Renungan 20 Juli 2013

Hari Sabtu Pekan Biasa XV

Kel 12:37-42

Mzm 136: 1.23-24.10-15

Mat 12:14-21

Mari Ber-eksodus


Peristiwa Passover atau malam Paskah Yahudi menjadi awal perjalanan hidup bani Israel. Tuhan sudah berjanji untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir. Mereka akan pergi untuk mendiami negeri yang baru, berkelimpahan dengan susu dan madu (Kel 3:8.17). Pada malam Passover ini Tuhan memberikan tulah yang kesepuluh yaitu membunuh semua anak sulung Mesir dan anak sulung hewan-hewan. Orang Israel sendiri diharapkan selalu siap siaga makan daging anak domba yang disembeli, roti tak berragi dan sayuran pahit. Malam itu merupakan kesempatan Tuhan mengungkapkan belaskasihNya kepada umat Israel. Selanjutnya Tuhan mengeluarkan mereka dari perbudakan Mesir. Route perjalanan mereka adalah dari Raamses ke Sukot. Kira-kira enam ratus ribu orang berjalan kaki tidak termasuk anak-anak. Banyak orang dari bangsa-bangsa lain ikut bersama mereka, termasuk ternak berupa kambing, domba, lembu dan sapi.


Pengalaman malam itu merupakan unik di dalam hidup bani Israel. Selama 430 tahun menjadi pekerja kasar, kini mereka harus keluar dengan semua ternak yang bisa dibawa, bekal perjalanan juga pas-pasan saja berupa adonan. Mereka ini disebut pasukan Tuhan yang keluar dari tanah Mesir. Mengapa? Karena Tuhan yang mengeluarkan mereka. Orang-orang Israel diingatkan untuk selalu berjaga-jaga sejak malam Passover. Sikap berjaga-jaga juga menjadi tanda pertobatan bagi Gereja untuk menanti kedatangan Tuhan. Sikap berjaga-jaga bukan hanya dialami oleh orang-orang Israel pada malam itu tetapi juga menjadi sebuah warisan penting di dalam Gereja. Tuhan Yesus pada malam sengsaraNya berkata kepada para murid: “HatiKu sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku” (Mat 26:38). Setiap murid Kristus harus berjaga-jaga dan berdoa!


Pengalaman Bani Israel ini juga menjadi pengalaman rohani yang sangat berharga. Orang-orang Israel mengalami perbudakan selama tiga setengah abad di Mesir dan Tuhan mengeluarkan dan membimbing mereka ke tanah terjanji melewati padang gurun. Ini menjadi kesempatan bagi mereka untuk membagun persaudaraan mereka selama perjalanan di padang gurun, saling mengenal dan bersekutu satu sama lain. Pengalaman yang keras di Mesir membuat mereka mendengar panggilan dari Tuhan dan Tuhan juga akan mengikat perjanjian dengan mereka. Selama empat puluh tahun berjalan di padang gurun kesadaran akan cinta kasih Allah bagi mereka memang sangat lambat dipahami. Itu sebabnya mereka juga akan bersungut-sungut melawan Tuhan melalui Musa HambaNya. Gereja juga sedang berziarah menuju kehidupan abadi yang dijanjikan Yesus bagi semua yang percaya kepadaNya. Sejak hari pembaptisan, kita semua juga meninggalkan hidup lama di Mesir kehidupan kita, dan mencoba berjalan dalam padang gurun kehidupan menuju kepada tanah terjanji yang abadi yaitu Rumah Bapa di Surga. Hal yang kiranya penting untuk dirasakan adalah Kehendak dan penyertaan Tuhan bagi setiap manusia.


Pengalaman Eksodus tidak hanya dialami oleh bani Israel. Yesus juga bekali-kali mengalami eksodus karena ulah manusia yang belum memahamiNya. Orang-orang Farisi setelah merasa bahwa Yesus tidak sepaham dengan mereka mengenai Hari Sabat dan Bait Allah maka mereka bersekongkol dengan orang lain untuk membunuh Yesus. Namun persekongkolan mereka gagal karena Tuhan Yesus lebih dahulu menyingkir dari sana. Menyingkirnya Yesus bukan berarti semua rencana dan karyaNya tidak akan dijalani. Ternyata Yesus tetap pada komitmenNya untuk menyelamatkan manusia. Ia menyembuhkan banyak orang yang mengikutiNya. Hal yang menarik perhatian kita dari kisah ini adalah Yesus tidak frontal melawan mereka. Ia memilih untuk menyingkir jauh dari mereka bukan berarti Dia takut dengan mereka tetapi Dia tahu bahwa manusia memang masih dikuasai oleh kejahatan. Dia menyingkir ke tempat lain dan melanjutkan perbuatan-perbuatan baik dengan menyembuhkan sakit penyakit manusia.


Sekarang coba kita memeriksa bathin masing-masing. Temukanlah dalam hidup ini sikap frontal terhadap saudara-saudari yang berlawanan dengan kita. Berapa kali anda dan saya mengontrol diri, keluar dari lingkaran kehidupan ini, dan beralih ke tempat lain untuk berbuat baik? Mungkin yang terjadi adalah hanya sekedar beralih dan menyiapkan strategi untuk membalas dendam. Atau ketika anda mengalami kritikan yang pedas mungkin anda putus harapan lalu memilih untuk menyendiri di kamar atau di tempat tersembunyi sambil berhenti berbuat baik. Ternyata Yesus bukanlah demikian. Ia menyingkir ke tempat lain dan tetap berbuat baik kepada semua orang. Mari kita berubah dalam perilaku membalas dendam. Apa untungnya anda membalas dendam?


Doa: Tuhan Bapa di dalam Surga, kami mohon berkatMu supaya kami tidak mudah tersinggung dan membalas dendam. Bantulah kami untuk keluar dari kebiasan-kebiasaan lama kami yang selalu menaruh benci dan dendam di dalam hati kami masing-masing. Amen


PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply