Renungan 22 Agustus 2013

Bunda Maria Ratu Surga
Hari Kamis Pekan Biasa XX
Hak 11:29-39
Mzm 40: 5.7-8a.8b-9.10
Mat 22:1-14
 
Persembahan berharga

 

Hari ini seluruh Gereja Katolik memperingati Bunda Maria sebagai Ratu Surga. Pesta ini dipopulerkan oleh Paus Pius XII pada tahun 1955. Ia menetapkan tanggal 31 Mei sebagai hari perayaan liturginya. Namun setelah pembaharuan liturgi dalam Konsili Vatikan II, perayaan ini diperingati seminggu setelah merayakan Bunda Maria diangkat ke Surga yakni 22 Agustus. Mengapa ada perayaan ini? Di dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (Lumen Gentium) di katakan: “Perawan Tak Bernoda yang tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa asal, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia ini, telah diangkat melalui kemuliaan di surga beserta badan dan jiwanya. Ia telah ditinggikan oleh Tuhan sebagai Ratu alam semesta, supaya secara lebih penuh menyerupai Putranya, Tuan di atas segala tuan, yang telah mengalahkan dosa dan maut” (LG 59).
Setiap pengikut Kristus memiliki satu tujuan mulia untuk bersatu dengan Kristus sang Mesias dan KerajaanNya. Bunda Maria adalah orang pertama yang mewujudkan rencana Tuhan, sebagai penghuni Kerajaan MesianisNya. Yesus di dalam Injil Lukas berkata: “Kamulah yang akan tetap tinggal bersama-sama dengan Aku dalam segala pencobaan yang Aku alami. Dan Aku menentukan hak-hak Kerajaan bagi kamu, sama seperti BapaKu menentukan bagiKu bahwa kamu akan makan dan minum semeja dengan Aku di dalam KerajaanKu, dan kamu akan duduk di atas takhta untuk menghakimi keduabelas suku Israel” (Luk 22:28-30). Kerajaan Mesianis ditandai dengan Salib. Santo Paulus berkata: “Jika kita mati bersama Dia, kita pun akan hidup dengan Dia. Jika kita bertekun, kita pun akan memerintah bersama Dia. Jika kita menyangkal Dia, Dia pun akan menyangkal kita.” (2Tim 2:11-12)
Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini membantu kita untuk menyadari persembahan diri kita kepada Tuhan seperti Bunda Maria. Dalam bacaan pertama kita mendengar kisah seorang panglima Israel bernama Yefta. Ia penuh dengan Roh Kudus dan melakukan suatu perjalanan yang jauh mulai dari Guilead, Manasye, Mizpa sampai ke tempat orang-orang Amon. Sambil berjalan, ia bernazar kepada Tuhan: “Jika engkau sungguh-sungguh menyerahkan orang Amon ke dalam tanganku, maka yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku pada waktu aku pulang dengan selamat dari orang-orang Amon akan menjadi milik Tuhan. Aku akan mempersembahkannya sebagai kurban bakaran.” (Hak 11:30). Tuhan mendengar nazar Yefta sehingga kemenangan besar pun diberikan kepadanya.

Ketika Yefta pulang ke rumah, orang pertama yang keluar dari rumahnya adalah anak perempuannya, sambil memukul rebana dan menari-nari.  Yefta penuh menyesalan dan mengoyakkan pakaiannya. Ia berkata kepada anaknya: “Ah, anakku, engkau membuat hatiku hancur luluh dan engkaulah yang mencelakakan aku; aku telah membuka mulutku bernazar kepada TUHAN, dan tidak dapat aku mundur.” (Hak 11:35). Anak itu menjawab ayahnya: “Bapa, jika engkau telah membuka mulutmu bernazar kepada TUHAN, maka perbuatlah kepadaku sesuai dengan nazar yang kauucapkan itu, karena TUHAN telah mengadakan bagimu pembalasan terhadap musuhmu, yakni bani Amon itu.”(Hak 11:36). Anak itu lalu meminta ijin kepada ayahnya untuk pergi ke gunung dan menangisi kegadisannya. Ia berkata kepada ayahnya: “Izinkanlah aku melakukan hal ini: berilah keluasan kepadaku dua bulan lamanya, supaya aku pergi mengembara ke pegunungan dan menangisi kegadisanku bersama-sama dengan teman-temanku.” (Hak 11:37). Ayahnya pun mengijinkan gadis itu untuk pergi menangisi kegadisannya. Setelah dua bulan, ia kembali dan menjadi korban bakaran kepada Tuhan.

Kisah ini menunjukkan bagaimana orang mau berpegang teguh pada komitmennya untuk menetapi janjinya. Sekali berjanji kepada Tuhan, jangan pernah mengingkarinya karena Tuhan sendiri tak pernah ingkar janji. Bunda Maria menunjukkan teladan iman dan setia dalam menepati janjinya kepada Tuhan. Ia berjanji, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu” maka dari saat itu, ia pun berusaha hari demi hari untuk setia pada janjinya. Bunda Maria menepati janjinya sebagai persembahan yang berharga untuk Tuhan. Seluruh hidupnya hanya untuk Tuhan. Sesuai nazar dari Yefta, maka anak perempuannya juga menjadi kurban yang sangat bernilai bagi Tuhan. Dialah pemilik seluruh hidup kita. Dialah yang mengundang kita untuk datang dan mengambil bagian dalam perjamuanNya.

Di dalam bacaan Injil, Yesus mengumpamakan Kerajaan Surga dengan seorang raja yang melakukan perjamuan nikah. Raja itu menyuruh para hambanya untuk mengundang orang-orang yang sudah mendapat undangan untuk datang ke perjamuannya. Tetapi para undangan itu sibuk dengan pekerjaan. Ada juga undangan yang marah sehingga menganiaya bahkan membunuh para suruhan raja. Raja pun marah dengan perilaku kasar para undangannya. Ia menyuruh para hamba yang lain untuk mengundang semua orang yang dijumpai di jalan untuk datang mengikuti perjamuannya. Tentu saja para undangan baru ini majemuk, ada orang baik dan orang jahat. Namun di antara mereka ada seorang yang tidak berpakaian pesta. Orang itu dicampakan ke dalam kegelapan yang paling gelap. Yesus mengakhiri perkataannya: “Banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang dipilih”.

Kisah Injil ini sebenarnya berbicara tentang diri Yesus sendiri sebagai Raja. Dialah Raja dan Bunda Maria sebagai Ratu Surgawi. Selama hidupnya Tuhan Yesus berpartisipasi dalam perjamuan makan dengan berbagai pribadi yang berbeda: orang Farisi, pemungut cukai, kaum pendosa untuk menunjukkan betapa Allah juga sangat mengasihi mereka. Allah adalah kasih dan Ia mengasihi semua orang. Semua perkataan dan perbuatan Yesus menunjukkan cara Ia menghadirkan Kerajaan Allah di atas dunia. Ini merupakan kesempatan terbaik, penuh sukacita dan berkelimpahan. Maka semua orang diundang untuk datang dan menikmati perjamuan bersama Tuhan. Namun demikian, satu hal yang penting pada bagian terakhir Injil adalah orang yang tidak berpakaian pesta. Komunitas Kristiani memang terdiri dari orang baik dan orang jahat. Pada akhir zaman akan ada pemisahan antara orang yang baik dan orang jahat (Mat 13:36-43). Tentu saja belum cukup orang hanya dibaptis dan menerima sakramen-sakramen. Hidup pribadi orang itu juga haruslah berubah menjadi serupa dengan Yesus sendiri.

Doa: Tuhan, terima kasih karena Engkau memberi kami Bunda Maria sebagai model kekudusan. Semoga kami juga berusaha hari demi hari bertumbuh menjadi kudus. Amen

PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply