Renungan 21 September 2013

St. Matius, Rasul
Hari Sabtu, Pekan Biasa XXIV
Ef 4:1-7.11-13
Mzm 19:2-3.4-5
Mat 9:9-13

Hiduplah sepadan dengan panggilanmu!
Pada hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan Pesta St. Matius, Rasul. Matius lahir pada abad pertama. Ia dikenal sebagai salah seorang pemungut cukai (Mat 10:3) dan merupakan salah satu dari keduabelas orang yang dipanggil Yesus untuk menjadi rasul. Ia juga dikenal dengan nama Lewi, anak Alfeus (Mrk 2:14; Luk 5:27). Matius menunjukkan semangat mengikuti Yesus dengan kerelaan menyambut Yesus di rumahnya sendiri. Pada saat itu banyak orang berdosa juga datang dan ikut makan bersama mereka (Mrk 2:13-17). Hadiah besar yang dianugerahkan Yesus kepadanya adalah menulis Injil yang saat ini kita kenal sebagai Injil Matius.
Bacaan-bacaan Liturgi pada hari ini membantu kita untuk memfokusan perhatian kita kepada semangat untuk menjadi murid Kristus. St. Paulus di dalam bacaan pertama membagi pengalamannya sebagai rasul yang merelakan dirinya dipenjara demi Kristus. Dengan berdasar pada pengalaman menderita demi Kristus maka ia menasihati jemaat di Efesus sebagai orang-orang terpanggil untuk hidup sepadan atau cocok dengan panggilannya. Bagaimana mewujudkan hidup sepadan atau cocok dengan panggilan? Bahwa semua kebajikan-kebajikan Kristus haruslah dimiliki oleh setiap orang yang percaya kepadaNya.  Untuk itu Paulus menasihati mereka: “Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam saling membantu”. Kebajikan-kebajikan yang dinasihatkan Paulus ini adalah kebajikan Kristus sendiri. Bagaimana orang dapat menjadi rendah hati satu sama lain? Banyak orang lebih menyukai kesombongan manusiawi dari pada kerendahan hati. Kelemah lembutan membuat orang mampu mengasihi dan menerima semua orang apa adanya. Kesabaran membuat orang sungguh-sungguh bertumbuh secara rohani. Semua ini dilakukan dengan penuh kasih kepada sesama. Kasih adalah segalanya di dalam Tuhan.

Paulus juga menasihati agar setiap orang yang hidup sesuai kebajikan-kebajikan Tuhan dapat berusaha untuk memelihara kesatuan Roh dalam ikatan damai sejahtera: satu tubuh, satu Roh, satu pengharapan, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, yang di atas semua, menyertai semua dan menjiwai semua.  Kebajikan-kebajikan Kristus kalau di hayati dengan baik maka orang akan mewujudkan persekutuan dan persaudaraan sejati di dalam Kristus. Setiap orang yang dibaptis akan mewujudkan sakramen pembaptisannya di tengah dunia. Ia akan menjadi saksi Kristus yang mempersatukan semua orang dan bersama-sama berjalan menuju kepada Allah. Menurut Pulus, Tuhan Yesus juga memberi kasih karunia kepada setiap orang sesuai ukuranNya sendiri kepada setiap pribadi. Demikian juga akan terjadi pemberianNya kepada para rasul, nabi, pemberita Injil, gembala umat pengajar. Semua bentuk pengajaran yang diberikan dan yang diterima akan berguna bagi setiap pribadi menuju kepada kekudusan atau kepenuhan di dalam Kristus.

Paulus dalam perikop kita ini mau menegaskan bahwa semua orang yang dibaptis memiliki panggilan luhur untuk menjadi kudus. Bagaimana mewujudkan kekudusannya? Dengan menghayati kebajikan-kebajikan Kristus sendiri di dalam tindakan, perbuatan dan juga segala perkataan. Banyak orang mengakui dirinya sebagai pengikut Kristus tetapi hidupnya jauh dari Tuhan. Mereka belum menunjukkan kebajikan iman, harapan dan kasih yang sempurna di dalam hidup. Sebagai contoh, banyak kali pelayanan-pelayanan yang diberikan belumlah maksimal. Orang masih mewujudkan panggilan dengan melayani penuh perhitungan untung dan ruginya, padahal katanya mau melayani Tuhan. Demi pelayanan, orang bisa saja membuat sesamanya bahagia, bisa juga membuat mereka menderita, tertekan dan tidak berkembang secara rohani dan jasmani.

Di dalam bacaan Injil kita mendengar contoh konkret pribadi yang dipanggil Tuhan untuk mewujudkan iman, harapan dan kasihNya kepada Tuhan. Tuhan Yesus memanggil Matius ketika ia masih duduk di rumah cukai. Ia sedang menikmati pekerjaannya meskipun pekerjaan semacam itu gelap di mata orang-orang Yahudi. Para pemungut cukai disamakan dengan kaum pendosa karena mereka adalah orang Yahudi yang bekerja untuk bangsa Romawi yang saat itu masih menjajah Israel. Mereka boleh digolongkan pengkhianat bagi bangsa dan negara. Para pemungut cukai juga dinilai negatif karena kadang-kadang mereka menagih pajak melebihi jumlah yang harus ditagih. Kelebihannya itu kadang-kadang dipakai untuk dirinya sendiri.

Kaum Farisi dan para ahli Taurat boleh menolak para pemungut cukai, tetapi Yesus leluasa bergaul dengan mereka. Ia menerima mereka apa adanya, mengampuni dosa-dosa mereka, duduk dan makan bersama penuh persaudaraan dengan mereka. Yesus memiliki prinsip yang bagus yakni mencari orang berdosa untuk diselamatkan. Memang, “Bukan orang sehat yang membutuhkan tabib, melainkan orang sakit.” Sebagai Tuhan, Ia menghendaki belas kasihan dan bukan persembahan! Ia tidak memanggil orang benar, melainkan orang berdosa. Apakah anda dan saya merasakan belas kasihan Tuhan dalam sakramen Tobat? Apakah anda menikmati perubahan menjadi lebih baik lagi dalam hidupmu di hadirat Tuhan? Hiduplah sepadan dengan panggilanmu!
Doa: Tuhan Yesus Kristus, SabdaMu memiliki daya pengampunan. Ampunilah dosa dan salah yang sudah kami perbuat kami di hadiratMu ya Tuhan. Amen
PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply