Homili 27 September 2014

Hari Sabtu, Pekan Biasa XXV
St. Vinsensius A Paulo
Pkh 11:9-12:8
Mzm 90:3-4.5-6.12-13.14.17
Luk 9: 43b-45

Ikut Menderita Bersama Yesus

Fr. JohnPada hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan Pesta St. Vinsensius A Paulo. Ia lahir di Pouy, Prancis pada tanggal 24 April 1581. Ia masuk seminari pada saat berusia 15 tahun dan ketika memasuki usia 19 tahun Vinsensius ditahbiskan menjadi imam. Karya kerasulan yang terkenal dari St. Vinsensius adalah banyak waktu kehidupannya ia curahkan untuk membina para imam dan calon imam. Ia yakin bahwa Gereja bisa tetap kuat kalau para gembalanya sungguh-sungguh mempersiapkan dirinya dan dipersiapkan dengan baik dalam proses pembinaan. Ia juga dikenal sebagai rasul bagi kaum miskin. Hal yang dilakukannya adalah dengan memelihara anak-anak yatim piatu dan orang-orang miskin lainnya. Vinsensius memulai masa mudanya yang menakjubkan dengan melayani Tuhan dan sesamanya. Di dalam diri kaum miskin, Vinsensius melihat wajah Yesus sendiri.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengajak kita untuk memfokuskan perhatian kepada Yesus dan misteri paskah yang akan dialamiNya. Sebelumnya penginjil Lukas sudah membantu kita untuk mengenal lebih dekat siapakah Yesus itu sebenarnya melalui dua pertanyaanNya. Pertama, Yesus bertanya kepada para muridNya: “Kata orang siapakah Aku?” (Luk 9:19). Orang-orang di luar komunitas para murid mengenalNya sebagai Yohanes Pembaptis, Elia atau salah seorang nabi yang bangkit. Figur Yohanes Pembaptis dan Elia memang sangat penting dalam pikiran orang Yahudi, karena mereka memang sedang menantikan kedatangan Mesias. Orang-orang Yahudi yakin bahwa sebelum Mesias datang, nabi Elia akan kembali ke bumi untuk menyiapkan jalannya (Mal 4:5). Namun Yesus justru melihat bahwa Yohanes adalah Elia baru yang datang mempersiapkan jalan bagiNya (Mat 17:12-13).

Kedua, Yesus bertanya kepada para muridNya: “Menurut kalian, siapakah Aku ini?” (Luk 9:20). Kalau pertanyaan pertama itu mudah dijawab karena “kata orang di luar”, sekarang pertanyaannya lebih sulit karena jawabannya harus keluar “dari dalam” diri kita sendiri. Petrus mewakili para murid lainnya menjawab: “Engkau adalah Kristus dari Allah.” Jawaban Petrus ini bukan berasal dari dirinya tetapi Bapa di Surga membuka hati dan pikirannya untuk mengakui Yesus sebagai Mesias, Kristus yang menebus dosa manusia. Tuhan Yesus tidak membuat hati para muridNya senang dengan mengungkapkan kebanggaanNya bahwa Ia adalah Mesias. Ia justru langsung mengatakan kepada mereka bahwa mereka semua akan pergi ke Yerusalem dan di sana Ia banyak menderita, mengalami penolakan, dibunuh dan pada hari ketiga dibangkitkan.

Perikop Injil kita hari ini kembali menghadirkan Yesus yang mengingatkan para muridNya untuk kedua kalinya bahwa Ia akan diserahkan ke dalam tangan manusia. Artinya Yesus akan menderita sebagaimana sudah disabdakan sebelumnya (Luk 9: 22). Yesus mengatakan hal ini dengan tegas setelah para murid takjub dengan semua yang sudah dilakukanNya. Ia berkata: “Dengarlah dan camkanlah segala perkataanKu ini” (Luk 9:44). Mereka harus bisa mendengar supaya bisa mengerti Sabda Yesus. Sayang sekali karenapara muridNya belum memahami semua perkataanNya. Semuanya masih rahasia yang tersembunyi dan mereka juga tidak berani bertanya kepadaNya.

Yesus juga mengatakan dengan terus terang bahwa Ia bukanlah Mesias yang jaya tetapi Mesias yang menderita. Dia adalah Mesias yang ditolak dan dianiaya sampai wafat di salib. St. Paulus menulis: “Meskipun Ia menyadari diriNya sebagai Anak Allah, Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan. Ia sudah mengosongkan diriNya sendiri, mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Ia merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Flp 2:6-8). Inilah Mesias yang menderita di mata manusia tetapi jaya di mata Bapa di Surga.

Kita semua yang mengakui iman sebagai pengikut Yesus Kristus juga mengalami hal yang sama dengan orang-orang pada zaman Yesus. Mulut kita boleh berkata bahwa seratus persen percaya kepada Tuhan Yesus, tetapi kita sendiri tidak berani memikul salib setiap hari. Kita belum bisa mendengar dan mengerti maksud dari Tuhan karena kesombongan diri kita. Kalau saja kita rendah hati di hadirat Tuhan dan membiarkan diri kita dibimbing oleh Tuhan maka kita pun akan memahami semua rahasia Allah. Perkataan Tuhan Yesus: “Dengarkan dan camkanlah segala perkataanKu” merupakan teguran sekaligus mengoreksi kita untuk berubah di hadiratNya. Apakah kita berani menerima penderitaan dan kemalangan di dalam hidup kita?

Di dalam bacaan pertama, kita mendengar arahan dari Pengkhotbah bagi kaum muda. Para pemuda mula-mula diteguhkan dengan perkataan: “Bersukarialah hai para pemuda, dalam kemudaanmu. Biarlah hatimu bergembira pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hati dan pandangan matamu. Semuanya ini akan membawa engkau ke pengadilan!” (Pkh 11: 9). Tentu saja masa muda itu menyenangkan tetapi tidak harus membuat kaum muda hanya merasakan senangnya saja. Mereka juga perlu merasakan pengalaman yang keras supaya bisa menjadi pribadi yang matang. Itu sebabnya Pengkotbah menantang kaum muda untuk berani menghadapi realitas hidup yang sebenarnya. Kaum muda akan mengalami penderitaan, ketakutan, kecemasan hidup, kehancuran dan kematian. Semuanya akan lewat dalam hidup setiap pribadi. Untuk itu kita harus selalu berpasrah pada Tuhan.

Masa muda itu menakjubkan. Pengalaman Yesus yang menderita hendaknya kita semua merasakannya dalam hidup setiap hari. Pertama, Yesus melayani dengan sukacita. Masa muda akan bermakna ketika ada pengalaman-pengalaman hidup yang mendidik dan mengembangkan kepribadian kita. Masa muda menjadi kesempatan bagi kita untuk bergembira dan melayani Tuhan. Saya ingat lirik lagu yang pernah dinyanyikan Victor Hutabarat ini: “Masa muda sungguh senang, Jiwa penuh dengan cita cita, Bagai api yang tak kunjung padam, Selalu membakar dalam hati”. St. Vinsensius a Paulo melayani Tuhan dengan sukacita dari masa mudanya. Kedua, masa muda juga menakjubkan ketika kita juga bisa mengalami pengalaman Yesus yang keras: menderita, ditolak oleh orang-orang di sekitar kita. Pengalaman-pengalaman penderitaan ini bermakna bagi kita untuk melengkapi penderitaan Kristus yang masih kurang di dalam Gereja (Kol 1:24).

Doa: Tuhan bantulah kami untuk boleh mengalami penderitaanMu dan mematangkann iman kami. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply