Renungan 31 Oktober 2013

Hari Kamis, Pekan Biasa XXX
Rm 8:31b-39
Mzm 109: 21-22.26-27.30-31
Luk 13:31-35
Allah Berpihak Pada Manusia
Hidup kita menjadi indah karena selalu dihiasi oleh pengalaman suka dan duka. Pengalaman suka cita ketika ada keberhasilan. Orang merasa bahagia dan sejahtera lahir dan bathin. Pengalaman duka ketika ada kegagalan atau sakit penyakit menguasai kehidupan kita. Ada seorang sahabat saya pernah share pengalamannya. Selama lima tahun ia bersama ibunya merawat ayahnya yang sakit keras. Hari-hari hidup ayahnya dihabiskan di atas tempat tidur. Pada mulanya ia merasa berat tetapi lama kelamaan ia menikmati sebuah pelayan baru yakni melayani ayahnya yang sakit. Ia sangat mencintainya. Ayahnya akhirnya meninggal dunia. Setelah sepuluh hari secara mendadak ibunya juga meninggal dunia. Ia merasa bahwa ini sebuah musibah yang sangat berat. Tadinya ia berpikir bahwa ibunya adalah harta yang sangat berharga. Oleh karena itu setelah ayah meninggal ia akan memusatkan perhatian dan kasih sayangnya untuk ibunya. Tuhan ternyata memiliki rencana lain. Ia pun mengalami krisis kepercayaan kepada Tuhan karena pengalaman penderitaan dan kemalangan yang dialaminya ini. Ia membutuhkan waktu lama untuk pulih dan kembali kepada Tuhan.
Masing-masing kita memiliki pengalaman-pengalaman yang turut memperindah kehidupan pribadi kita. Yesus sendiri menebus kita melalui penderitaan, wafat dan kebangkitanNya. Ia memulihkan segala sesuatu di dalam diri kita. Demikian pula kita yang mengikutiNya mungkin merasakan pengalaman yang berat. Hanya ada satu modal yang tak boleh kita lupakan yakni kasih Kristus itu tidak akan lenyap dari kehidupan kita. Keyakinan ini juga dipegang teguh oleh St. Paulus. Ia mengalami banyak penderitaan dan kemalangan tetapi semakin menderita ia merasa bahwa Kristus semakin mengasihinya. Berkali-kali ia keluar dan masuk penjara, ia dilempari dengan batu, dicemooh. Lebih lagi ia sudah meninggalkan agama Yahudi lalu mengikuti Kristus. Ini membuatnya menjadi figur yang dibenci. Tetapi kehebatan St. Paulus adalah kesetiaan di dalam hidupnya. Ia berani mempersembahkan segala penderitaannya itu kepada Tuhan. Apakah kita juga berani mempersembahkan segala penderitaan kita kepada Tuhan? Apakah kemalangan dunia yang ada di hadapan kita haruslah kita hindari atau melarikan diri dari kenyataan itu?

Dalam suratnya kepada jemaat di Roma Paulus menulis: “Saudara-saudara, jika Allah ada di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?Allah bahkan tidak menyayangkan anakNya sendiri, tetapi menyerahkanNya demi kita sekalian.” Paulus menyadarkan jemaat di Roma yang barusan mendapat pewartaannya bahwa Allah mengasihi manusia dan memihak manusia yang lemah. Keberpihakan Allah itu menjadi nyata ketika melihat manusia ciptaanNya jatuh dalam dosa dan Ia berusaha untuk menyelamatkannya dengan menyerahkanNya sebagai kurban penebusan. Yesus, menurut Paulus rela menderita,  karena Ia taat kepada Bapa. Bapalah yang menganugerahkanNya kepada manusia. Dengan memihak manusia, Tuhan juga membenarkan manusia di dalam diri Yesus PuteraNya yang tunggal.

Paulus coba membantu jemaat di Roma untuk berefleksi lebih dalam lagi tentang pengalaman-pengalaman mereka yang berat itu dengan pertanyaan: “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan, penganiayaan? Kelaparan? Ketelanjangan? Bahaya? Atau pedang?” Menurut Paulus, kita semua akan menang karena Tuhan membela kita. Dia mengasihi kita semua. Mengapa demikian? Karena Paulus yakin bahwa tidak ada makhluk atau kuasa apa pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah di dalam diri Yesus Kristus, Tuhan kita. Pengajaran Paulus tentang kasih Allah ini luar biasa. Sebuah pengajaran yang sangat meneguhkan hati setiap orang yang mengalami kemalangan bertubi-tubi.
Setiap kali kita merefleksikan hidup kita, ada saja pengalaman-pengalaman berat yang lewat di dalam hidup kita. Misalnya kehilangan orang yang dikasihi, kegagalan dalam pekerjaan dan dalam berkeluarga. Namun demikian Tuhan tetap memihak kita dengan mencurahkan kasihNya yang tiada habis-habisnya. Kita sering lupa akan kasih Allah dan hanya mengingat penderitaan dan kemalangan saja.

Tuhan Yesus sendiri sebagai Penebus dan Juru Selamat kita mengalami banyak penderitaan dan kemalangan. Ia juga mengalami banyak ancaman dan penolakan. Penginjil Lukas mengisahkan bahwa, pada suatu kesempatan orang-orang Farisi datang dan berkata: “Pergilah, tinggalkan tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau”. Mengapa Herodes sebagai penguasa Galilea saat itu mau membunuh Yesus? Karena ia merasa bahwa popularitasnya terancam. Banyak orang beralih kepada Yesus. Namun Yesus tidak merasa takut karena Ia hendak mewujudkan kehendak Bapa di dalam hidupNya. Yesus menyebut Herodes manusia serigala karena sifatnya adalah menghancurkan hidup orang lain dengan kuasanya.

Sabda Tuhan mengundang kita untuk tetap setia kepada Kristus. Dialah Tuhan yang memihak hidup kita sebagai makhluk yang lemah dan berdosa. Mari kita belajar menjadi setia, bertahan dalam derita karena tidak ada kuasa apa pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah di dalam diri Yesus Kristus, Tuhan kita.
Doa: Tuhan Yesus Kristus, kami bersyukur kepadaMu karena Engkau sangat mengasihi kami. Bantulah kami untuk tetap menyadari kasihMu dan membagi kasihMu kepada sesama yang menderita. Amen
PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply