Homili 30 Oktober 2014

Hari Kamis Pekan Biasa XXX
Ef 6: 10-20
Mzm 144: 1,2,9-10
Luk 13:31-35

Oh Yerusalem, Kota Damai!

Fr. JohnSaya tidak pernah membayangkan bahwa pada suatu hari saya bisa pergi ke Yerusalem, tinggal di sana untuk belajar teologi hingga ditahbiskan sebagai imam di sana. Pada bulan Maret tahun 1997, Pater Delegatus Provinsial SDB Indonesia menugaskan saya untuk melanjutkan studi di Yerusalem. Saya merasa kaget karena hal ini tidak pernah saya pikirkan tetapi akan segera terwujud. Mula-mula saya berangkat ke Bangkok, tinggal di sana, mengurus visa dan bisa masuk sebagai wisatawan di Israel pada akhir Agustus 1997. Ketika tiba di kota yang dihiasi bangunan megah dari batu bata putih itu, saya tidak henti-hentinya bersyukur kepada Tuhan karena kesempatan yang luar biasa ini. Saya berhasil menadapat ijin tinggal selama empat tahun (1997-2001). Selama tinggal di sana saya memiliki banyak kesempatan untuk mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang disebutkan di dalam Kitab Suci, memahami kebiasaan orang-orang Yahudi dan Arab. Saya bisa mengatakan Tanah Suci adalah Injil kelima. Sekarang ini saya sering mendoakan Mazmur ini: “Jika aku melupakan engkau, hai Yerusalem, biarlah menjadi kering tangan kananku! Biarlah lidahku melekat pada langit-langitku, jika aku tidak mengingat engkau, jika aku tidak jadikan Yerusalem puncak sukacitaku!” (Mzm 137:5-6).

Nama “Yerusalem” disebutkan dalam Kitab Nehemia sebagai Kota Kudus (Neh 11:1). Dalam bahasa biblisnya: ירוּשָׁלִָם (Yerushalàim) berarti kota damai. Dalam surat kepada jemaat Ibrani, dikatakan bahwa Melkisedek adalah raja Σαλήμ (Salèm)] artinya raja damai [εἰρήνη (eirène)]”. Nama Σαλήμ (Salèm) aslinya dalam bahasa Yahudi lalu dihubungkan dengan kata Yunani εἰρήνη (eirène), “damai”. Kata Salam kiranya berakar pada kata shalòm (שלום), “damai”; Kata ini juga berhubungan dengan kata salàm (سلام). Orang-orang Arab menyebut Yerusalem Al-Quds (Arab: القدس). Kata Salem menunjuk pada nama Yersalem, disebutkan pertama kali dalam Kitab Suci yakni dalam Kitab Kejadian (Kej 14:18). Nama ini digunakan juga oleh Pemasmur (Mzm 76:2). Menurut penulis Yosef Flavio nama asli dari Yerusalem adalah Salem (Σαλήμ, Salèm)

Tentang Yerusalem, Daud dalam Mazmur berdoa: “Aku bersukacita, ketika dikatakan orang kepadaku: “Mari kita pergi ke rumah Tuhan.” Sekarang kaki kami berdiri di pintu gerbangmu, hai Yerusalem. Hai Yerusalem, yang telah didirikan sebagai kota yang bersambung rapat, ke mana suku-suku berziarah, yakni suku-suku Tuhan, untuk bersyukur kepada nama Tuhan sesuai dengan peraturan bagi Israel.” (Mzm 122:1-4). Yerusalem memiliki daya pikat tersendiri bagi orang yang percaya kepada Tuhan yang mahaesa.

Pada hari ini nama Yerusalem kembali dikenang dalam liturgi karena dua hal ini: Yesus mengatakan bahwa seorang nabi akan mati di Yerusalem dan Yesus juga mengeluh dan menangisi Yerusalem. Penginjil Lukas mengisahkan bahwa ada beberapa orang Farisi berkata kepada Yesus untuk meninggalkan tempat di mana Ia berada dalam perjalanan menuju Yerusalem karena Herodes Antipas hendak membunuhNya. Tanggapan Yesus adalah menyuruh para utusan Farisi untuk menyampaikan Herodes sang serigala: “Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai. Tetapi hari ini dan besok dan lusa Aku harus meneruskan perjalanan-Ku, sebab tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak di Yerusalem.” (Luk 13:32-33).

Yesus menunjukkan suatu keberanian yang luar biasa karena Ia mengetahui akan menderita, wafat dan bangkit pada hari ketiga. Ia juga mengingatkan Herodes akan segala karya yang sudah dilakukanNya demi keselamatan manusia. Secara manusiawi, kita akan mengatakan supaya Yesus menolak rencana Bapa, tetapi bagi Yesus, hal ini merupakan kehendak Bapa yang harus ditaati. Memang Yesus sendiri mengakui bahwa tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh di Yerusalem.

Yesus juga mengeluh dan menangisi Yerusalem. Tuhan Yesus merasa iba dengan penghuni Kota Damai ini. Mengapa? Karena tindakan mereka memang tidak terpuji. Nabi-nabi dibunuh di sana, para utusan dilempari dengan batu. Tuhan Yesus memiliki kerinduan yang mendalam untuk mengumpulkan anak-anak kota damai menjadi satu persekutuan, tetapi sayang sekali karena mereka tidak mau dikumpulkan. Karena kerasnya hati mereka maka Tuhan mengatakan bahwa kota ini akan dihancurkan, ditinggalkan dan menjadi sunyi. Namun Tuhan Yesus juga masih memberi harapan bahwa setelah kesunyian itu, mereka akan berkata: “Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan.” Inilah kerinduan akan kedatanganNya kembali untuk mengadili orang yang hidup dan mati.

Tangisan Yesus bisa juga menjadi tangisan bagi semua orang yang masih memiliki hati yang keras. St. Paulus memberi nasihat-nasihat yang membangkitkan semangat untuk hidup layak di hadirat Tuhan. Baginya, setiap orang perlu memiliki perlengkapan rohani supaya mereka kuat dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasaNya. Paulus mengatakan bahwa banyak kuasa yang harus mereka hadapi maka yang terpenting adalah mereka harus memiliki kekuatan dari Tuhan. Tuhan menjadi senjata untuk membasmi kejahatan di dunia. Kebajikan-kebajikan yang harus mereka miliki adalah: berdiri tegap, berikat pinggang kebenaran, perisai iman, ketopong keselamatan dan pedang roh yaitu Firman Allah. Paulus juga menekankan pentingnya doa di dalam jemaat.

Pada hari ini kita semua diingatkan untuk membangun semangat tobat dalam bathin kita. Biarlah kita bertumbuh sebagai pribadi-pribadi yang kudus dan tanpa cela di hadiratNya yang Mahakudus. Kita perlu Tuhan sebagai senjata untuk membasmi segala kejahatan di dunia.

Doa: Tuhan semoga hari ini kami merasakan damaiMu. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply