Homili 26 Februari 2015

Hari Kamis, Pekan Prapaskah I
Est. 4:10a,10c-12,17-19
Mzm. 138:1-2a,2bc-3,7c-8
Mat. 7:7-12.

Tuhan selalu memberi yang terbaik!

Fr. JohnAda dua orang sahabat sedang bertukar pikiran satu sama lain. Sahabat pertama merasa bersyukur kepada Tuhan karena ia dan keluarganya selalu mengalami kasih dan kebaikan Tuhan. Keluarganya mendapat banyak berkat yang mereka butuhkan dan bahwa pertolongan Tuhan selalu datang tepat pada waktunya. Maka seluruh keluarga berusaha untuk mensyukuri semua karya dan kebaikan Tuhan setiap hari dalam doa. Sahabat yang kedua mendengar semua perkataan sahabat pertama. Ia membuka mulutnya sambil mengungkapkan rasa kecewanya kepada Tuhan. Ia mengatakan bahwa keluarganya selalu mengalami masa-masa yang sulit. Ujian-demi ujian untuk setia sebagai suami dan istri, sakit penyakit, beban-beban ekonomi selalu mereka alami. Ia sendiri sampai bertanya kepada Tuhan: “Tuhan di manakah Engkau yang katanya mahabaik? Mengapa semuanya ini harus kami alami?” Sahabat pertama berusaha menenangkannya dengan berkata: “Tuhan selalu memberi yang terbaik, hanya kita lupa menyadarinya!” Sahabat kedua menjadi tenang sambil merenung kata-kata sahabatnya itu.

Perbincangan kedua sahabat ini kiranya mewakili sekaligus menggambarkan pengalaman hidup banyak di antara kita. Ada yang merasa puas, ada juga yang merasa tidak puas dengan Tuhan. Ini hal yang lumrah dalam kehidupan sebagai manusia di hadirat Tuhan sang Pencipta. Ada yang menyadari kasih dan kebaikan Tuhan dan mensyukurinya, ada yang mengalami kasih dan kebaikan Tuhan tetapi tidak menyadarinya, tidak mensyukurinya. Segala protes terhadap kasih dan kebaikan Tuhan itu ada karena orang terbiasa membandingkan dirinya dengan orang lain.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengarahkan kita untuk meletakkan seluruh harapan kita kepada Tuhan. Tuhan akan memberi yang terbaik yang kita butuhkan. Kita menyampaikan kebutuhan kita melalui doa-doa yang kita panjatkan kepadaNya. Dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus mendorong kita untuk berlaku sebagai anak-anak yang membutuhkan Tuhan sebagai Bapa yang baik. Yesus berkata: “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.” (Mat 7:7-8). Ada tiga hal yang perlu kita lakukan di hadapan Tuhan dan Ia akan memberikan yang terbaik: meminta, mencari dan mengetok pintu. Ketiga hal ini kita ungkapkan secara terbuka dalam doa. Tuhan sendiri akan memberi bagi yang meminta, menyediakan dan membuka pintu bagi orang yang membutuhkan bukan orang yang menyukai. Banyak kali kita hanya menyukai tetapi tidak membutuhkan. Tuhan mengetahui semuanya ini.

Matius juga menggambarkan Allah sebagai Bapa yang mahabaik yang selalu siap untuk memberikan semua kebutuhan manusia. Manusia yang berdosa saja bisa berbuat baik maka Tuhan akan melakukan kasih dan kebaikan yang melebihi manusia. Tuhan Yesus berkata: “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” (Mat 7:11). Tuhan memberikan jaminan kebahagiaan kekal kepada manusia, hanya manusia yang belum menyadarinya secara penuh.

Setelah merasakan kasih dan kebaikan Tuhan, kita sebagai anak-anak Tuhan memiliki satu tugas mulia yakni melakukan kebaikan kepada sesama. Tuhan sudah lebih dahulu mengasihi kita maka kita juga mengasihi Tuhan dan sesama kita apa adanya. Hukum emas diberikan Tuhan kepada kita: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Mat 7:12). Banyak kali kita menghendaki orang melakukan kebaikan tetapi kita sendiri lalai berbuat baik kepada sesama.

Dalam bacaan pertama kita mendengar Esther berdoa kepada Tuhan dalam kesusahannya karena bahaya maut menyerangnya. Inilah doa Esther dalam bahaya maut: “Ya Tuhan, Raja kami, Engkaulah yang tunggal. Tolonglah aku yang seorang diri ini. Padaku tidak ada seorang penolong selain Engkau, sebab bahaya maut mendekati diriku. Sejak masa kecilku telah kudengar dalam keluarga bapaku, bahwa Engkau, ya Tuhan, telah memilih Israel dari antara sekalian bangsa, dan nenek moyang kami telah Kaupilih dari antara sekalian leluhurnya, supaya mereka menjadi milik abadi bagi-Mu; dan telah Kaulaksanakan bagi mereka apa yang telah Kaujanjikan. Ingatlah, ya Tuhan, dan sudilah menampakkan diri-Mu di waktu kesesakan kami. Berikanlah kepadaku keberanian, ya Raja para allah dan Penguasa sekalian kuasa! Taruhlah perkataan sedap di dalam mulutku terhadap singa itu, dan ubahlah hatinya sehingga menjadi benci kepada orang-orang yang memerangi kami, supaya orang itu serta semua yang sehaluan dengannya menemui ajalnya. Tetapi selamatkanlah kami ini dengan tangan-Mu, dan tolonglah aku yang seorang diri ini, yang tidak mempunyai seorang pun selain Engkau, ya Tuhan.”

Doa Esther ini menjadi doa bagi kita semua yang mau mengandalkan Tuhan di saat mengalami kesulitan-kesulitan tertentu. Dalam bahaya maut, ia tidak mengandalkan diri atau kekyatan dunia tetapi kekuatan Tuhanlah yang diandalkannya. Dia menunjukkan kepada kita imannya yang luar biasa kepada Tuhan sehingga dia percaya bahwa Tuhan akan melindunginya. Kita juga boleh bertanya dalam diri kita, apakah kita mengandalkan Tuhan dalam setiap pergumulan kita? Atau justru yang terjadi adalah kita mengandalkan diri kita sendiri? Ketika mengandalkan diri, maka yang terjadi adalah kegagalan yang datang bertubi-tubi. Bersama pemazmur, hari ini kita berkata: “Pada hari aku berseru, Engkau menjawab aku, ya Tuhan.” Tuhan selalu memberi yang terbaik maka sadarilah dan syukurilah dalam hidupmu.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply