Renungan 12 Agustus 2013

Hari Senin, Pekan Biasa XIX

Ul 10:12-22

Mzm 147:12-13.14-15.19-20

Mat 17:22-27

Kebersamaan

Dalam sebuah perjalanan dengan bus usai mudik lebaran, ada seorang anak berulang kali membaca tulisan: “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”.  Semua orang yang berada di dalam bus itu merasa terusik karena berkali-kali anak itu membaca tulisan yang sama. Memang patutlah dimaklumi karena ia barusan latihan membaca. Namun semakin lama mendengar anak itu membaca orang-orang di dalam Bus pun bereaksi. Ada yang merasa bosan mendengar karena ingin tenang untuk bisa tidur dalam Bus, ada yang bereaksi dengan wajah penuh kekesalan, ada seorang yang mengatakan bahwa ini adalah suara Tuhan sehingga ketika pulang mudik kita bisa bersatu lebih akrab lagi dalam keluarga. Ibu dan ayah anak itu hanya memberi kode: “Sssssss, diam”. Memang lain orang, lain reaksinya. Anak kecil itu sendiri mungkin tidak mengerti tentang apa yang sedang ia lakukan.

Dari Kitab Ulangan hari ini kita mendapat informasi bahwa umat Israel sudah berada di dekat tanah terjanji. Mereka sudah melihatnya, para pengintai juga sudah melaporkan tugas pengintaiannya. Sayang sekali masih ada ganjalan-ganjalan tertentu yang dibuat oleh jemaat Israel. Dalam hal ini mereka masih bersungut-sungut kepada Tuhan melalui Musa hambaNya. Namun demikian Tuhan juga tetap menunjukkan belaskasihNya kepada umat Israel. Tuhan masih sabar, dan setia karena Ia tahu bahwa mereka pasti berubah dan bahwa ada generasi baru yang nantinya layak masuk ke tanah terjanji bersama Yosua. Musa sang hamba Tuhan dalam kebersamaan dengan umat Israel mengingatkan mereka untuk dapat bertobat dan hidup layak di hadiratNya.

Musa berkata, ”Hai orang Israel, Tuhan menuntut agar kalian takwa kepadaNya, hidup menurut segala perintahNya, mengasihi Dia  dan beribadah kepada Tuhan Allahmu, dengan segenap hati dan dengan segenap jiwamu”. Musa bermaksud agar umat Israel lebih fokus lagi kepada Tuhan yang telah mengeluarkan mereka dari tanah Mesir dan mendampingi mereka selama hampir empat puluh tahun mengembara di padang gurun. Itu sebabnya semua yang dikatakan Musa, berupa perintah dan ketetapan Tuhan harus dipatuhi oleh mereka. Mengapa demikian? Karena Tuhan sendiri adalah Allah Pencipta. Dia telah menciptakan langit dan bumi dan Dia juga yang sangat mencintai nenek moyang mereka sehingga memilih mereka menjadi satu bangsa kepunyaanNya. Untuk itu Musa berharap agar umat Israel dapat menunjukkan pertobatan mereka. Mereka harus menyunatkan hati mereka dan tidak perlu bertegar hati lagi.

Siapakah Allah bagi umat Israel menurut Musa? Allah orang Israel adalah Allah nenek moyang mereka yakni Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Allah nenek moyang mereka adalah Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan. Ia adalah Allah yang agung, kuat, dahsyat, tidak memandang bulu dan menerima suap, membela hak kaum yatim dan janda dan menunjukkan kasihNya kepada orang asing dan memberikan kepadanya makanan dan pakaian. Di samping perbuatan kasih, orang Israel juga menunjukkan kebersamaan mereka dalam beribadat. Cinta kasih dan kesetiaan kepada Tuhan harus mereka bangun. Dengan demikian janji Tuhan bahwa mereka akan menjadi bangsa yang besar akan sungguh terlaksana.

Perkataan Musa ini mengingatkan kita pada peringatan Yesus tentang akhir zaman kepada para muridNya. Ia mengingatkan para muridNya bahwa pada akhir zaman semua orang akan diadili berdasarkan berbuatan kasih kepada sesama: Mereka yang lapar dan haus, orang asing, telanjang, sakit dan di dalam penjara. Dan Yesus berkata: “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25: 40). Cinta kasih Tuhan sifatnya universal maka cinta kasih yang sama juga hendaknya bersifat universal. Ini adalah cara Tuhan menyadarkan umat Israel untuk hidup dalam kebersamaan.

Penginjil Matius di dalam bacaan Injil hari ini mengisahkan kebersamaan Yesus dengan para muridNya. Mereka semua berada dalam satu persekutuan persaudaraan di Galilea. Dalam suasana kebersamaan itu, Yesus menjelaskan tugas perutusanNya di dunia. Ia berkata: “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia; mereka akan membunuh Dia, tetapi pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan”. Mungkin saja pikiran para murid selama itu adalah Yesus harus menjadi raja yang hebat, berjaya dan penuh kuasa manusiawi. Namun Tuhan  Yesus ternyata bukan demikian. Ia harus menderita demi keselamatan kita. Momen kebersamaan Yesus dengan para murid yang lain adalah kerendahan hatiNya untuk menjadi sama seperti manusia meskipun Putra Allah. Ia harus membayar pajak kepada pemerintah Romawi. Yesus tidak berniat untuk menjadi batu sandungan bagi orang lain.

Kebersamaan adalah satu kata yang penting dan patut dimiliki oleh setiap orang. Dalam bacaan-bacaan suci pada hari ini, kita melihat Tuhan begitu akrab, sabar, dan setia dengan umat Israel meskipun mereka banyak berbuat dosa, bertegar hati kepadaNya. Tuhan Yesus sendiri menyatakan kebersamaan dengan para muridNya dengan tinggal bersama mereka, menderita, wafat dan bangkit bagi mereka. Segala sesuatu dipertaruhkan untuk para muridNya. Dalam hal duniawi seperti membayar pajak saja, Yesus lakukan sehingga tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain. Lalu apa yang harus kita lakukan? Kita harus mengasihi semua orang sebagaimana Tuhan sendiri sudah mengasihi kita. Itulah kebersamaan sejati!

Doa: Tuhan, ajarilah kami untuk tetapi hidup bersatu dan rukun dengan sesama kami. Amen
PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply