Renungan 19 Juli 2013

Hari Jumat, Pekan Biasa XV

Kel 11:10-12.14

Mzm 116: 12-13.15-16bc.17-18

Mat 12:1-8


Tuhan Selalu Menyertai Kita


Seorang pemuda dengan bangganya membagi pengalaman kebersamaan dengan orang tuanya. Ia mengatakan bahwa Tuhan memang luar biasa karena memberi orang tua terbaik untuknya. Setiap hari ia selalu merasakan kehadiran orang tuanya. Dirinya merasa disapa dengan sapaan sederhana tetapi penuh kasih. Setiap kali menelpon mamanya misalnya, pertanyaan pertama dari mamanya adalah: “Apakah kamu sehat? Sudah makan atau belum? Jaga kesehatan ya?” Dari pihak ayahnya, ia pasti selalu ditanya kapan ia bisa kembali ke rumahnya untuk bermain guitar bersama? Pertanyaan-pertanyaan ini sangat sederhana namun tetap dikenang di dalam hati setiap anak. Banyak orang muda tidak menyukai pertanyaan-pertanyaan seperti ini. Tetapi pemuda dalam kisah ini merasa disapa oleh orang tua. Ia merasa ada penyertaan dan kasih sayang yang tiada putus-putusnya diterima dari orang tua. Pengalaman manusiawi tentang penyertaan orang tua memang wajar. Anak-anak harus merasa di kasihi oleh orang tua. Tidaklah cukup memberikan barang ini dan itu, kehadiran orang tua dengan perkataan yang sederhana jauh lebih berkenan bagi mereka.


Ada seorang pemuda lain yang mengaku bersyukur atas penyertaan orang tuanya. Ia pernah mengalami kelumpuhan selama beberapa tahun. Orang yang selalu hadir dan memberi semangat dalam hidupnya adalah ibu dan bapanya. Mereka tidak pernah lalai berbicara dengannya setiap hari. Mereka mengunjungi dia di kamar dan ngobrol bersama, menelponnya ketika mereka berjauhan. Penyakit kelumpuhannya menjadi sembuh total karena doa tanpa henti dari orang tuanya. Ia selalu mengingat kata-kata peneguhan dari orang tuanya: “Kamu pasti sembuh. Jangan takut!” Kata-kata ini selalu didengarnya dan semakin sering mendengar, ia semakin merasakan kuasa Tuhan yang menyembuhkannya.


Pada hari ini kita mendengar kisah lanjutan bani Israel di dalam Kitab Keluaran. Tuhan melakukan banyak mukjizat melalui Musa dan Harun di depan Firaun tetapi Tuhan juga mengeraskan hati Firaun sehingga ia tidak mengijinkan bani Israel untuk pergi ke padang gurun demi menyembah Yahwe. Tindakan Tuhan ini seharusnya menarik perhatian kita. Di satu pihak ia menghendaki kemerdekaan bani Israel dari kejahatan Firaun, di lain pihak ia mengeraskan hati Firaun dan menguji kesabaran anak-anak Israel. Perayaan paskah dilakukan oleh bani Israel sebagai momen penting dalam mewujudkan relasi yang harmonis antara mereka dengan Yahwe. Apa yang harus mereka lakukan? Tuhan mengajar mereka untuk menyembeli anak domba atau kambing jantan, tanpa cacat. Mereka harus memanggang dagingnya, memakannya bersama roti tak beragi sampai habis pada hari itu juga. Darah anak domba akan dioles di depan pintu rumah sebagai tanda. Pada saat itu Tuhan akan lewat dan membasmi semua anak sulung Mesir termasuk hewan-hewannya. Tuhan melakukan semua rencanaNya dan membiarkan bani Israel selamat.

Sikap siap siaga ditetapkan oleh Tuhan bagi umat Isarel ketika mereka menyantap daging anak domba dan roti tak beragi. Sikap ini tetap menjadi sebuah warisan di dalam gereja ketika diingatkan untuk selalu berjaga-jaga dan berdoa. Sikap berjaga-jaga membuat setiap pribadi lebih siap atau lebih fokus lagi di dalam hidupnya. Sikap Tuhan ini juga membuka mata Firaun di Mesir untuk dapat melepaskan bani Israel dari tangannya. Memang dari kacamata manusiwainya, kita merasa bahwa Tuhan terlalu kejam terhadap Firaun dan Mesir. Tetapi itulah rencana dan kuasa Tuhan. Ia memiliki kuasa atas segala makhluk di atas bumi ini. 

Yesus di dalam Injil juga menunjukkan kuasa yang diterima dari Bapa. Dalam suatu perjalanan bersama para muridNya di sebuah ladang pada hari Sabat, para muridNya merasa lapar maka mereka memetik bulir gandum dan memakannya. Ini menjadi kesempatan bagi kaum Farisi untuk mencari kesalahan Yesus dan para muridNya. Mereka mengatakan kepada Yesus bahwa para muridNya melakukan apa yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat. Yesus mengambil contoh-contoh tindakan yang melanggar hari Sabat dalam Kitab Perjanjian Lama. Daud pernah makan roti sajian yang seharusnya hanya dimakan oleh para imam (1Sam 21:1-10), para imam juga melanggar hukum Taurat di dalam Bait Allah (Bil 28:9-10). Selanjutnya Yesus mengatakan bahwa Tuhan menghendaki belas kasihan dan bukan persembahan (Hos 6:6). Semua yang diungkapkan Yesus ini seharusnya sudah diketahui kaum Farisi tetapi mereka tetap tertutup hatinya kepada Yesus yang adalah Tuhan atas hari Sabat.


Sikap legalistis masih ada di mana-mana. Banyak orang selalu bersifat Farisi yang legalistis dan melupakan hal terpenting yakni belas kasih dan keadilan. Bekerja pada hari Sabat bagi Yesus itu bukanlah hal yang absolut. Hal yang harus dipertimbangkan adalah apakah hal itu membahagiakan manusia. Di dalam Injil Markus, Yesus mengatakan: “Hari Sabat dibuat untuk manusia bukan manusia untuk hari Sabat” (Mrk 2:27). Situasi kita saat ini juga nyata terutama bagi para dokter, perawat atau pekerja lain yang harus bekerja pada hari Minggu untuk melayani banyak orang. Bagi saudara-saudari ini, mereka perlu membagi waktunya untuk Tuhan, misalnya mengikuti perayaan misa pada hari Sabtu sehingga pada hari Minggu mereka dapat bekerja seperti biasa.

Sabda Tuhan pada hari ini sangat menyejukkan hati kita. Mari bersyukur kepada Tuhan karena Ia selalu menyertai kita umatNya. Ia juga melindungi umat kesayanganNya. Hal ini sudah dialami bani Israel di Mesir, di mana menunjukkan betapa Tuhan mengasihi dan melindungi umatNya dari Firaun. Yesus di dalam Injil menunjukkan bahwa diriNya datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat melainkan untuk menggenapinya (Mat 5:17). Ia adalah Tuhan atas hari Sabat. Oleh karena itu hukum yang benar itu senantiasa mencari kebaikan manusia bukan untuk membebaninya. Mari kita meninggalkan hidup Farisi yang legalistis dan berusaha untuk semakin serupa dengan Tuhan Yesus Kristus. 


Doa: Tuhan, terima kasih karena Engkau senantiasa melindungi dan memberkati kami semua.

PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply