Homili Hari Raya Santo Petrus dan Paulus 2014

Hari Raya St. Petrus dan Paulus
Kis 12:1-11
Mzm 34:2-3.4-5.6-7.8-9
2Tim 4:6-8.17-18
Mat 16:13-19

Aku telah memelihara iman

Fr. JohnPada hari ini kita merayakan Hari Raya dua orang rasul agung yakni St. Petrus dan Paulus. Petrus memiliki nama asli Simon. Ia adalah seorang nelayan sederhana yang dipilih Yesus Kristus dan diserahi kunci Kerajaan Sorga. Dari situ ia bukan lagi menjadi penjala ikan melainkan sebagai penjala manusia, dalam hal ini sebagai gembala bagi umat Allah. Yesus menyerahkan gerejaNya dengan berkata: “Gembalakanlah domba-dombaKu.” Pengganti Petrus adalah Paus yang menjadi gembala dan kepala gereja Katolik. Ia menjadi martir di Roma pada masa kekaisaran Nero, tahun 64 Masehi. Ia disalibkan dengan posisi kepalanya ke bawah. Kuburannya masih ada di Vatikan.

Paulus, sebelumnya dikenal dengan nama Saulus yang kejam dan hendak membasmi semua pengikut Kristus. Ia bertobat dan dipanggil Tuhan Yesus untuk melayaniNya dalam perjalanannya ke Damsyik. Segera setelah mengalami cahaya Kristus, Paulus melakukan perjalanan misioner sebanyak tiga kali untuk mewartakan Injil. Prinsip Paulus adalah, “Celakalah aku jika tidak memberitakan Injil.” (1Kor 9:16), “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keberuntungan.” (Flp 1:21). Ia dibunuh dengan pedang di Tre Fontane, via Ostiense, Roma sebagai martir. Makamnya terdapat di dalam basilika San Paolo, Fuori della Mura.

Kita memulai perayaan Ekaristi dengan sebuah antifon yang bagus: “Inilah orang-orang yang semasa hidupnya, telah menyuburkan Gereja dengan darah mereka: dari piala Tuhan mereka telah minum dan menjadi sahabat-sahabat Allah.” Antifon ini kiranya melukiskan secara singkat hidup dan karya Santo Petrus dan Paulus. Kedua-duanya memiliki masa lalu yang belang-belang di hadapan Tuhan Yesus. Petrus pernah dibentak Yesus karena ia berpikir bahwa Mesias haruslah mulia bukannya menderita. Yesus berkata: “Enyalah iblis. Engkau suatu batu sandungan bagiKu sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” (Mat 16:23). Petrus juga pernah menyangkal Yesus sebanyak tiga kali (Mat 26: 70.72.74). Setelah bangkit Yesus bertanya kepada Petrus apakah ia mengasihiNya sebanyak tiga kali. Petrus mengakui dengan totalitas hidupnya bahwa Ia mengasihi Tuhan Yesus lebih dari segalanya. Ia mengikuti Yesus sampai tuntas dengan memelihara imannya. (Yoh 21: 15-19).

Antifon yang sama menggambarkan seluruh hidup Paulus. Ia memiliki Saulus sebagai masa lalunya, penuh dengan kekejaman, kekerasan terhadap para pengikut Kristus. Namun demikian ketika sudah menjadi Paulus, ia menunjukkan kesetiaannya kepada Kristus. Ia menderita karena ditolak, dianiaya, masuk keluar penjara, ancaman-ancaman untuk membunuhnya. Namun semua ini tidak memisahkannya dari kasih Allah yang ada di dalam Kristus Yesus, Tuhan (Rom 8: 39). Ia bahkan dengan tegas mengatakan: “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” (2 Tim 4:7). Petrus dan Paulus memiliki masa lalu yang kelam, tetapi karena mereka selalu terbuka kepada kehendak Tuhan sehingga mereka menjadi rasul agung di dalam Gereja. Keterbukaan itu ditandai dengan pertobatan yang radikal. Buah pertobatan adalah menjadi sahabat-sahabat Allah.

Tuhan Yesus di dalam bacaan Injil hari ini bertanya kepada para muridNya: “Kata orang, siapakah Anak manusia itu?” Ini adalah pertanyaan yang mudah karena menyangkut kata orang. Mereka menjawab Yesus: ”Ada yang mengatakan Yohanes Pembaptis, Elia, Yeremia atau seorang dari para nabi.” (Mat 16:14). Nama-nama ini kiranya sangat familiar dengan para muridNya. Banyak di antara mereka adalah murid-murid Yohanes Pembaptis, nama Elia juga disebut karena sebagai orang Yahudi mereka yakni bahwa Elia akan datang untuk menyiapkan kedatangan Mesias. Yohanes Pembaptis adalah Elia yang sudah datang ke dunia tetapi mereka tidak percaya (Mat 11:13). Yeremia adalah seorang nabi besar yang daya juangnya juga menyerupai Yesus yakni memperjuangkan keadilan dan kasih.

Pertanyaan Yesus menjadi sulit ketika Ia bertanya kepada masing-masing murid tentang apa kata mereka tentang diriNya. Saya menduga mereka kebingungan untuk menjawab. Petrus saja dengan rahmat Bapa surgawi, baru bisa menjawab: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” (Mat 16:16). Tentu saja semua rekan yang lain juga bingung dengan jawaban Petrus ini. Tuhan Yesus lalu memberikan pujian dan kuasa kepada Petrus dengan berkata: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” (Mat 16:17-19) Perubahan nama menandai perubahan hidup secara total dan perutusan baru.

Petrus memang memiliki masa lalu yang kelam tetapi karena ia jujur dan tulus mengakuinya di hadirat Tuhan maka Tuhan pun menunjukkan belas kasihNya kepada Petrus. Petrus menjadi batu karang, fondasi atau dasar bagi gereja. Ini sungguh menjadi fondasi yang kokoh hingga saat ini. Menjadi batu karang itu berarti menjadi gembala yang mengajar dan mendampingi gereja. Petrus memiliki kuasa untuk membawa saudara-saudara ke Surga. Dialah pemegang kuncinya. Petrus juga mendapat kuasa untuk mengampuni dosa sesama.

Secara mengagumkan, tugas perutusan yang diemban Petrus ini dialaminya sepanjang kerasulannya. Ada pengalaman salib, ada kemuliaan dan perutusan yang akan diwujudkannya. St. Lukas dalam Kisah Para Rasul di bacaan pertama menggambarkan perlindungan Tuhan yang mengagumkan ketika Petrus dipenjarakan oleh Herodes. Ketika itu jemaat mendoakan Petrus sehingga secara mengherankan semua belenggunya dilepas oleh seorang malaikat Tuhan, padahal ia diapiti para prajurit semalaman. Petrus sendiri kagum dan berkata: “Sekarang tahulah aku benar-benar bahwa Tuhan telah menyuruh malaikat-Nya dan menyelamatkan aku dari tangan Herodes dan dari segala sesuatu yang diharapkan orang Yahudi.” (Kis 12:11).

Bagaimana dengan Paulus? Dalam suratnya kepada Timotius, ia menyampaikan pengalaman rohaninya setelah cukup lama melayani Tuhan. Ia berkata: “Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” (2Tim 6-7). Ini merupakan ungkapan kebahagiaan Paulus setelah melayani Tuhan. Ia melihat kembali pengalaman misionernya yang berat dan perlahan-lahan mencapai kemuliaannya. Dalam situasi apa pun Paulus tetap berprinsip untuk memelihara iman. Mahkota kebenaran pun akan dikaruniakan Tuhan kepadanya. Rasa syukur juga diungkapkan Paulus karena Injil Tuhan diwartakan dengan pendampingan penuh dari Tuhan. Artinya Paulus tidak merasa sendirian dalam mewartakan Injil, Tuhanlah yang selalu bersamanya. Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan dalam pelayanannya.

Kita bersyukur kepada Tuhan karena melalui para rasul, Tuhan mendirikan gerejaNya dan tetap kokoh hingga saat ini. Tugas kita sebagai gereja adalah memelihara iman yang diwariskan turun temurun. Kita selalu mendoakan doa aku percaya, yang tidak lain adalah pengakuan iman para rasul. Mari kita memeliharanya sebagai warisan indah dan berharga di dalam gereja. Peliharalah imanmu!

Doa: Tuhan, kami memohon berkatMu supaya iman yang Engkau anugerahkan kepada kami tetap teguh. St. Petrus dan Paulus, doakanlah kami. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply