Homili 29 Maret 2014

Hari Sabtu, Pekan Prapaskah III

Hos 6:1-6;

Mzm 51:3-4,18-19,20-21ab;

Luk 18:9-14

Berbaliklah kepada Tuhan!

Fr. JohnDalam masa Prapaskah kita semua dipanggil untuk membangun semangat pertobatan. Para Romo sudah mulai sibuk melayani umat terutama mendengar pengakuan dosa. Umat disiapkan secara rohani dengan ibadat tobat, pemeriksaan bathin dan pengakuan dosa. Tujuannya adalah supaya kita berbalik kepada Tuhan. Tuhan adalah sumber hidup kita dan kepadaNya kita berbalik untuk hidup bersamaNya. Di dalam Kitab perjanjian Lama, ungkapan berbalik kepada Tuhan juga selalu disertai dengan bertobat dan mendengar suara Tuhan. Misalnya, Musa berkata: “Dan apabila engkau berbalik kepada Tuhan, Allahmu dan mendengar suaraNya sesuai dengan segala yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini, baik engkau maupun anak-anakmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu” (Ul 30:2.10). Berbalik kepada Tuhan berarti orang mampu meninggalkan berhala atau baal-baalnya dan hanya mau bersatu dengan Tuhan, beribadah kepada Tuhan Allah yang benar (1Sam 7:3). Berbalik kepada Tuhan dengan sepenuh hati, jiwa dan kekuatan bukan dengan setengah hati (2Raj 23:25).

Ada seorang Bapa yang pernah membagi pengalaman bagaimana ia berbalik kepada Tuhan. Ia pernah mengalami hidup dalam kekelaman sampai nyaris meninggalkan Gereja katolik. Ia merasa tidak ada lagi gairah untuk pergi ke gereja, berdoa dan beramal. Pada suatu saat ia membaca sebuah artikel berjudul “Tardi Ti Amo” (terlambat aku mengasihimu). Di dalam artikel itu terdapat ulasan sederhana pergumulan santo Agustinus untuk menjadi kudus. Dia merasa bahwa artikel itu memang sederhana tetapi berhasil mengubah seluruh hidupnya. Dia merasa sudah terlambat mencintai Tuhan padahal selama ini Tuhan sangat mengasihinya. Sejak saat itu ia berbalik kepada Tuhan dan kini menjadi aktivis di parokinya.

Banyak orang memiliki pengalaman-pengalaman tertentu yang sangat mendidik. Mereka yang pernah hidup dalam kegelapan, memiliki banyak berhala, jimat dan lain sebagainya berani melepaskan dirinya dari ikatan seperti itu dan hanya mau bersatu dengan Tuhan. Hanya orang angkuh yang tidak akan rendah hati di hadapan Tuhan dan sesama. Orang yang rendah hati akan tetap terbuka dan berharap kepada Tuhan.

Nabi Hosea dalam bacaan pertama hari ini berkata: “Mari, kita akan berbalik kepada Tuhan, sebab Dialah yang telah menerkam dan yang akan menyembuhkan kita, yang telah memukul dan yang akan membalut kita. Ia akan menghidupkan kita sesudah dua hari, pada hari yang ketiga Ia akan membangkitkan kita, dan kita akan hidup di hadapan-Nya. Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal Tuhan; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi.” (Hos 6:1-3).

Ini sebuah ajakan yang sangat luhur untuk berbalik kepada Tuhan. Dialah yang menerkam dan menyembuhkan, memukul dan membalut, yang mati dibangkitkan. Ajakan untuk berbalik kepada Tuhan karena Tuhan adalah sumber kebaikan. Dia juga yang menghendaki segala kebaikan di dalam hidup kita setiap hari. Dia adalah fajar bagi hidup kita. Dia adalah hujan yang menyegarkan dan menyuburkan hidup kita. Maka tepat sekali untuk berbalik kepadaNya dari hidup lama yang penuh kemalangan.

Tuhan menuntut keterbukaan hati kita untuk mendengar dan mematuhi segala perintahNya. Dia tidak menghendaki berapa jumlah hewan yang dibakar di mezbahNya. Ia menginginkan kasih yang tulus dari kita sebagai ciptaanNya. Ia berkata: “Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran.” (Hos 6:6). Kata-kata Tuhan ini mengoreksi cara pandang kita dalam hidup dan pelayanan setiap hari. Kadang-kadang banyak orang berpikir bahwa dengan melayani itu sudah cukup, ternyata belum cukup. Kita melayani dengan penuh kasih bukan melayani setengah hati. Kita melayani tanpa pamrih atau perhitungan  apapun. Prinsip kita, semuanya karena kasih dan kasih itu untuk Tuhan dan sesama.

Di dalam bacaan Injil kita berjumpa dengan dua figur yang menggambarkan hidup manusia di hadirat Tuhan. Manusia pertama adalah manusia Farisi. Dia menonjolkan dirinya dan membandingkan dirinya dengan orang lain. Ia berpikir bahwa dirinya lebih sempurna dibandingkan sesama bahkan Tuhan. Kesombongan diri terungkap dalam kata-katanya: “Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.” (Luk 18:11-12). Manusia kedua adalah seorang pemungut cukai. Ia mengenal dirinya sebagai pribadi yang berdosa maka ia jujur di hadirat Tuhan. Ia berkata: “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.” (Luk 18: 13). Orang yang rendah hati hanya akan memohon belas kasih dari Tuhan.

Pada hari ini kita semua diajak untuk berbalik kepada Tuhan dengan rendah hati. Kita mengharapkan belas kasih dan pengampunan yang berlimpah. Orang sombong dan congkak tidak layak di hadirat Tuhan. Orang yang rendah hati layak di hadirat Tuhan.

Doa: Tuhan, kasihanilah aku orang berdosa. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply