Renungan 5 Juni 2013

Hari Rabu Pekan Biasa IX
Tob 3:1-11a.13.16-17
Mzm 25:2-4a.4b-5ab.6-7bc.8-9
Mrk 12:18-27

 

Berpasrah kepada Allah yang hidup

Banyak di antara kita membaca dan mendengar tentang orang Saduki yang berpendapat bahwa tidak ada kebangkitan bagi orang mati. Pertanyaan pertama bagi kita adalah siapakah orang-orang Saduki itu? Orang Saduki (Sadok) adalah sebuah golongan atau partai yang memiliki sedikit pengaruhnya di kalangan kaum Yahudi pada zaman Yesus. Pada umumnya orang-orang Saduki adalah para pemilik tanah di Palestina yang kaya raya, yang pada umumnya memperoleh kedudukan yang menonjol karena manipulasi licik dengan memanfaat keadaan politik yang ada di negeri itu. St. Lukas melaporkan bahwa di dalam Sanhedrin atau Mahkamah Agama Yahudi, kaum Saduki ini menduduki posisi yang signifikan yakni  setara dengan kaum Farisi (Kis 23:6-10). Banyak dari antara para imam kepala adalah kaum Saduki. Dalam urusan agama, mereka termasuk orang konservatif sehingga hanya menerima Kitab Taurat saja. Itu sebabnya ajaran-ajaran baru seperti hidup

kekal, kebangkitan, malaikat, setan, roh jahat tidak mereka akui. Ada juga teori yang mengatakan bahwa kaum Saduki juga menguasai Bait Allah selama berabad-abad.

Pada hari ini kita mendengar kaum Saduki ini datang dan mencobai Yesus dangan Hukum Taurat sebagai dasar pertanyaan mereka tentang perkawinan Levirat. Perkawinan Levirat adalah perkawinan antara seorang janda dengan saudara kandung mantan suaminya yang sudah meninggal dunia berdasarkan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Kaum Saduki menggunakan kebiasaan Levirat atau tukar tikar ini dengan sebuah contoh konkret tentang seorang wanita yang dinikahi tujuh bersaudara kandung. Pertanyaan mereka adalah pada hari kebangkitan, siapa yang menjadi suami wanita itu.  Yesus melihat kesesatan hati mereka maka Ia berkata: “Kalian sesat, justru karena kalian tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah. Sebab di masa kebangkitan orang mati, orang tidak kawin atau di kawinkan, mereka hidup seperti malaikat di surga.  Allah yang kita imani adalah Allah orang hidup bukan Allah orang mati” (Mrk 12:24-25.27). 

Yesus menempatkan diri dengan tepat karena menjelaskan dan membuka wawasan kaum Saduki yang selama itu tertutup. Sebagaimana kaum Farisi yang percaya pada kebangkitan pada zaman Yesus, demikian Yesus  juga dengan tegas mengingatkan para muridNya untuk percaya pada kebangkitan badan. Yesus sendiri menunjukkan kesaksian dari diriNya yang bangkit dengan mulia. Gereja saat ini selalu mengulangi di dalam Credo: “Aku percaya kepada kebangkitan badan”. Jawaban Yesus dengan mengambil contoh para Bapa Bangsa yakni Abraham, Ishak dan Yakub mau menujukkan bahwa mereka pun masih menunggu kebangkitan badan. Yesus ada sebelum Abraham (Yoh 8:58).

 

Allah kita adalah Allah orang hidup. Yesus sang Putra bangkit pada hari ketiga dari

kematianNya. Kebangkitan Yesus adalah dasar kebangkitan setiap pengikutNya. Itu sebabnya pada hari kebangkitan, semua orang akan seperti malaikat karena memiliki tubuh yang kekal. Tubuh spiritual seperti malaikat juga membuat kita mengerti bahwa saudara-saudara seiman sudah seperti malaikat dan pekerjaan mereka adalah melayani Tuhan siang dan malam. Jangan heran mengapa doa-doa kita dapat dikabulkan Tuhan setelah curhat di kuburan atau intensi misa di gereja. Karena mereka sudah seperti malaikat dan pasti mengatakan

kepada Tuhan semua kebutuhan yang kita sampaikan kepadaNya dengan perantaraan mereka. Hari ini mari kita perteguh iman kita kepada Tuhan sebagai Allah yang hidup dan bahwa kita pun akan bangkit dan seperti malaikat yang siang dan malam melayani Tuhan.

Tobit dalam bacaan pertama membuat sharing hidup dan pengalamannya bergumul di hadapan Tuhan. Selama beberapa hari terakhir ini, Tobit menunjukkan dirinya sebagai orang yang sabar, setia dan jujur di hadapan Tuhan. Kini dengan penderitaan yang dialaminya membuat dia bersedih hati, mengeluh dan menangis sehingga ia berani membuka mulutnya di hadirat Tuhan dalam doa. Di dalam doanya ini Tobit menunjukkan kembali rasa percayannya yang mendalam kepada Yahwe yang setia dan berbelaskasih. Tobit juga mengenal keadilan Tuhan yakni kesetiaan dan belaskasihNya yang berlimpah. Orang karena itu ia memohon untuk meninggalkan dunia dan pergi menghadap Yahwe.

Tobit menginspirasikan kita untuk menerima semua pengalaman hidup dengan rasa percaya yang besar kepada Tuhan. Hanya dengan doa membuat Tobit menyadari keagungan Tuhan. Teladan yang diberikannya kepada kita adalah bertahan di dalam derita dan berpasrah dalam doa kepada Tuhan. Tuhan tentu tidak akan membiarkan ciptaanNya menderita berkepanjangan. Apakah ketika mengalami penderitaan, anda masih mau berdoa atau hanya mengeluh sepanjang hari?

Doa: Tuhan, hari ini Engkau meyadarkan kami untuk merindukan kehidupan kekal. Semoga harapan kami ini akan terwujud ketika tiba saat yang tepat kami berjumpa denganMu. Amen 

PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply