Homili 28 Februari 2014

Hari Jumat, Minggu Biasa VII

Yak 5:9-12;

Mzm 103:1-2,3-4,8-9,11-12;

Mrk 10:1-12

 

Bertekunlah dalam hidupmu

 

Fr. JohnSeorang pria memiliki rencana untuk membangun rumahnya. Ia mengumpulkan material untuk membangun rumahnya. Ia mulai mengumpulkan batu karang sedikit demi sedikit setiap hari. Setelah batu karang, ia mengumpulkan pasir, semen, balok-balok kayu, paku-paku dan seng dan cat tembok. Semuanya disiapkan selama setahun lebih. Pria itu kelihatan tidak putus asa ketika harga bahan bangunan naik, ketika orang lain menganggapnya tidak waras karena hanya mengumpulkan material tetapi tidak cepat-cepat membangun rumah. Ada yang menganggap dia tidak punya duit yang cukup sehingga tidak cepat membangun rumahnya. Semua kritikan ini disimpan di dalam hatinya dan ia tetap memiliki prinsip untuk membangun rumahnya. Pada akhirnya suatu ketika ia memulai proses pembangunan rumahnya. Dalam waktu yang singkat ia berhasil menyelesaikan rumahnya yang besar, megah dan paling bagus dari semua rumah di kampungnya. Dalam misa pemberkatan rumahnya ia berkata: “Saya bersyukur kepada Tuhan karena Dia mengajarku untuk tekun di dalam hidupku”.

Menjadi orang yang tekun itu bukan hal yang mudah. Sangat dibutuhkan kesabaran di dalam hidup. Orang yang tidak sabar dengan dirinya akan mengalami kesulitan untuk bertekun. Pria dalam kisah di atas adalah contoh orang yang mau tekun dalam hidup. Contoh lain adalah seorang yang mau mengikuti jalan panggilan untuk menjadi calon imam atau bruder. Ketika memulai proses pembinaannya, ia diharapkan untuk tekun dalam panggilannya. Ketekunan dalam panggilan ditunjukkan dengan mengintegrasikan seluruh proses pembinaannya secara manusiawi, intelektual, rohani dan pastoral. Jadi dia tidak hanya bisa maju dalam satu aspek pembinaan misalnya aspek pembinaan manusiawi saja dan lalai dalam pembinaan lainnya. Semuanya harus berjalan secara integral.

St. Yakobus dalam suratnya mengajak kita untuk menjadi pribadi-pribadi yang sabar dan tekun di dalam hidup. Sabar dan tekun merupakan dua hal yang saling melengkapi di dalam hidup setiap pribadi. Mula-mula Yakobus menasihati supaya kita jangan mudah bersungut-sungut dan saling mempersalahkan satu sama lain. Memang ini merupakan bagian dari hidup kita. Sejak manusia pertama mereka sudah saling mempersalahkan satu sama lain. Ketika mereka makan buah dari buah pohon terlarang, Adam mempersalahkan Hawa, dan Hawa mempersalahkan ular (Kej 3:11-13). Dosa manusia pertama ini tetap berlanjut turun temurun. Itu sebabnya kita tidak perlu heran mengapa ada sikap bersungut sungut dan saling mempersalahkan satu sama lain. Banyak orang memiliki kebiasaan memberikan beban kepada orang lain dan dirinya bebas dari segala beban.

Di dalam hidup ini banyak pengalaman penderitaan yang kita alami. Para nabi sebagai utusan Tuhan juga sudah lebih dahulu mengalaminya. Contohnya adalah Ayub di dalam Kitab Perjanjian Lama. Ia menerima pengalaman penderitaan sebagai bagian dari rencana Tuhan. Ia sudah menderita dan sabar di dalam hidupnya. Teladan nabi yang sabar dan tekun ini menginspirasikan kita semua untuk mengikuti jalan yang sama. Hanya orang yang sabar dan tekun akan memenangkan segalanya di dalam hidup, sekalipun banyak mengalami penderitaan. Satu aspek lain yang kiranya penting untuk kita renungkan adalah kejujuran di dalam hidup. Tentang hal ini Yakobus berkata: “Jika ya hendaknya kalian katakan ya, jika tidak, kalian katakan tidak supaya kalian tidak terkena hukuman” (Yak 5:12).

Kesabaran dan ketekunan juga membantu setiap orang untuk membangun komitmen di dalam hidup panggilannya. Penginjil Markus dalam bacaan Injil hari ini mengajak kita untuk mewujudkan ketekunan dan kesabaran di dalam hidup. Di dalam sebuah keluarga yang sedang mengalami krisis, sangatlah dibutuhan kesabaran dan ketekunan. Suami dan isteri harus saling sabar supaya menghambat amarah di dalam diri. Suami isteri harus saling meneguhkan supaya tetap tekun dan sabar. Namun demikian, kita juga di hadapkan pada kenyataan bahwa banyak suami dan istri mudah bersungut-sungut satu sama lain. Banyak orang tidak pernah puas di dalam hidupnya.

Orang-orang pada zaman ini memang unik. Ada orang yang baik sekali, ada juga yang hatinya keras. Orang yang baik sekali akan hidup berdasarkan kebenaran Firman Tuhan. Hatinya tidak akan degil. Berkaitan dengan ini, para murid ditantang untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.  Hidup berdasarkan kehendak Tuhan, sebagaimana dihayati juga oleh Gereja di dalam diri para suami dan isteri. Perlu diingat bahwa Tuhanlah yang mempersatukan dan menentukan arah hidup pasutri selanjutnya.

Di samping itu ada orang-orang Farisi datang untuk mencobai Yesus dan bertanya apakah diperbolehkan menceraikan isteri karena Musa memperbolehkannya. Yesus dengan bijaksana mengatakan kepada mereka yang bertanya tentang perceraian. Bagi Yesus, semuanya karena ketegaran hati manusia maka Musa bisa menulis surat perintah untuk bercerai. Mengapa Yesus mengatakan bahwa orang-orang pada zaman itu tegar hati? Karena Tuhan punya rencana yang indah dengan menciptakan pria dan wanita. Pria harus meninggalkan ibu bapanya dan bersatu dengan istrinya, keduanya menjadi satu daging. Mereka bukan lagi dua melainkan satu. Tuhanlah yang menyatukan mereka maka mereka pun tidak boleh berpisah atau diceraikan oleh manusia.

Saya mengakhiri homily ini dengan mengutip Kardinal FX Nguyen Van Thuan: “Setiap hari engkau harus mengurangi keterpusatanmu pada diri sendiri dan menambah cintamu pada sesama.Setiap hari, kurangi kepercayaanmu pada diri sendiri dan tambahkanlah kepercayaanmu pada Allah. Maka jika engkau tidak bertekad untuk bertekun, engkau tidak dapat mengatakan, “Aku lemah lembut,”  tetapi sebaliknya, “Aku pengecut”. Bertekunlah dalam iman, sabarlah dalam penderitaan.

Doa: Tuhan, bantulah aku untuk menjadi orang yang tekun dan sabar alam hidup. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply