Renungan 18 Juli 2013

Hari Kamis, Pekan Biasa XV

Kel 3:13-20

Mzm 103: 1-2.3-4.6-7

Mat 11:28-30


Tuhan selalu setia pada janjiNya


Ada seorang ibu yang pernah berbicara dengan saya tentang putranya yang sedang bertumbuh menjadi remaja. Ibu ini mengeluh karena anaknya perlahan-lahan berubah. Sebelumnya ia seorang penurut tetapi sekarang ia selalu mempertanyakan segala sesuatu, dalam arti selalu bertanya mengapa, untuk apa dan bagaimana kalau dimintai bantuannya. Sebagai orang tua dia maunya anak melakukan saja apa yang diperintahkan. Saya mengatakan kepadanya bahwa dunia sedang berubah, anak-anak juga berubah. Anak-anak memang patut bertanya supaya mereka dapat bekerja dan melayani dengan baik. Oleh karena itu mereka juga harus didengar oleh orang tua. Ibu itu kemudian mengatakan bahwa ia akan coba mendengar anaknya. Pada kesempatan yang lain, ibu itu mengatakan kepadaku bahwa ia sudah berusaha mengerti anaknya dan ternyata relasi mereka menjadi baik. Memang kunci utama untuk membangun relasi yang baik adalah selalu berkomunikasi, berdialog, saling mendengar.


Pada hari ini kita berjumpa dengan figur Musa sebagai utusan Tuhan. Ada dialog antara Musa dengan Tuhan Allah, seperti dialog antara seorang anak dengan ayahnya. Musa masih terpesona di depan belukar menyala, tanpa terbakar, sambil mendengar suara dari dalamnya. Lebih lagi ketika dari dalam belukar keluar suara yang mengatakan bahwa bangsa Israel akan datang ke Horeb dan beribadah kepadaNya sebagai Tuhan Allah. Laksana seorang anak, Musa bertanya: “Tetapi apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang namaNya?, apa yang harus kujawab dengan mereka?” (Kel 3:13). Pertanyaan Musa memang masuk akal karena ia akan berbicara dengan manusia yang lain. Sudah pasti orang Israel akan mempertanyakannya baik nama maupun kredibilitas Musa dalam hubungan dengan kuasa menjadi pemimpin. Tuhan memberikan namaNya: “AKU ADALAH AKU’. Sekali lagi Ia berkata: “Beginilah kau katakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu” (Kel 3:14).


Tuhan mewahyukan namaNya yang unik, “AKU ADALAH AKU” kalau ditulis יהוה dan ditransliterasi menjadi YHWH. Orang-orang Yahudi tidak membacanya seperti kita Yahwe tetapi ELOHIM. Maka Tuhan (אֲדֹנָי: Adonai) Allah (יהוה: YHWH disebut Elohim). Ia mengajar Musa strategi untuk memimpin Israel dan menaklukan Firaun. Musa diajarkan dan diutus YHWH untuk mengatakan namaNya sebagai Tuhan Allah nenek moyang mereka yakni Abraham, Ishak, dan Yakub kepada semua orang Israel. Tuhan berjanji bahwa Ia mencintai mereka dan hendak membawa mereka keluar dari tanah Mesir menuju ke negeri yang berlimpah susu dan madunya yakni negeri orang Kanaan, orang Het, orang Amori, orang Feris, orang Hewi dan orang Yebus. Setelah mengatakan janji Tuhan ini kepada orang-orang Israel, Musa juga diminta untuk menghadap Firaun bersama para tua-tua Israel. Mereka harus berani bersaksi bahwa Tuhan Allah nenek moyang mereka meminta untuk pergi ke padang gurun supaya menyembahNya. Memang hal ini merupakan suatu perutusan yang sulit bagi Musa tetapi dengan penyertaan Tuhan, ia akan berhasil.


Pengalaman Musa merupakan sebuah pengalaman yang luhur dan tetap aktual bagi kita semua. Musa sedang berhadapan dengan tiga pribadi dan ia harus menunjukkan dirinya sebagai leader. Pertama, Musa berhadapan dengan Tuhan Allah yang mewahyukan diriNya dalam belukar yang menyala. Ia harus melepaskan sepatu, simbol hidup lamanya yang enak karena dipelihara oleh putri Firaun supaya bisa ikut menderita dan membebaskan saudara-saudaranya dari perbudakan Mesir. Musa memiliki misi yakni membawa nama Yahwe untuk memperkenalkannya kepada orang Israel dan Firaun, dan dengan kuasa Yahwe, ia boleh memimpin orang Israel keluar dari tanah Mesir. Kedua, Musa  berhadapan dengan bani Israel. Bani Israel perlahan-lahan lupa akan Allah nenek moyang mereka bahkan namanya saja mereka tidak mengetahuinya. Melalui Musa Tuhan mewahyukan namaNya sebagai Yahwe. Masalah yang dihadapi Musa adalah bagaimana meyakinkan mereka akan nama Yahwe dan kuasa yang diterimanya. Ketiga, Musa dengan Firaun. Musa sendiri dibentuk di dalam istana tetapi kini ia harus melawan rezim yang keras untuk membebaskan saudara-saudaranya. Musa bahkan bisa dibunuh karena membela hak-hak hidup bani Israel.


Satu hal yang tetap menarik perhatian kita adalah kehadiran Tuhan dan janji-janjiNya. Ia berjanji untuk menyertai Musa dan memberi kuasa ilahiNya kepada Musa untuk menghadapi bani Israel dan Firaun. Janji Tuhan ini sungguh-sungguh terlaksana. Dia tidak pernah ingkar janji kepada hambaNya Musa dan bani Israel. Tuhan juga senantiasa hadir dan menyertai seluruh kehidupan kita. Kita masing-masing memiliki persoalan yang mungkin mirip dengan Musa. Ada perjuangan tertentu, penderitaan dan kadang membuat kita berpikir bahwa Tuhan sudah melupakan kita. Berapa kali kita mengadili Tuhan dan lupa bahwa ternyata Tuhan mahabaik dan tetap setia pada janji-janjiNya.


Penginjil Matius, hari ini mengisahkan Yesus yang berkata kepada para muridNya: “Marilah kepadaKu kalian yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu”. Sebuah ajakan yang sangat bagus: “Marilah kepadaKu”. Tuhan ternyata tidak pernah mengajak orang-orang yang baik-baik saja. Ia mengajak semua orang bahkan orang yang letih lesu dan berbeban berat. Orang yang letih lesu dan berbeban berat adalah mereka yang terlalu ditekan oleh hukum Taurat yang ditafsirkan secara manusiawi oleh orang-orang Farisi dan para ahli Taurat. Mereka mengikat beban dan memberikan beban itu kepada orang lain, sedangkan mereka sendiri tidak memikulnya. Itulah kemunafikan kaum Farisi dan para ahli Taurat. Orang-orang yang letih dan lesu juga mewakili kaum papa, miskin, pendosa. Mereka ini adalah opsi pelayanan Yesus. Keselamatan diberikan dan menjadi nyata di dalam diri mereka.


Yesus melanjutkan: “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu, karena Aku ini lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan”. Yesus tidak hanya mengundang untuk datang saja kepadaNya, Ia juga mengajar mereka dengan hidupNya yang lemah lembut dan rendah hati. Dua kebajikan yakni lemah lembut dan rendah hati (praüs kái tapeinós) menjadi kebajikan luhur yang patut diikuti oleh setiap orang. Seseorang dikatakan hebat bukan karena proyek besar yang dilakukan dan berhasil tetapi karena ia lemah lembut dan rendah hati. Tuhan Yesus berjanji untuk memberi kelegaan dan itu dapat diakses dari kebajikan-kebajikan dan nasihat-nasihat InjilNya.


Sabda Tuhan pada hari ini sangat indah karena cocok dengan pengalaman hidup kita setiap hari. Pikirkanlah dalam sehari kita mengalami pergumulan hidup tertentu di dalam keluarga dan tempat kerja. Kita memang butuh sikap matiraga dan penyangkalan diri seperti Musa. Setiap waktu kehidupan, kita juga selalu diajak oleh Tuhan untuk datang kepadaNya dan merasakan penyertaan serta kasihNya yang tiada batasnya. Ia berjanji untuk menyertai kita semua. Ia juga mengundang kita untuk datang dan belajar dari padaNya supaya hidup kita penuh dengan kebaikan, kelembutan hati dan juga menjadi pribadi yang rendah hati. Apakah kita mampu menjadi serupa dengan Yesus Tuhan dan penebus kita?

Doa: Tuhan Yesus Kristus, bantulah kami untuk menjadi pribadi yang lemah lembut dan rendah hati. Amen



PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply