Renungan 24 September 2013

Hari Selasa, Pekan Biasa XXV

Ezr 6:7-8.12b.14-20

Mzm 122:1-2.3-4a.4b-5

Luk 8:19-21

Bahkan orang Kafir pun bersahabat dengan Allah

Ketika saya masih bertugas di daerah Timur Indonesia, saya memiliki kesempatan untuk bersahabat dengan banyak orang yang tidak seiman. Salah seorang yang selalu saya ingat adalah Pak Djoko. Pada suatu kesempatan ia mengontak saya untuk membicarakan sesuatu. Kami bertemu dan ia mengatakan kepada saya: “Pastor, saya memiliki rencana untuk membangun sebuah sekolah untuk anak-anak usia dini. Saya membutuhkan dukunganmu untuk menyelesaikan gedung sekolah yang ada”. Saya mengatakan, “Demi anak-anak muda saya dan komunitas siap membantumu”. Kami pun membantu dan mendukung Pak Djoko dan dia berhasil menyelesaikan gedung sekolah untuk anak-anak usia dini. Pada kesempatan lain saya bertemu dengan Pak Djoko dan ia berkata kepada saya, “Saya merasa di daerah kita ini jauh lebih toleran. Sekolah Madrasah yang di bangun itu, para pendukungnya lebih banyak sahabat-sahabat Nazrani yang saya kenal. Terima kasih, kalian adalah sahabat-sahabatku yang baik”. Banyak kali saya mengenang pengalaman sederhana bersama Pak Djoko dan kawan-kawan. Nilai kemanusiaan menjadi perjuangan bersama. Iman adalah hal yang sangat pribadi dari orang tersebut. Persaudaraan sejati itu nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan semangat semu dalam beragama. Mengapa? Karena orang yang beragama belum tentu dapat menjadi saudara. Orang yang berteriak dengan memakai simbol agama tertentu belum benar-benar beriman sehingga mereka juga belum bersaudara dengan orang lain.


Pengalaman sederhana ini mau membantu kita untuk memahami rencana Allah untuk menyelamatkan umat Israel sebagaimana diungkapkan di dalam bacaan pertama dari Kitab Ezra. Koresh, raja Persia memerintahkan orang-orang Yahudi untuk kembali dari Babel ke Yerusalem daerah Yudea untuk membangun Bait Allah. Koresh adalah orang yang mengakui dirinya tidak mengenal Allah tetapi menyuruh orang untuk membangun rumah Tuhan. Pada hari ini kita mendengar bagaimana Bait Allah itu dapat selesai karena andil figur-figur orang asing yang belum mengenal Allah tetapi menghendaki adanya rumah Allah. Mereka adalah para raja Persia yakni Koresh, Darius dan Artahsastra. Mereka memberikan dukungan moril yang luar biasa sehingga proses pembangunan Bait Allah dapat berhasil dengan baik. Perlu diingat bahwa ketika terjadi deportasi orang-orang Yahudi ke Yerusalem dari Yerusalem, masih ada orang-orang yang tinggal di Yerusalem. Tetapi mereka juga tidak mampu membangun sendiri Bait Allah yang sudah dirobohkan. Itu sebabnya tugas pertama yang harus dilakukan oleh orang-orang yang kembali dari Babel adalah membangun rumah Tuhan yang nantinya dapat menjadi pusat pemersatu semua orang Yahudi.


Bagaimana wujud sumbangan para raja Persia yang dikategorikan orang-orang kafir ini bagi komunitas Yahudi dalam membangun bait Allah? Tentu saja hal yang pertama adalah mereka diperbolehkan kembali ke Yersualem. Ini hal yang sangat positif. Untuk membangun Batit Allah, raja Darius misalnya meminta kepada para Bupati di daerah seberang sungai Efrat untuk mendukung pembangunan Bait Allah di tempatnya semula. Ada juga permintaan sumbangan  wajib berupa upeti dari derah seberang sungai Efrat untuk mendukung pembangunan ini. Orang-orang Yahudi pun bekerja giat sesuai petunjuk dari nabi Hagai dan nabi Zakharia bin Ido. Pada tahun keenam pemerintahan Darius, Bait Allah pun selesai dikerjakan. Bait Allah disucikan dengan aneka persembahan berupa kurban bakaran. Puncaknya adalah ketika semua suku Israel merasa dipersatukan sehingga mereka berkumpul bersama untuk merayaka Pesta Paskah. Ada juga upacara pentahiran diri para imam dan suku Lewi sehingga semua jemaat menjadi tahir.


Kisah menakjubkan di dalam bacaan pertama ini membantu kita juga untuk memahami bacaan Injil. Yesus mau mengatakan bahwa keluargaNya adalah keluarga Allah. Oleh karena Ikatan Sabda Tuhan memiliki nilai yang mengatasi ikatan darah dan daging. Pada suatu kesempatan Yesus sedang mengajar banyak orang. Bunda Maria dan para sepupuh Yesus mendatangiNya untuk bertemu sebentar. Tetapi karena terlalu banyak orang yang berkerumun sehingga mereka hanya menitip pesan untuk bertemu. Yesus berkata: “Ibu-Ku dan saudara-saudaraKu ialah mereka yang mendengarkan Sabda Allah dan melaksanakannya.” Relasi dengan Yesus sebagai Sabda kehidupan tidak berdasar pada  ikatan darah-daging tetapi pada Tuhan sendiri yakni SabdaNya yang keluar dari mulut dan diberikanNya kepada manusia. Mereka yang mendengar Sabda akan menjadi ibu, sadara dan saudari Yesus.


Perkataan Yesus ini membantu kita semua untuk menyadari bahwa kita dapat membangun persatuan dengan Allah kalau kita memiliki kemampuan untuk mendengar Sabda, menyimpan di dalam hati dan melakukannya di dalam hidup setiap hari. Sabda Tuhan juga dapat merobohkan tembok-tembok pemisah yang ada di antara kita. Kalau demikian maka tidak ada lagi orang Yunani, Yahudi, bersunat atau tidak bersunat, orang dari aliran ini atau itu. Kita semua satu di dalam Tuhan Yesus Kristus. Kita semua menjadi saudara dalam Tuhan yang sama. Kita juga diajak untuk menyadari bahwa kita bukanlah status quo bagi keselamatan. 


Doa: Tuhan, kami bersyukur kepadaMu karena memilih kami menjadi saudaraMu. Amen


PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply