Renungan 18 September 2013

Hari Rabu, Pekan Biasa XXIV

1Tim 3: 14-16

 Mzm 111:1-2.3-4.5-6

 Luk 7:31-35

 

Hidup untuk orang lain

 
Ada seorang imam Misionaris. Ia sudah melayani umat di sebuah pedalaman selama lebih kurang 40 tahun. Semakin usianya bertambah, ia juga merasa semakin menyatu dengan umat setempat. Banyak hal yang ia alami sebagai tanda menyatunya diri dengan tanah misi, misalnya dalam hal makan, minum, bahasa, pakaian bahkan kulitnya pun perlahan beradaptasi dari putih menjadi hitam. Ketika merayakan hari ulang tahun kehadirannya di tanah misi, ia memberi sambutan seperti ini: “Saya bersyukur kepada Tuhan karena saya mempersembahkan diri saya untuk Tuhan di tanah ini. Karena Tuhan maka saya dapat merayakan 40 tahun hidup untuk semua umat di tanah ini. Mereka memiliki banyak kelebihan dan lebih banyak kekurangan juga. Saya pernah merasa ada penolakan terhadap pelayanan pastoral tetapi saya tetap mau tinggal di sini selamanya karena saya mengasihi mereka”. Ketika mendengar sambutannya ini saya terharu. Ia mengatakan: “Saya hidup untuk orang-orang di tanah ini”. Hidup untuk orang lain itu tidaklah mudah. Kita harus memberi segala-galanya untuk orang yang kita layani! Kita harus menerima mereka apa adanya, dengan segala kelebihan dan kekurangan. Mereka memiliki banyak kekurangan tetapi kekurangan dibalas dengan kasih.

 

Sharing pengalaman misionaris di atas membuka wawasan kita untuk memahami perikop Injil pada hari ini. Ada dua figur yang diutus Allah untuk hidup bagi orang lain tetapi mereka mengalami penolakan. Pertama, Yohanes Pembaptis datang dan mempraktekkan hidup askesis dengan tidak makan roti dan minum anggur. Terhadap sikap Yohanes ini, banyak orang menganggap Yohanes sebagai orang yang kerasukan setan sehingga tidak diterima. Kedua, Yesus Kristus juga diutus oleh Bapa untuk menebus dosa manusia. Ia mewujudkannya dengan makan dan minum bersama semua orang baik dan jahat. Yesus dianggap sebagai seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa.

 

Yesus dalam perikop Injil ini kelihatan kecewa dengan orang-orang Yahudi pada masa itu yang melihat semua karyaNya, mendengar perkataanNya tetapi mata hati mereka buta dan keras sehingga tidak menerima kehadiranNya. Karena sikap mereka demikian maka Yesus mengatakan bahwa mereka itu seumpama: anak-anak yang duduk di pasar dan saling menyeruhkan: Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak menangis. Anak-anak yang duduk di pasar adalah simbol orang-orang Yahudi yang tidak mengerti dan memahami kehadiran Yohanes dan Yesus. Belum ada kematangan rohani yang memadai di dalam diri mereka. Padahal Yohanes Pembaptis dan Yesus berada di tengah-tengah mereka sebagai tanda keselamatan bagi umat Israel. 

 

Yohanes dengan hidup askesisnya dihubungkan dengan kidung duka, hidup Yesus dengan saat kebersamaan untuk makan dan minum menandakan sukacita mesianis laksana tarian selama pernikahan. Orang-orang Yahudi sendiri sama dengan anak-anak yang duduk di pasar yang saling menyeruhkan bahwa Yohanes seperti orang gila sedangkan Yesus itu pelahap. Yesus mengakhiri perkataanNya dengan berkata: “Tetapi hikmat dibenarkan oleh semua orang yang menerimanya. Hikmat menunjukkan tanda penebusan berlimpah dari Tuhan dan dikenal oleh semua anakNya khususnya mereka yang menerima warta pertobatan Yohanes dan khabar sukacita dari Yesus. Mereka yang terbuka hatinya kepada Tuhan dan ingin memperoleh hidup kekal.

 
Bacaan Injil pada hari ini menyadarkan kita bahwa hidup dan
bekerja untuk orang lain itu memang tidak mudah. Selalu ada suka dan dukanya. Ada saat di mana pelayanan kita itu diapresiasi, tetapi ada saat di mana kita sendiri mengalami penolakan-penolakan tertentu. Semua akan menjadi indah pada waktunya ketika kita bersandar dan berpasrah kepada Tuhan. Yohanes Pembaptis setia selamanya sampai menjadi martir. Yesus juga menunjukkan hal yang sama sebagai martir di atas kayu Salib. Mari kita berani memberi diri kita seutuhnya kepada Tuhan. Janganlah kita diumpamakan seperti ini atau itu karena kita adalah bagian dari Yesus sendiri. Kita juga perlu membangun sikap tobat yang benar. Hak yang mau kita tujui adalah persatuan yang utuh dengan Yesus. Mari kita renungkan kata-kata ini: “Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok, jikalau ada orang yang mendengar suaraKu dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku akan makan bersama-sama dengan dia dan ia bersama-sama dengan Aku”  (Why 3:20). Bukalah pintu hatimu, Yesus berada di depan pintumu. Bukalah dan biarkan Ia masuk dan tinggal bersamamu.

St. Paulus, di dalam bacaan pertama memberikan sebuah himne kecil tentang Paskah Kristus. Himne ini kiranya dapat dipertimbangkan sebagai sebuah doa Credo atau aku percaya. Kata kunci yang berhubungan dengan Paskah adalah pengangkatan (esaltazione). Paulus menulis bahwa jika ia terlambat maka Timotius dapat  mengatur jemaat untuk hidup layak di hadirat Tuhan sebagai satu keluarga. Pada akhirnya Paulus mengatakan keagungan dan rahasia ibadat kita: “Dia yang telah menyatakan diriNya dalam rupa manusia, dibenarkan di dalam Roh; yang menampakkan diriNya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara segala bangsa yang tidak mengenal Allah, yang dipercayai di dalam dunia, diangkat di dalam kemuliaan.” Misteri keselamatan merupakan rencana keselamatan dari Tuhan selama berabad-abad dan menjadi nyata dalam peristiwa Inkarnasi. Artinya Sabda Tuhan menjadi manusia di dalam Yesus Kristus. Hal ini dibenarkan oleh Roh Kudus sendiri. Ia menderita, sengsara, wafat dan bangkit dari alam maut. Hal ini menandakan bahwa Ia sungguh-sungguh Allah yang benar. Ia naik ke surga, duduk di sisi Bapa dan mengutus Roh Kudus untuk membaharui muka bumi.

Doa: Tuhan Yesus Kristus, kami berterima kasih kepadaMu karena menyadarkan kami akan makna mempersembahkan diri kepada sesama. Bantulah kami untuk setia di dalam panggilan kami masing-masing. Jauhkanlah kami dari rasa putus asa dan tidak setia dalam melayani. Amen

PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply