Renungan 8 Juni 2013

Hari Sabtu Pekan Biasa IX Tob 12:1.5-15.20

 Mzm (Tb) 13:2.6.7.8

 Mrk 12:38-44

 

Memberi dari kekurangan!
Beberapa hari yang lalu seorang konfrater bernama Bruder Oscar mendatangi saya di kantor. Ia mengatakan kepada saya bahwa para bruder yang sedang mengikuti kuliah di ITI, Serpong memnbutuhkan uang saku. Pater Ekonom masih berada di luar kota. Saya mengatakan kepadanya, sabar sebentar saya memeriksa dompet saya, apakah ada uang. Mereka membutuhkan uang sebanyak Rp. 530.000. Setelah melihat isi dompetku ada Rp.531.000 maka saya mengatakan kepada bruder Oscar, saya hanya punya ini maka pakailah. Bruder mengatakan, wah kasihan Pater John, isi dompetmu hanya Rp.1000. Saya mengatakan kepadanya yang penting para bruder dapat pergi kuliah dengan tenang, saya di rumah dan pasti ada penyelenggaraan ilahi. Bruder keluar tersenyum, saya juga merasa bahagia dalam berbagi. 

Seorang rekan imam bertugas di sebuah komunitas sekolah. Tugas utamanya adalah sebagai ekonom komunitas. Pada suatu saat mereka mengalami kesulitan keuangan komunitas, sementara asrama dan sekolah harus tetap berjalan seperti biasa. Ia mula-mulai menggunakan waktu untuk ikutan bekerja sebagai pekerja bangunan selama beberapa jam untuk mendapat uang sehingga dapat membantu komunitasnya. Ketika tidak ada lagi kemungkinan untuk bekerja di tempat itu, ia memutuskan untuk pergi ke rumah sakit dan mendonor darahnya. Dengan demikian ia mendapat uang untuk membantu komunitasnya. Kemampuan untuk memberi dan berbagi memang membutuhkan pengorbanan diri bahkan sampai ke titik paling ekstrim. Lebih mudah memberi dari apa yang menjadi kelimpahan dari pada memberi dari kekurangan kita. 

Penginjil Markus hari ini melaporkan sebuah perumpamaan Yesus yang sangat bagus. Pada awal bacaan injil hari ini, Yesus mengajak kita untuk tidak mengikuti teladan para ahli Taurat yang mengerti Kitab Suci tetapi seolah-olah tidak mengerti apa-apa. Mereka memiliki kesombongan manusiawi dengan pakaian yang unik, suka menerima hormat, duduk terdepan di rumah ibadat dan pesta, mencaplok rumah para janda dan pura-pura dengan doa yang panjang. Sikap-sikap ini patut di waspadai para murid Kristus. Sikap sombong dan egois ini harus dijauhkan dalam hidup bersama sebagai saudara dalam Kristus. 

Selanjutnya Yesus mengambil contoh para jemaat yang datang ke Bait Allah dan memberi persembahan. Banyak orang memasukkan banyak duit ke dalam kotak persembahan, tetapi ada seorang janda yang memberi dari kekurangan, dalam hal ini semua yang ada padanya, seluruh nafkahnya diberikan kepada Tuhan dalam kotak persembahan. Isi kota persembahan itu nantinya digunakan juga untuk kesejahteraan kaum papa miskin seperti dirinya sendiri. Yesus memuji janda ini karena ia tidak menggunakan perhitungan untung dan rugi. Dia sebagai janda miskin mau memberi seluruh nafkahnya untuk sesama yang miskin. Luar biasa contoh hidup seperti janda miskin ini. Pertanyaann kita, mengapa ia memberi semuanya? Karena janda ini percaya bahwa dengan memberi segala yang ia miliki, Tuhan akan memberi lebih dari apa yang ia butuhkan. 

Banyak kali kita memberi dari kelebihan kita dan itu sangat mudah. Nilai pengorbanan diri kita masih rendah. Sekiranya kita menjadi seperti janda miskin yang tahu dirinya miskin tetapi rela memberi nafkanya supaya sesama kaum miskin dapat berbahagia maka saya yakin Tuhan juga akan menyebut kita berbahagia di hadiratNya. Tetapi sayang sekali karena banyak kali kita memberi dengan banyak perhitungan, memberi kemudian menceritakan kepada orang lain besarnya sumbangan kita. Mungkin tantangan yang dihadapi adalah banyak kali kita menyalahgunakan kebaikan orang lain. Para imam, biarawan dan biarawati mendapat bantuan untuk karya-karya social juga pembinaan para calon. Betapa berdosanya mereka ketika menyalahgunakan kebaikan para donator dengan tidak memperhatikan barang-barang komunitas, fasilitas, gedung dan lain sebagainya. Para donator mungkin saja memberi dari kekurangannya.

 

Kisah keluarga Tobit mencapai puncaknya ketika Tobit dinyatakan sembuh dari kebutaannya,

Sara menikah dengan Tobia dan mereka bahagia di dalam hidup. Sebagai tanda syukur, Tobit mau memberi upah kepada Rafael sang Malaikat Agung. Rafael memanggil Tobit dan Tobia sendiri-sendiri dan menjelaskan dirinya kepada mereka. Ia juga mengajak mereka untuk tetap memuji dan memuliakan Allah, mewartakan semua karya agung Allah, selalu berbuat baik supaya dijauhkan dari malapetaka, berbagi sedekah. Rafael mau mengingatkan Tobit dan Tobia bahwa segala sesuatu berasal dari Tuhan maka mereka tidak perlu membalasnya dengan memberi upah. Tuhan punya segalanya maka yang penting adalah sembah bakti kepada Tuhan. Allah patut dimuliakan: “Terpujilah Allah yang hidup selama-lamanya.

Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk sadar diri sehingga terus menerus berbagi dengan sesama yang miskin dan papa. Kita perlu membangun rasa empati, semangat berbela rasa terus menerus dengan mereka tanpa membuat perhitungan untung dan rugi. Apakah masing-masing kita memiliki kemampuan untuk berbela rasa? Apakah kita juga memiliki rasa belaskasih kepada sesama yang kurang beruntung dengan kita? Berpasrahlah kepada Tuhan Allah yang hidup selama-lamanya. 

Doa: Tuhan, bantukah kami untuk saling berbagi di dalam hidup kami setiap hari. Amen 

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply