Homili 30 Juli 2014

Hari Rabu, Pekan Biasa XVII Yer 15:10.16-21 Mzm 59:2-3.4-a.10-11.17-18 Mat 13:44-46

Ketika anda mengalami penolakan…

Fr. JohnPada suatu ketika saya berbicara dengan seorang gadis. Ia merasa tidak nyaman dengan dirinya karena seakan ditolak oleh keluarga. Orang tuanya selalu membanding-bandingkan dengan saudara-saudaranya. Ketika melakukan sebuah kesalahan, ia selalu dimarahi, diancam bahkan ia mengalami penghinaan dari orang tua yang mengatakan bahwa ada kemungkinan ia tertukar dengan bayi lain di rumah sakit saat itu. Ia merasa tidak betah lagi di rumah kalau mengingat semua kejadian belakangan ini. Namun apalah daya sebagai anak. Ia tetap merasa bahwa mereka adalah orang tua yang telah melahirkan dan membesarkannya. Ia perlahan-lahan juga merasa bahwa semakin ia mengalami penolakan di dalam keluarga, ia juga semakin menjadi matang dalam hidup pribadinya. Ia masih punya pegangan hidup yakni Tuhan sendiri.

Pengalaman gadis muda ini merupakan pengalaman banyak di antara kita yang pernah mengalami penolakan di dalam keluarga dan kemunitas. Rasanya memang tidak enak tetapi kalau diterima dan diolah dengan baik maka akan menumbuhkan kematangan hidup. Orang semakin memiliki daya tahan dan daya juang untuk menunjukkan bahwa dirinya bisa berkembang. Tentu saja Tuhan tetap menjadi andalan nomor satu di dalam hidup. Terlepasa dari Tuhan, kita tidak mampu berbuat apa-apa.

Pengalaman penolakan pernah dirasakan oleh nabi Yeremia. Tuhan sudah punya rencana bagi Yeremia ketika masih berada dalam kandungan ibunya bahwa ia akan menjadi seorang nabi Tuhan. Dia diutus Tuhan Allah supaya menyampaikan khabar sukacita dan keadilan bagi seluruh umat Israel. Tetapi banyak orang yang tidak menyadari semua usaha dan kebaikannya. Ia bahkah mengalami penolakan dan dikucilkan oleh orang-orang dekatnya. Pada hari ini kita mendengar curhatnya seperti ini: “Celaka aku, ya ibuku, bahwa engkau melahirkan aku, seorang yang menjadi buah perbantahan dan buah percederaan bagi seluruh negeri. Aku bukan orang yang menghutangkan ataupun orang yang menghutang kepada siapapun, tetapi mereka semuanya mengutuki aku.” (Yer 15:10). Ia bahkan bertanya kepada Tuhan: “Mengapakah penderitaanku tidak berkesudahan, dan lukaku sangat payah, sukar disembuhkan? Sungguh, Engkau seperti sungai yang curang bagiku, air yang tidak dapat dipercayai.” (Yer 15: 18).

Tentu saja penolakan semacam ini membuat semangat melayani sebagai nabi juga mendapat tantangan tersendiri. Namun hebatnya Yeremia adalah ia tidak menyelesaikan masalahnya sendiri. Artinya ketika mengalami penolakan, ia tidak menutup dirinya terhadap dunia luar. Ia tetap berpegang teguh pada Tuhan dan menerima semua orang apa adanya. Yeremia menemukan kekuatan melalui Sabda Tuhan. Ia berbangga ketika menemukan Sabda Tuhan maka ia menikmatinya dengan sukacita. Ia juga melekat pada nama Tuhan yang kudus. Ia sungguh percaya bahwa Tuhan memiliki rencana yang indah bagi hidupnya sebagai nabi.

Reaksi balik dari Tuhan terhadap situasi Yeremia adalah mengajak Yeremia untuk merenungkan kembali panggilannya. Tuhan berkata: “Jika engkau mau kembali, Aku akan mengembalikan engkau menjadi pelayan di hadapan-Ku, dan jika engkau mengucapkan apa yang berharga dan tidak hina, maka engkau akan menjadi penyambung lidah bagi-Ku. Biarpun mereka akan kembali kepadamu, namun engkau tidak perlu kembali kepada mereka. Terhadap bangsa ini Aku akan membuat engkau sebagai tembok berkubu dari tembaga; mereka akan memerangi engkau, tetapi tidak akan mengalahkan engkau, sebab Aku menyertai engkau untuk menyelamatkan dan melepaskan engkau, demikianlah firman Tuhan. Aku akan melepaskan engkau dari tangan orang-orang jahat dan membebaskan engkau dari genggaman orang-orang lalim.” (Yer 15:19-21).

Pengalaman Yeremia sebagai nabi merupakan pengalaman pribadi yang sangat mendidik kita. Ketika mengalami penolakan di dalam keluarga atau komunitas, janganlah anda terlalu percaya diri untuk menyelesaikannya dengan kekuatanmu. Percayakanlah dirimu kepada Tuhan, biarkanlah Dia berkarya di dalam dirimu. Yeremia mengalami perlindungan dari Tuhan. Hanya pada Tuhan ada ketenangan bagi jiwanya. Saya teringat pada Daud yang berdoa: “Tuhan adalah tempat pengungsianku pada waktu kesesakan sebab Allahlah kota bentengku, Allahku dengan kasih setiaNya.” (Mzm 59: 18).

Yeremia membantu kita untuk memahami rencana dan kuasa Allah yang ada di dalam diri Yesus Kristus. Ia telah datang ke dunia untuk menghadirkan Kerajaan Allah dan diharapkan agar orang memiliki sukacita dan sikap lepas bebas untuk memilikinya. Di dalam bacaan Injil hari ini, Tuhan Yesus memberikan dua perumpamaan yakni perumpamaan tentang harta terpendam di ladang dan mutiara yang indah. Kerajaan Allah itu menurut Yesus, seumpama harta yang terpendam di ladang dan ditemukan orang. Ketika menemukannya, ia memendamkannya lagi lalu pergi menjual segala miliknya dan dengan sukacita membeli ladang tersebut. Kerajaan Allah juga seumpama orang yang mencari mutiara yang terpendam. Ketika menemukannya, ia tidak mengambilnya tetapi pergi dan menjual segala miliknya, kemudian dengan sukacita ia membeli mutiara itu.

Kerajaan Allah itu seumpama harta terpendam dan mutiara yang berharga. Untuk memilikinya kita perlu dua syarat, pertama memiliki sikap lepas bebas. Artinya kita memiliki kemampuan untuk melepaskan diri dari ikatan yang menghalangi kita untuk berjumpa dengan Tuhan. Tuhan sendiri berkata: “Di mana hartamu berada, di sana hatimu juga berada.” (Mat 6:20). Kedua, orang harus memiliki sukacita. Kerajaan Allah itu kerajaan sukacita. Tuhan hadir dan merajai semua orang dengan kasihNya. Dengan sikap lepas bebas ini kita pun mampu mengalahkan segala bentuk penolakan dari orang-orang di sekitar kita. Berharaplah selalu pada Tuhan!

Doa: Tuhan, bantulah aku untuk selalu mengandalkanMu di dalam hidupku. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply