Homili 26 Desember 2014

Pesta St. Stefanus, Martir I
Kis 6:8-10
Mzm 31:3cd-4.6.8ab.16bc.17
Mat 10:17-22

Stefanus Melayani Sampai Tuntas

Fr. JohnPada hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan Pesta St. Stefanus. Dia dikenal sebagai martir pertama di dalam Gereja Katolik. Mengapa perayaannya diperingati sehari setelah kelahiran Yesus Kristus? Liturgi Gereja Katolik mau membantu kita untuk merenung beberapa hal ini. Pertama, Hidup kita selalu dimulai dengan kelahiran dan akan berakhir dengan kematian. Tuhan Yesus lahir di Betlehem dalam kesederhanaan dan akan wafat untuk menebus manusia dalam kesederhanaan di salib dan sebagai martir agung. Stefanus adalah seorang diakon yang dipilih untuk melayani komunitas Gereja perdana dan wafat sebagai martir yang mirip dengan Yesus Kristus. Kedua, Tertulianus seorang Bapa Gereja pernah berkata bahwa darah para martir adalah benih-benih yang dapat menumbuhkan iman kristiani. Darah Yesus dan para martirNya adalah benih yang subur bagi iman kristiani, dan senantiasa menguatkan Gereja hingga saat ini. Ketiga, Misteri Betlehem dan Kalvary adalah satu kesatuan: kehidupan dan kematian menjadi satu kesatuan hidup manusia.

St. Lukas memberi kesaksian dalam Kisah Para Rasul tentang urgensi pelayanan di dalam Gereja purba sehingga sangat dibutuhkan para diaken: “Pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari. Berhubung dengan itu kedua belas rasul itu memanggil semua murid berkumpul dan berkata: “Kami tidak merasa puas, karena kami melalaikan Firman Allah untuk melayani meja. Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu, dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman.” (Kis 6:1-4).

Seorang diaken yang diangkat bertugas untuk melayani jemaat dalam kesehariannya (melayani meja). Para rasul lebih memfokuskan perhatian pada Sabda. Selanjutnya jemaat memilih tujuh orang diakon, salah satunya adalah Stefanus. Dia dikenal penuh dengan karunia dan kuasa, mampu membuat tanda-tanda dan mukjizat di antara orang banyak. Karena kebijaksanaannya berasal dari Tuhan maka kaum Libertini dan Yahudi dari Kilikia dan Asia tidak mampu bersoal jawab dengan dia. Ia benar-benar mempertahankan imannya akan Yesus Kristus yang diwartakan oleh para rasul. Akibatnya adalah dia diadili lalu dibunuh dengan keji oleh orang-orang saat itu. Sebelum dibunuh ia masih sempat melihat kemuliaan Tuhan dan Yesus yang sudah bangkit dengan mulia juga berada di Surga. Ia berkata: “Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah.” (Kis 7:56). Satu hal yang juga istimewa dari Stefanus adalah kemampuan untuk mengampuni orang yang membunuhnya.

Kisah Stefanus, martir pertama di dalam Gereja merupakan sebuah kisah yang heroik. Seorang pelayan rela menjadi martir karena cinta kepada Kristus. Tuhan Yesus pernah menghimbau para muridNya untuk tidak takut bersaksi tentang diriNya. Ia tahu bahwa karena namaNya banyak orang akan menjadi martir. Mereka akan menjadi benih bagi hidup iman kristiani. Yesus berkata: “Dan karena Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah. Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu.” (Mat 10:18-20). Pada akhirnya Yesus juga berkata: “Kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.” (Mat 10:22).

Sabda Tuhan pada hari ini mengorientasikan kita untuk siap mengurbankan diri bagi kemuliaan Tuhan. Ia sendiri mengurbankan diriNya bagi kita maka kita pun siap untuk memberi diri bagiNya. Menjadi martir saat ini bukan lagi dengan menumpahkan darah melainkan dengan mengasihi sesama yang paling miskin. Melayani kaum papa miskin berarti melayani Yesus sendiri.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply