Homili Hari Minggu Biasa ke-XIV/C – 2013

Hari Minggu Biasa ke-XIV

Yes 66:10-14c
Mzm 66: 1-3a.4-5.6-7a.16.20
Gal 6:14-18
Mat 10: 1-12.17-20

Utusan Tuhan

Pada hari Minggu Biasa ke-XIII yang lalu, kita sudah mendengar kisah Injil bahwa Yesus mengarahkan pandanganNya ke Yerusalem, mengutus beberapa utusanNya untuk masuk ke desa-desa orang Samaria dan meminta untuk mempersiapkan tempat bagi Yesus. Namun orang-orang Samaria menolak karena Yesus pergi ke Yerusalem di tanah Yudea. Hal ini menimbulkan kemarahan para murid tetapi Yesus berhasil menenangkan mereka. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk memilih jalan melalui desa lain di Samaria ke Yerusalem. Pada hari Minggu Biasa ke-XIV ini, Penginjil Lukas mengisahkan bahwa Yesus mengutus tujuh puluh murid Mereka pergi berdua-dua mendahuluiNya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungiNya. Saya teringat pada sebuah lagu Gereja yang liriknya seperti ini: “Yesus mengutus muridNya, pergi berdua-dua, masuk ke luar kota, menjelajahi semua desa. Bawa kabar gembira, bagi yang miskin papa”. Kutipan lagu ini membuka pikiran kita untuk memahami perikop Injil yang akan kita dengar sepanjang hari ini.

Yesus mengutus ketujuh puluh muridNya, pergi berdua-dua mendahuluinya ke setiap kota dan tempat yang akan dikunjungiNya. Ia berpesan kepada mereka: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit! Sebab itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, agar mengirimkan pekerja-pekerja ke tuaian itu.” Mengapa para murid diutus pergi berdua-dua? Karena perutusan ini akan menjadi model bagi Gereja perdana (Kis 8:14;13:1; 15:32.40). Di samping itu, diharapkan bahwa utusan yang pergi bersama-sama akan saling mendukung dan kesaksian mereka tentang Kerajaan Allah tidak akan diragukan oleh orang lain (Ul 19:15).  Para murid juga diharapkan untuk berdoatanpa henti, meminta kepada Bapa yang empunya pekerja untuk mengirim pekerja supaya menuai.

Yesus juga memberi komando dan pesan-pesan praktis kepada mereka: Pergilah! Camkanlah, Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. Beberapa isi komando yang diberikan kepada para murid adalah: Janganlah membawa pundi-pundi, bekal atau kasut. Jangan memberi salam. Makanlah apa yang diberikan. Sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di kota itu. Dalam pengajaran mereka tentang Kerajaan Allah, kalau ternyata mereka mengalami penolakan maka mereka mengebaskan debu kaki dari kota itu dan meninggalkannya. Setelah menjalani tugas sebagai utusan, mereka kembali dengan gembira, dan berkata: “Tuhan, setan-setan pun takluk kepada kami demi namaMu.” Yesus berkata bahwa Ia melihat iblis jatuh seperti kilat dari langit. Banyak juga kuasa Yesus ada di dalam diri mereka, namun Yesus langsung mengingatkan mereka supaya jangan bersukacita karena roh-roh itu takluk kepada mereka tetapi mereka patut bersukacita karena nama mereka terdaftar di Surga.

 

 

Mengapa Yesus melarang para utusanNya untuk tidak membawa pundi-pundi bekal atau kasut? Yesus menghendaki para muridNya untuk menghayati pola hidup sederhana. Kalau mereka membawa sesuatu yang lebih maka mereka akan merasa berbeda dengan orang yang menjadi sasaran perutusan mereka. Mereka juga dapat lalai dalam kerasulan. Yesus melarang mereka untuk memberi salam dalam perjalanan. Orang-orang Yahudi dalam perjalanan kalau mengatakan Shalom maka mereka akan membuang waktu untuk ngobrol dan lupa tugas utama mereka. Shalom sebaiknya diucapkan di rumah dan shalom itu tinggal di dalam rumah itu. Dengan melakukan semuanya ini maka mereka akan berhasil dan nama mereka akan tercatat di surga.

 

Tuhan menginstruksikan para utusanNya demikian karena Ia sangat mencintai mereka. Nabi Yesaya dalam bacaan pertama menghadirkan Allah laksana seorang ibu yang baik. Tuhan baik dengan umatNya dan menghibur mereka yang sudah mendiami Yerusalem. Itu sebabnya melalui nabi, Tuhan mengharapkan umatNya untuk bersukacita dan bersorak sorai bagi Yerusalem. Orang-orang yang berkabung diharapkan bergirang. Mengapa? Karena Tuhan menjanjikan keselamatan. Tuhan mengalirkan keselamatan seperti sungai. Umat Allah akan menyusu, digendong, dibelai dan dihibur.

 

 

Nabi Yesaya mau mengatakan realitas manusia dengan pengalaman manusiawi: pengalaman penderitaan dan kemalangan, pengalaman di sakiti, ditolak oleh orang-orang yang dekat. Pengalaman-pengalaman manusiawi ini hendaknya tidak menjadi penghalang bagi manusia untuk berjumpah dengan Tuhan yang tidak lain adalah Kasih itu sendiri.Ketika melihat situasi manusia seperti iti, Ia akan berusaha menghibur umat kesayanganNya. Maka tugas manusia adalah mewartakan karya agung Tuhan, karya keselamatan yang berasal dari Tuhan.

 

St. Paulus dalam bacaan kedua memberi peneguhan kepada jemaat di Galatia. Persoalan yang tengah dihadapi gereja purba yang sedang berfkembang saat itu adalah semangat nasionalisme dan religious. Dalam arti masih ada pemilahan: orang Yahudi, Yunani, Romawi dan orang-orang asing, orang bersunat dan tidak bersunat. Paulus melihat hal ini sebagai tantangan tersendiri baginya dalam melayani jemaat di Galatia. Oleh karena itu ia bersaksi: “Saudara-saudara, aku sekali-sekali tidak bermegah selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia”. Prinsip Paulus adalah menderita bagi Kristus maka segala perbedaan di dalam tubuh jemaat itu tidak berguna. Hal terpenting adalah menjadi ciptaan baru. Mengapa menjadi ciptaan baru? Karena Paulus juga merasa bahwa di dalam tubuhnya terdapat tanda-tanda milik Yesus.

 

Sabda Tuhan  pada hari ini sangat kaya maknanya.  Kita pertama-tama diingatkan tentang panggilan untuk menjadi utusan (rasul). Para utusan yang akan menjadi pekerja adalah milik Tuhan yang disiapkan secara istimewa untuk menuai. Para utusan ini melakukan semua tugas atas nama Yesus Putera Allah. Para utusan juga disiapkan untuk menjalani hidup sederhana, tekun dan siap menderita dalam mewartakan damai sejahtera dari Tuhan. Namun demikian Tuhan juga tetap setia mendampingi dan menyertai semua karya dan pelayanan mereka sebagai utusanNya. Kedua, Tuhan sangat baik. Ia mengasihi dan menyelamatkan umatNya. KasihNya dilakukan seperti seorang ibu menunjukkan kasihnya kepada anaknya. Ketiga, hal terpenting dalam kebersamaan sebagai utusan Tuhan adalah menjadi ciptaan baru. Dalam arti para utusan Tuhan mengalami pertobatan radikal di dalam hidupnya. Para utusan Tuhan hendaknya menjadi orang kudus.

 

 

Doa: Tuhan, terima kasih kami panjatkan kepadaMu, karena Engkau juga rela memilih hambaMu menjadi utusanMu. Bantulah aku untuk tetap setia, hari demi hari. Amen

 

 

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply