagai

penderitaan, penganiayaan dan penolakan. Setelah Tuhan memberanikannya, Paulus masih mengalami penolakan bahkan harus diadili di Korintus dengan dakwaan bahwa ia berusaha meyakinkan orang untuk beribadah kepada Allah dengan jalan yang bertentangan dengan hukum. Paulus pada akhirnya meninggalkan Korintus menuju ke Siria, sesudah mencukur rambutnya di Kenkrea sesuai dengan nazarnya.

Gereja pada zaman ini hendaknya merasa dijiwai oleh Roh Kudus sehingga berani seperti Paulus. Memang banyak kritikan dan pukulan dari berbagai arah dengan tujuan menghancurkan Gereja, tetapi Roh Allah tetap berkarya. Roh Kudus dari Allah tetap menguatkan Gereja untuk setia dalam melayani, tidak takut menghadirkan Kristus dan nilai-nilai InjilNya di tengah dunia modern.
Berbagai penderitaan yang sedang di alami oleh Gereja sebenarnya sudah dikatakan juga

oleh Yesus dalam amanat perpisahanNya. Yesus berkata kepada para muridNya: “Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira. Kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita”. (Yoh 16:20). Yesus memberi motivasi supaya para muridNya tetap kuat dan bertahan dalam melayani. Tentu hal ini dapat dihayati dengan bantuan Roh Kudus yang dijanjikan Yesus sendiri. Bahkan untuk memperjelas amanatNya, Yesus mengambil contoh perempuan yang kesakitan saat bersalin, akan merasa bahagia ketika melihat wajah bayinya. Ia dengan sendirinya akan melupakan penderitaannya. Jadi nilai pengorbanan diri sangatlah penting. Dengan mengurbankan diri dalam melayani maka akan lahir sukacita yang kekal.

Kita juga dibantu untuk menyadari bahwa segala penderitaan para pengikut Kristus sifatnya sementara, sama seperti seorang wanita yang sakit bersalin. Ketika kita menderita bersama Kristus, Ia akan mengubah penderitaan menjadi sukacita. Penulis Louis Evely menulis: “Sukacita kristiani bukanlah berarti lepas dari penderitaan, justru sukacita adalah usaha mengatasi penderitaan”. Paulus dengan tepat mengungkapkan pengalaman imannya: “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan  dalam dagingku apa yang kurang dalam penderitaan Kristus, untuk tubuhNya yaitu jemaat” (Kol 1:24)

Sabda Tuhan hari ini mengarahkan kita untuk mengikuti kehendak Tuhan bagi diri kita

masing-masing dalam hidup dan pelayanan. Kita diajak oleh Tuhan untuk berani menjadi pewarta-pewarta yang tangguh dalam dunia modern ini. Mari dengan kuasa Roh Kudus kita berani dan tidak kenal lelah bekerja, melayani Tuhan dan sesama. Ingat, upahmu besar di surga!

Doa: Tuhan Yesus, bantulah kami untuk menyadari nilai pengorbanan diri dalam hidup kami setiap hari. Amen
PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply