Renungan 8 Agustus 2013

St. Dominikus de Guzman
Bil 20:1-13
Mzm 95:1-2.6-7.8-9
Mat 16:13-23


Mesias yang menderita!

Ibu St. Yohanes Bosco bernama Margaretha Occhiena. Dia adalah seorang ibu yang sederhana, single parent dan harus bekerja untuk membesarkan tiga orang anak yang ditinggal mati suaminya Francesco Bosco. Ketiga anak yang dimaksud adalah Antonio, Giuseppe dan Giovanni Bosco. Sejak mimpinya yang pertama pada usia 9 tahun, Yohanes Melkhior Bosco bercita-cita untuk menjadi seorang imam yang nantinya membaktikan seluruh hidupnya bagi orang-orang muda yang miskin. Pada saat ditahbiskan sebagai imam, ibunya menyalaminya dan memberi pesan istimewa kepada anaknya Pastor Yohanes Bosco. “Sekarang engkau sudah menjadi imam, dan engkau mempersembahkan Misa. Oleh karenanya, engkau menjadi lebih dekat dengan Yesus Kristus. Tetapi ingatlah bahwa mulai mempersembahkan misa berarti mulai menderita. Engkau tidak akan menyadari hal ini dengan segera, tetapi sedikit demi sedikit engkau akan mengerti bahwa benarlah ibumu. Saya yakin engkau akan berdoa bagi saya setiap hari, entah saya masih hidup atau sudah meninggal. Itu saja sudah cukup. Mulai sekarang engkau harus memikirkan soal menyelamatkan jiwa-jiwa. Janganlah pernah risau tentang saya.” Pesan ini kelihatan sangat sederhana dari seorang ibu tetapi memiliki makna yang sangat mendalam bagi pastor Yohanes Bosco. Pesan ini juga mendorong dia untuk menjadi imam yang kudus, yang saat ini kita kenal dengan nama St. Yohanes Bosco. Imam yang siap menderita demi orang muda yang dikasihinya.


Penginjil Matius hari ini melaporkan kegiatan Yesus di daerah Kaisarea Filipi. Sambil berkumpul bersama, ia bertanya kepada para muridNya tentang identitas diriNya. Pertanyaan pertama sederhana tentang apa kata orang tentang diriNya. Para muridNya ramai dan antusias mengatakan bahwa kata orang Dia adalah Yohanes Pembaptis, nabi Elia, nabi Yeremia atau salah seorang dari para nabi. Pertanyaan kedua lebih sulit. Ia bertanya, “Apa katamu, siapakah Aku? Mereka semua terdiam. Petrus dengan bantuan Roh Allah mengatakan, “Engkaulah Mesias, Anak Allah yang hidup” Jawaban Petrus ini merupakan sebuah bentuk pengakuan imannya. Ia dipuji bahagia oleh Tuhan Yesus dan diberi kuasa untuk menjadi pemimpin bagi jemaatNya. Petrus menjadi batu karang, diberi kunci oleh Yesus, dan kuasa ilahi pun melingkupinya yakni mengikat dan melepaskan apa saja di dunia dan di sorga.

Petrus tentu merasa senang dengan sapaan bahagia dan tugas khusus yang dipercayakan Yesus kepadanya. Di dalam pikiran Petrus, Yesus sebagai Mesias adalah Mesias yang jaya dan pemenang bukan Mesias yang menderita. Di sinilah letak kekeliruan Petrus. Ia berpikir bahwa ia jugalah yang mengatur Yesus padahal Yesus adalah Guru dan Tuhan, dan Petrus hanya mengikutiNya dari dekat dan menjadi serupa denganNya. Yesus mengatakan rencana perjalanan ke Yerusalem dan bahwa di Yerusalem para tua-tua, imam kepala dan ahli-ahli Taurat akan membuat Yesus menderita, sengsara dan wafat tetapi pada hari ketiga dibangkitkan dengan mulia. Ketika mendengar perkataan Yesus ini, Petrus menarik tangan Yesus dan melarang Yesus untuk menerima semua penderitaan itu. Yesus membentak Petrus dan mengatakan: “Enyahlah iblis! Engkau suatu batu sandungan bagiKu, sebab engkau memikirkan bukan yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” Kita ingat sebelumnya Yesus juga pernah digoda oleh iblis dan Yesus menang terhadap semua godaan itu. Kini Yesus membentak Petrus karena ia berlaku seperti iblis yang tidak menginginkan penderitaan Kristus dan tentu ini juga bertentangan dengan rencana Allah Bapa.

Tuhan Yesus memberi teladan cinta kasihNya bagi manusia melalui peristiwa paskahNya. Ia rela menerima penderitaan dengan memikul salib hingga wafat. Kekerasan fisik dan verbal dialamiNya. Ia menerima semuanya supaya manusia dapat memperoleh keselamatan. KebangkitanNya dari antara orang mati adalah tanda kuasa Allah yang besar dan cinta kasih yang tiada batasnya bagi manusia. Kita para murid Kristus, hari ini juga diajak untuk memikul salib hari demi hari dan mengikutiNya. Kita memikul salib berarti kesiapan diri untuk menerima semua pengalaman penderitaan supaya saudara dan saudari kita dapat merasakan kebahagiaan dan sukacita yang besar di dalam hidup mereka.


Sikap sebagai iblis bukan hanya dilakukan Petrus sehingga ditegur keras oleh Yesus. Di dalam bacaan pertama, kita juga mendapat gambaran umat Israel di padang gurun Zin. Mereka lalu tinggal di Kadesh. Miriam saudari Moses meninggal dunia dan dikuburkan di sana. Mereka juga sudah melihat tanah terjanji tetapi masih bersungut-sungut dan mencobai Tuhan Allah. Kali ini mereka bersungut-sungut karena kekurangan air di hadapan Musa dan Harun. Musa dan harun masuk ke dalam Kemah Pertemuan untuk berdoa: “Ya Tuhan Allah, dengarkanlah seruan umatMu, dan bukalah harta bendaMu, sumber air hidup, agar mereka dipuaskan lalu berhenti menggerutu.” Tuhan menunjukkan kesabaranNya dengan meminta Musa untuk memukul tongkatnya pada bukit batu sehingga mengalirlah air keluar untuk memberi hidup kepada mereka. 

Tuhan juga bersabda kepada Musa: “Karena kalian tidak percaya kepadaKu, dan tidak menghormati kekudusanKu di depan orang Israel, maka kalian tidak akan membawa umat Israel masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka”. Perkataan Tuhan ini terlaksana karena setelah Miryam saudari Moses meninggal, Harun dan Musa pun akan meninggal dunia sebelum masuk tanah terjanji. Kita juga banyak kali mencobai Tuhan Allah di dalam hidup kita, hanya Tuhan selalu sabar dan baik hati terhadap kita. Bagaimana  cara mencobai Tuhan? Kita menggerutu kepadaNya. Kita berpikir Tuhan sudah pikun dan tidak memperhatikan kehidupan kita. 

Sabda Tuhan pada hari ini memfokuskan kita pada Tuhan yang mengabdikan diriNya bagi manusia. Ia telah mengorbankan PutraNya yang tinggal untuk menebus kita semua. Apa balasan kita bagi Tuhan? Tuhan ternyata tidak menuntut balasan tetapi Dia tetap mahapengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setiaNya. Apakah kita juga dapat menjadi orang yang panjang sabar dan besar kasih setia? Apakah kita berani menerima salib dan menguduskannya dalam hidup kita setiap hari? Salib yang kita pikul berguna untuk membuat sesama kita selalu bahagia di dalam hidupnya. Yesus sendiri membahagiakan kita melalui penderitaanNya. Mari kita mengikuti jejakNya.

Doa: Tuhan Yesus Kristus, bantulah kami agar dapat bertumbuh dalam iman. Semoga semua salib yang kami alami berguna untuk membahagiakan sesama kami. Amen

PJSDB 
Leave a Reply

Leave a Reply