Renungan 23 Oktober 2013

Hari Rabu, Pekan Biasa XXIX

Rm 6:12-18
Mzm 124:1-8
Luk 12:39-48
Janganlah Menjadi Hamba Dosa!
Ada seorang pemuda yang pernah membagi pengalaman masa lalunya. Ia mengatakan bahwa dirinya pernah berada dalam situasi yang tidak menentu baik di hadapan Tuhan maupun sesama. Hal ini disebabkan oleh sebuah kebiasaan untuk selalu jatuh dalam dosa yang sama. Ia berulang kali mengakui dosa tersebut, membuat niat dan komitmen yang bagus tetapi hasilnya selalu sia-sia saja. Di hadapan Tuhan ia merasa hina, malu dan tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya lagi. Di hadapan sesama pun demikian, ia juga merasa hina dan malu terutama terhadap orang-orang tertentu yang bersamanya membuat dosa yang sama. Ia berusaha menjauhi orang tersebut tetapi seolah-olah orang tersebut mengejarnya untuk berbuat dosa lagi. Sekarang ia hanya kembali berserah kepada Tuhan, membiarkan apa yang Tuhan mau di dalam dirinya. Dia berharap suatu saat ia bisa menjadi pribadi yang layak untuk Tuhan.
Sharing sederhana sang pemuda ini mengingatkan kita semua pada akibat dosa manusia pertama yang menjalar ke mana-mana sehingga di dalam hidup kita selalu ada kutub kebaikan dan kutub kejahatan. Banyak kali kita berpikir bahwa kita seharusnya menjadi orang terbaik bagi Tuhan dan sesama tetapi pada kesempatan yang lain niat dan pikiran kita itu justru kalah dengan keinginan daging di dalam diri kita. Saya kira bukan hanya pemuda dalam kisah ini yang memiliki pengalaman mengulang terus dosa yang sama tetapi banyak di antara kita juga seperti dia. Kalau kita selalu mengulangi dosa yang sama berarti kita belum mengerti tentang makna metanoia atau pertobatan radikal. Ketika mendoakan doa tobat, kita selalu berjanji untuk tidak berbuat dosa lagi tetapi kenyataannya kita selalu mengulangi dosa yang sama. Ini berarti komitmen di dalam doa ini belum sepenuhnya terlaksana di dalam hidup kita.
St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma menulis: “Saudara-saudara, janganlah dosa berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kalian tidak lagi menuruti keinginannya. Janganlah kalian menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa, untuk dipakai sebagai senjata kelaliman tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah”  Himbauan Paulus masih berlaku hingga saat ini. Kita harus menyadari diri kita sebagai orang-orang yang dikuduskan pada hari pembaptisan dan menjadi bagian dari Tuhan sendiri. Artinya ada keilahian di dalam diri kita. Itu sebabnya St. Paulus di bagian lain mengatakan bahwa tubuh kita adalah tempat tinggal Roh Kudus (1Kor 6:19). Dengan demikian kita harus merasa malu di hadapan Tuhan dan sesama kalau kita tidak mewujudkan kemurnian dan kekudusan tubuh kita.
Mengapa kita harus menyerahkan diri kepada Allah? Menurut St. Paulus, menyerahkan diri kepada Allah, kepasrahan kepada Allah harus kita wujudkan karena kita adalah orang-orang yang dahulu mati karena dosa tetapi sekarang hidup karena Yesus Kristus. Kita menyerahkan semua anggota tubuh kita, dari ujung kaki sampai ke ujung rambut sebagai senjata kebenaran. Kita tidak lagi berada di bawah hukum Taurat tetapi di bawah kebenaran karena kasih karunia. Kebenaran adalah Yesus Kristus sendiri (Yoh 14:6). Di dalam Yesus kita menerima kasih karunia demi kasih karunia, sebab dengan kasih karunia itu kita diselamatkan karena iman yang merupakan pemberian dari Allah (Ef 2:8). 

Paulus pada akhirnya juga menyadarkan kita semua akan masa lalu kita masing-masing. Setiap orang pasti pernah mengalami yang namanya menjadi hamba dosa karena kita lebih mentaati dosa. Artinya dosalah yang memimpin diri kita di masa kegelapan. Daud di dalam Kitab Mazmur pernah berdoa: “Dosa bertutur di lubuk hati orang fasik; rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu” (Mzm 36:2). Doa ini adalah gambaran banyak orang yang belum bertobat. Tetapi sekarang ini, sebagai orang-orang yang sudah dibaptis kita telah merdeka dari dosa dan menjadi hamba kebenaran. Dengan kata lain di dalam Yesus dan bersama Yesus kita bukan lagi menjadi hamba dosa tetapi menjadi hamba kebenaran.

Wejangan-wejangan Paulus kepada jemaat di Roma mengantar kita kepada pemikiran tentang pentingnya mendekatkan diri kita kepada sakramen tobat. Sakramen ini bagi orang-orang tertentu sepertinya sudah tidak laku lagi. Ada yang berpikir bahwa sebaiknya mengaku dosa secara pribadi langsung kepada Tuhan. Ada juga yang lebih manusiawi, mau mengaku dosa melalui sarana-sarana komunikasi sosial. Ini bukti bahwa orang sudah kehilangan kesadaran akan dosa. Hari ini kita diajak untuk sadar diri sebagai orang berdosa dan menjadi hamba Kebenaran. Kita adalah orang-orang merdeka karena Yesus Kristus.

Ciri khas orang merdeka di dalam Yesus Kristus adalah kewaspadaan untuk menyambut kedatangan Tuhan. Yesus berkata: “Berjaga-jagalah, hendaknya pinggangmu tetap berikat dan hendknya pelitamu tetap bernyala seperti orang yang menanti-nantikan tuannya pulang dari pesta pernikahan. Ketika  tuan mengetuk pintu, mereka segera membukannya”. Memang menunggu itu sebuah pekerjaan yang berat dan melelahkan. Orang gampang terlena sehingga pertobatan yang sudah dibangun bisa hancur kembali. Namun Yesus juga mengatakan: “Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang”. Di samping memberi perumpamaan tentang kewaspadaan para hamba untuk menyambut kedatangan tuan dari pesta, Yesus juga memberi perumpamaan lain. Tuan rumah yang baik ketika mengetahui kedatangan pencuri, ia pasti siap untuk melindungi rumahnya. Demikian setiap orang juga harus siap sedia karena tidak mengetahui persis kapan Anak Manusia akan datang kepadanya. 

Tentu saja Yesus tidak maksudkan hal kematian yang akan menjadi akhir dari hidup yang fana ini. Tuhan Yesus juga mau mengatakan kepada kita tentang perjalanan rohani kita masing-masing. Apakah setelah mengenal Kristus kita berusaha untuk semakin akrab denganNya atau relasi kita dengan Yesus Kristus tetaplah biasa-biasa saja. Sebagai hamba yang disapa bahagia itu menunjukkan orang yang bertumbuh dalam kehidupan rohani hingga mencapai kematangan tertentu. Jadi jika kita melayani Allah bertahun-tahun, mengapa kita belum mencapai kematangan hidup rohani? Perumpamaan Yesus ini berdampak pada sebuah revolusi kehidupan rohani. Kita harus berubah menjadi lebih baik, lebih layak untuk Tuhan. 

Doa: Tuhan Yesus Kristus, kami berterima kasih kepadaMu karena Engkau menyadarkan kami untuk membangun semangat pertobatan di dalam diri kami. Bantulah kami untuk menjadi abdiMu yang setia. Amen
PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply