Homili Peringatan Arwah Semua Orang Beriman (Misa I)

2Mak 12:43-46
Mzm 130:1-2.3-4.5-6a.6b.7-8
1Kor 15:20-24a. 25-28
Yoh 6:37-40
Hidupku Menghilang Seperti Asap 
(Mzm 102:4)
 

Pada hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan Peringatan Arwah semua orang beriman. Kemarin kita merayakan Hari Raya semua orang kudus. Perayaan liturgi kemarin mengorientasikan kita untuk menuju kepada Bapa di Surga dan kediaman kekalNya. Mengapa demikian? Karena kita percaya bahwa ada persekutuan para kudus dan kehidupan kekal. Ini adalah iman para Rasul yang diturunkan turun temurun di dalam Gereja. Sepanjang bulan November ini Gereja mengajak kita semua untuk berdoa dan berkorban untuk memohon kerahiman Allah atas mereka yang sudah meninggal dunia. Hal ini dapat dilakukan karena di dalam Yesus Kristus ada keselamatan kekal. Kita semua tetap bersatu baik sebagai orang yang hidup maupun orang yang sudah meninggal dunia. Dalam iman akan Kristus itu kita juga bersama-sama membentuk dan terhimpun di dalam satu Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus.

Kita semua selalu mengenang, sambil berdoa untuk keselamatan abadi bagi orang beriman yang sudah
meninggal dunia. Bagi kita kematian sesungguhnya merupakan peristiwa puncak kehidupan. Hidup kita yang fana ini tidak dilenyapkan tetapi diubah menjadi baru. Artinya setelah kita mengembara di atas dunia ini masih ada tempat yang kekal di Surga. Maka kematian bagi kita merupakan saat kita mempercayakan diri secara total kepada Yesus Kristus Tuhan. Dia sendiri adalah kebangkitan dan hidup kita. Untuk itu setiap kali kita mendoakan orang yang sudah meninggal dunia, kita memohon supaya saudara-saudari kita dapat disucikan dari segala dosa, dibebaskan dari segala hambatan dan noda supaya boleh menikmati kebahagiaan kekal di surga.

 

Kematian adalah puncak kehidupan kita. St. Agustinus pernah berkata: “Segala sesuatu dalam hidup kita, baik atau buruk, adalah tidak pasti, kecuali kematian; hanya kematianlah yang pasti.” Pemazmur sendiri seakan bertanya kepada Tuhan: “Siapakah orang yang hidup dan yang tidak mengalami kematian?” (Mzm 89:49). St. Siprianus mengatakan bahwa kita semua dilahirkan  dengan tali pengikat di leher, dan setiap derap langkah hidup mendekatkan kita kepada kematian. Kematian itu laksana saudara kembar maka kita harus selalu siap untuk menerimanya. Prinsip diri yang bagus: “Saya selalu memikirkan kematian, dan bahwa sekarang ia tiba, saya tidak akan terkejut”

 
St. Fransiskus dari Asisi mengatakan bahwa kematian adalah saudara kita. Ia sendiri menjelang saat ajalnya terus benyanyi dan mengajak para saudara sekomunitas untuk ikut bernyanyi.Ada seorang saudara yang bertanya kepadanya: “Bapak, pada saat menjelang ajal kita seharusnya merasa sedih dan menangis dan bukannya menyanyi”. Fransiskus menjawabnya: “Saya tidak dapat berhenti menyanyi, karena sebentar lagi saya akan masuk ke dalam kebahagiaan Allahku”. Lihatlah bahwa orang-orang kudus tidak takut pada kematian tetapi merindukan kematian. Apakah anda juga merindukan kematian? Fransiskus merindukan kematian karena ia sungguh-sungguh siap menghadapinya.
 
Sebagaimana dikatakan di atas, semua orang tahu bahwa kematian adalah sebuah kepastian maka kita mesti selalu siap untuk menyambut kematian. Apa yang harus kita lakukan? 
St. Alfonsus Maria de Liguori memberi tiga jalan untuk menghadapi kematian yang dianggapnya indah. Pertama, Jangan menunggu sampai saat terakhir. Kita semua akan mati dan mati hanya satu kali. Untuk itu selalu bersiap sedia menyambutnya kapan dan di mana saja. Harus diingat bahwa  belumlah cukup menerima sakramen-sakramen pada saat ajal. Hal terpenting bagi kita adalah membenci dosa-dosa kita dan mencintai Allah dengan segenap hati. Kedua, periksalah bathinmu dan bereskanlah hidupmu. Setiap hari selalu ada kesempatan untuk memeriksa bathin kita di hadirat Tuhan. Kita juga memiliki kesempatan untuk mengikuti perayaan Ekaristi dan mengakui dosa-dosa kita. Di samping itu rajin membaca Kitab Suci dan berdevosi kepada Bunda Maria dan para kudus. Ketiga, menghindarkan diri dari cinta duniawi. St. Ambrosius mengatakan bahwa siapa yang mematikan cinta duniawi selama hidupnya akan mati dalam keadaan baik. Prinsip yang baik adalah menganggap bahwa setiap hari adalah hari yang terakhir di dalam hidup. Oleh karena itu kita harus melakukan kegiatan pelayanan dengan baik, berdoa tanpa henti dan bertobat. Tuhan sendiri bersabda: “Berbahagialah hamba yang di dapati tuannya melakukan tugasnya ketika tuannya datang” (Mat 24:46).
 
Doa: Tuhan, sudilah Engkau mengampuni dosa dan salah saudara-saudari kami yang sudah meninggal dunia. Berikalah istirahat kekal kepada mereka. Amen
 
PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply