Renungan 3 Agustus 2013

Hari Sabtu, Pekan Biasa XVII
Im 25:1.8-17
Mzm 67:2-3.5.7-8
Mat 14:1-12



Jangan kalian saling merugikan satu sama lain

Selama hari-hari menjelang Idulfitri, istilah mudik menjadi populer di mana-mana. Orang memiliki kebiasaan yang baik untuk kembali ke kampung halaman demi merayakan hari kemenangan bersama seluruh keluarga. Momen kekudusan, persahabatan mau dimantapkan ketika berada dalam suasana kebersamaan sebagai keluarga. Itu sebabnya orang memang sudah tahu bahwa akan ada kemacetan di mana-mana, bahaya kejahatan yang tinggi dan kecelakaan lalu lintas tetapi orang masih mau mudik. Mereka juga tahu bahwa untuk mudik butuh biaya yang besar tetapi orang tetap mau memilih mudik. Itulah suasana khusus di Indonesia pada hari-hari ini.  Banyak orang yang tinggal di kota-kota besar menjadi Oshin untuk melayani keluarga.

Kemarin dalam bacaan Injil, kita mendengar bahwa Tuhan Yesus Kristus mudik ke kampung halamannya yaitu di Nazaret. Pada hari Sabat, Ia pergi ke Sinagoga untuk berdoa dan mengajar. Banyak orang terpesona dan bangga berjumpa dengan Yesus, tetapi banyak juga yang mempertanyakan identitasNya. Mereka hanya mengenal Yesus dalam level manusiawi bukan sebagai Tuhan. Mereka pun akhirnya kecewa dan menolak Dia sehingga Ia mengatakan bahwa seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di kampung halamannya dan juga dalam keluarganya. Di dalam bacaan pertama pada hari ini Tuhan juga mengarahkan Bangsa Israel untuk mengadakan tahun Jubileum. Mereka semua hendaknya pulang ke tanah miliknya masing-masing. 

Jubileum berasal dari kata Jobel, tanduk yang dijadikan trompet, digunakan untuk mewartakan tahun Jubileum. Perhitungan tahun Jubileum adalah selama tujuh tahun Sabat yakni tujuh kali tujuh tahun. Maka tujuh tahun Sabat sama dengan empat puluh sambilan tahun. pada tanggal sepuluh bulan ketujuh, sangkakala harus dibunyikan. Pada tahun ke lima puluh haruslah menjadi tahun Yobel. Apa yang harus dilakukan dalam tahun Yobel? Setiap orang harus pulang ke tanah miliknya dan kaum keluarganya. Umat Israel diingatkan supaya pada tahun Yobel atau Yubelium itu, mereka tidak bercocok tanam. Kalau ada buah dari tanaman yang bertumbuh sendiri juga tidak perlu dipetik. Setiap orang diharapkan tidak saling merugikan. Tahun Yubileum haruslah menjadi tahun yang kudus bagi Israel. Prinsip-prinsip penting yang muncul di dalam persiapan tahun Yuibelum adalah: supaya semua orang berlaku adil, jujur dan penuh kasih. Semua aturan hanya akan menjadi aturan kalau tidak memuat prinsip-prinsip ini.

Prinsip-prinsip keadilan, kejujuran dan cinta kasih ditunjukkan dalam tindakan atau aksi-aksi nyata. Misalnya membebaskan para tawanan, mereka kembali ke kampung halamannya dan mengembalikan kepemilikan mereka. Selama masa mengembara di padang gurun setiap orang memiliki ternak. Setelah mengusai tanah Palestina, dibuat kebijakan baru yakni tanah hunian adalah milik pusaka keluarga-keluarga. Untuk itu harus dimanfaatkan demi keluarga dengan membeli dan menjual tanah yang ada. Tanah milik Tuhan akan diberikan kepada orang yang berkenan kepadaNya. Manusia akan menjadi administrator dan wajib melaporkannya kepada Tuhan. Pertanyaan bagi kita semua adalah apakah kita berlaku adil terhadap Tuhan dan sesama?

Penginjil Matius melaporkan tentang kemartiran Yohanes Pembaptis. Yohanes adalah suara yang berseru-serudi Padang Gurun supaya orang dapat bertobat. Herodes juga salah seorang yang mendapat pewartaan Yohanes. Ia memang segan dengan Yohanes karena ia yakin bahwa Yohanes nabi. Pada waktu itu Yesus juga sudah tampil di depan umum. Ia dikenal karena mengajar dan menyembuhkan orang-orang sakit. Herodes berpikir bahwa Yesus adalah Yohanes Pembaptis yang bangkit. Tentu saja kita bersyukur karena orang kafir seoperti Herodes pun terpesona dengan pribadi Yesus. Pada saat Herodes merayakan pesta ulang tahunnya, Putri Herodias menari dengan bagus sehingga menyukakan hati raja dan para tamu. Herodes lalu bertanya kepadanya apa yang ia minta sebagai hadiah karena telah menari dengan baik. Putrinya itu bertanya kepada mamanya dan mamanya menjawab kepala Yohanes pembaptis di dalam sebuah talam. Yohanes pun dipenggal kepalanya oleh para algojo kiriman Herodes. Ia gugur sebagai martir karena mengajarkan kebenaran kepada Herodes.

Dunia zaman ini membutuhkan banyak orang kudus untuk mengajarkan kebenaran dan keadilan bukan hanya dalam perkataan tetapi dalam hidup konkret. Tentu saja hal ini adalah pekerjaan yang sulit karena harus melawan arus dunia yang nyata. Kita tahu bahwa sikap Herodes ini memang sangat berlawanan dengan kebenaran dan keadilan. Ia merebut Herodias yang saat itu berstatus sebagai istri dari saudaranya bernama Filipus. Pada masa ini banyak orang juga yang masih tetap berperilaku demikian. Ada yang merebut suami atau istri orang lain. Keluarga bukan lagi menjadi gereja domestik tetapi neraka domestik. Mengapa? Karena orang sudah mati rasa sehingga menghancurkan keluarga sendiri dan keluarga orang lain. Masih ada Herodes-Herodes lain dalam masyarakat kita. Yesus sendiri berkata: “Setiap orang yang memandang perempuan dan menginginkannya, ia sudah berbuat zinah” (Mat 5:28). Perhatikanlah, baru melihat dan menginginkan saja sudah dosa, bagaimana kalau melakukan dengan merebut pasangan orang lain? Mari kita menghormati kekudusan keluarga-keluarga, karena di dalam keluarga Tuhan hadir. Ada cinta kasih yang menaungi seluruh keluarga. Prinsip yang baik adalah “Love one another not love another one”.


Doa: Tuhan, kami bersyukur atas keluarga-keluarga yang didirikan di atas dasar kasih sayang. Semoga Engkau menganugerahkan kasih sayang dan kesetiaan kepada mereka semua. Amen

PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply