Homily Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus/C

Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus

Kej 14:18-20

Mzm 110:1.2.3.4

1Kor 11:23-26

Luk 9:11b-17

Inilah Tubuh dan DarahKu Untukmu

Santo Yohanes Bosco adalah orang kudus yang memiliki devosi besar kepada Yesus  di dalam Sakramen Mahakudus. Dia banyak menulis tentang devosi kepada Yesus dalam Sakramen Mahakudus dan meminta supaya para Salesian Don Bosco (SDB) melanjutkan devosi ini turun temurun. Sebagai imam, ia pernah merayakan Ekaristi dimana hanya ada 8 hosti di dalam ciborium tetapi dapat memberi makan kepada 360 siswa yang hadir dalam perayaan Ekaristi tersebut. Don Bosco juga terkenal sebagai tukang mimpi. Pada suatu saat ia bermimpi berada bersama para siswanya di pinggir pantai yang terjal. Mereka melihat kapal-kapal dalam formasi perang dengan haluan yang tajam mirip tombak yang tajam. Semua kapal perlengkapan senjata seperti meriam, bahan peledak dan lain-lain sedang menuju ke sebuah kapal yang lebih megah.  Ketika mendekati kapal yang megah itu, mereka mencoba untuk menghancurkannya.


Kapal yang megah itu dilindungi oleh armada kapal yang kecil. Angin dan

gelombang berada di pihak lawan. Di tengah samudra yang sangat luas ini ada dua tiang kokoh yang besar, sedikit terpisah satu sama lain, menjulang tinggi ke langit. Di puncak salah satu tiang ada patung Bunda Maria tak bernoda yang pada kakinya tertulis: Auxilium Christianorum sedangkan tiang yang satunya lebih kekar dan megah menopang sebuah Hosti yang berukuran sepadan dan dibawanya tertulis Salus Credentibus. Orang yang menjadi komandan kapal yang megah itu adalah Sri Paus. Selanjutnya kapal megah itu diserang habis-habisan sehingga kapten kapal yakni sri Paus tewas. Tetapi dalam waktu singkat terjadi pemilihan Paus baru.  Paus baru membawa kapal megah itu ke arah dua tiang dan menambatkannya di sana. Kapal-kapal lain akhirnya merapat juga kepada kedua tiang dan samudra kembali menjadi tenang.


Kisah mukjizat Ekaristi dalam mimpi St. Yohanes Bosco membantu kita untuk mengerti bahwa Ekaristi adalah salah satu pilar penting di dalam Gereja katolik. Gereja bagai bahtera megah yang diserang habis-habisan oleh musuh-musuh Gereja baik dari dalam Gereja maupun di luar Gereja. Dari dalam Gereja muncul kaum atheis bertopeng orang percaya. Mereka mengikuti Ekaristi tetapi tidak ada devosi, tidak ada keyakinan bahwa Ekaristi memiliki kuasa yang dahsyat bagi umat manusia. Kemajuan ilmu dan teknologi membuat iman semakin tipis bahkan hilang rasa percaya kepada Tuhan. Dari luar banyak tuduhan, pelecehan dan penganiayaan terhadap Gereja. Ada juga tuduhan pelecehan seksual, degradasi moral yang dialami Gereja khususnya hirarki Gereja. Semua ini menghantam Gereja dari berbagai jurusan. Oleh karena itu Ekaristi dan devosi kepada Bunda Maria Penolong Umat Kristiani merupakan pilar yang akan tetap mempertahankan kokohnya Gereja katolik.


Berkaitan dengan Ekaristi, saya teringat pada St. Ignasius dari Antiokhia yang pernah mengatakan: “Kami memecahkan roti yang memberi obat keabadian, penangkal kematian dan makanan yang membuat kita hidup selamanya di dalam Yesus Kristus.” Ekaristi adalah penangkal segalanya karena di dalam Ekaristi, Tuhan sungguh-sungguh hadir. Ia memberi diriNya sampai tuntas untuk kebaikan seluruh Gereja. Maka Gereja sebagai bahtera seharusnya tetap menemukan di dalam Kristus sumber air kehidupan. Kekuatan yang dahsyat dalam diri Yesus, sang Roti kehidupan.

Bacaan-bacaan liturgi pada Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus ini membawa kita kepada pemahaman mendalam tentang Yesus sebagai makanan rohani yang menghidupkan dan kita sebagai umatNya wajib memberi makan kepada sesama yang lain.


Penulis Kitab Kejadian menggambarkan model perjamuan yang dipersembahkan oleh Melkhizedek raja Salem, imam agung di Yerusalem. Melkhizedek mambawa roti dan anggur untuk mempersembahkannya kepada Tuhan dan memberkati Abram. Ia berkata, “Diberkatilah kiranya Abram oleh Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi dan terpujilah Allah Yang Mahatinggi yang telah menyerahkan musuh-musuhmu ke dalam tanganmu.” Abram yang penuh berkat itu memberikan sepersepuluh dari hasil jarahannya kepada Melkhizedek. Perikop kita ini lebih menekankan peran sang imam dalam mempersembahkan Ekaristi. Imam ditahbiskan untuk merayakan Ekaristi in persona Christi.


Sementara Paulus dalam bacaan kedua mengingatkan kembali kita semua

tentang institusi Ekaristi oleh Yesus pada malam perjamuan terakhir.  Paulus menerima panggilan dari Tuhan untuk menjelaskan kepada kita semua tentang Yesus Kristus yang mempersembahkan diri untuk keselamatan kita. Hal yang menarik dari kisah Paulus adalah malam perjamuan terakhir di mana pada saat itu Yesus mengambil roti dan memohon berkat kemudian membagi-bagi roti kepada para muridNya. Yesus berkata: “Inilah TubuhKu yang diserahkan bagimu, perbuatlah ini sambil mengenangkan daku”. Cawan juga diambil sambil di doakan: “Cawan ini adalah Perjanjian Baru yang dimeteraikan di dalam darahKu. Setiap kali kamu makan roti dan minum dari piala yang satu dan sama maka kamu mewartakan  wafat Tuhan kita Yesus Kristus sampai Ia datang.” Perikop Paulus ini mau menekankan tentang Ekaristi yang dihayati secara nyata. Ekaristi adalah mengenang kembali Paskah Kristus.


Di dalam bacaan Injil kita melihat pertumbuhan iman para Rasul Yesus. Mereka masih memiliki pemikiran yang sangat manusiawi dengan sesama. Dikisahkan bahwa sambil melihat banyak orang yang membutuhkan Yesus, dan pada hari menjelang malam, mereka meminta Yesus untuk menyuruh orang-orang pulang ke rumah masing-masing demi mencari makan sendiri-sendiri. Tetapi Yesus punya rencana lain bagi banyak orang ini. Ia berkata: “Kamu harus memberi mereka makan”. Persedian bekal yang ada adalah lima roti dan dua ekor ikan. Yesus berekaristi bersama mereka. Para murid diminta untuk membantu mengatur orang-orang untuk duduk berkelompok. Roti dan ikan yang sudah didoakan dan diberkati Yesus itu dibagi-bagi kepada semua orang. Jumlah mereka adalah laki-laki sebanyak 5000 orang belum termasuk anak-anak dan kaum wanita.  Setelah mereka makan, roti dan ikan masih ada 12 bakul sisanya.


Kisah Injil ini menarik perhatian kita karena merupakan penggenapan apa

yang sudah digariskan di dalam Kitab Perjanjian Lama, terutama tentang perjamuan mesianik (Yes 25:6-12). Peristiwa penggandaan roti ini terjadi di Padang gurun maka mengingatkan kita juga akan manna yang turun di Padang Gurun. Semua orang yang makan manna menjadi puas. Tuhan Yesus adalah Roti Hidup yang turun dari surga dan memberikan rasa puas kepada orang-orang yang mengikutiNya dari dekat.


Sambil kita merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus ini kita memandang  Yesus Kristus, merenungkanNya sebagai Anak Domba tidak bernoda yang mempersembahkan diriNya sebagai kurban pujian yang sempurna dan berkenan di hati Tuhan. Nilai pengurbanan diri Yesus Kristus ini hendaknya dihayati di dalam Gereja masa kini. Gereja bertugas untuk memperhatikan orang-orang kecil, memuaskan lapar dan dahaga mereka. Gereja mempersembahkan persembahan yang terus menerus sebagai persembahan

Kristus sendiri yang menguduskan dunia. Gereja melakukan kenangan akan pengurbanan Kristus.  Gereja sendiri mengalami kesulitan, badai yang datang silih berganti tetapi Ekaristi tetap menjadi tiang kekuatan untuk menenangkan badai di dalam Gereja.


Saya mengakhiri homili ini dengan meminjam kata-kata dari Beata Theresia dari Kalkuta: “Mestinya kita jangan memisahkan hidup kita dari Ekaristi. Saat kita memisahkan hidup dari Ekaristi, sesuatu di dalam hidup kita akan hancur. Ekaristi berisi sesuatu yang lebih dari sekedar sikap menerima. Ekaristi juga berisi kepuasan untuk kelaparan Kristus. Ia sendiri senantiasa mengajak: “Datanglah padaKu”. Dia juga lapar akan jiwa-jiwa.” Tubuh dan Darah Kristus menyucikan hidup kita. Amen.


Doa: Tuhan Yesus Kristus, Engkau telah membaktikan diriMu untuk keselamatan kami. Bantulah kami untuk bertumbuh dalam cinta kasih karena kami sendiri merasakan cintaMu. Berkatilah Gereja yang Engkau dirikan di atas para Rasul dan dikuatkan oleh sakramen-sakramen suci terutama Ekaristi Kudus. Amen


PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply