Homili 27 Februari 2015

Hari Jumat, Pekan Prapaskah I
Yeh. 18:21-28
Mzm. 130:1-2,3-4ab,4c-6,7-8
Mat. 5:20-26

Pada Tuhan Ada Kasih Setia

Fr. JohnSaya pernah merayakan misa syukur HUT perkawinan sepasang suami dan istri yang ke sepuluh. Mereka memilih tema perayaan Ekaristi: “Pada Tuhan ada kasih setia”. Saya sempat bertanya kepada pasutri ini, alasan mengapa mereka memilih tema perayaannya seperti ini. Kedua-duanya bergantian melukiskan perjalanan hidup keluarga mereka: Ketika masih berpacaran, mereka sempat saling meragukan satu sama lain. Untuk itu mereka berdua berdoa memohon petunjuk dari Tuhan. Tuhan pun membuka jalan bagi mereka berdua. Mereka lalu merasa bahwa ada perbedaan-perbedaan di antara mereka, tetapi lebih banyak hal yang membuat mereka merasa cocok satu sama lain. Hal sederhana misalnya, ketika berkomunikasi satu sama lain ada perasaan damai yang menyatukan. Ketika memasuki usia sepuluh tahun pernikahan ini, mereka belum mendapat anak sebagai anugerah dari Tuhan. Ini menjadi ujian tersendiri bagi mereka berdua karena secara fisik mereka sehat tetapi Tuhan belum memberikan kepada mereka anak sebagai buah kasih. Mereka berdua merasa bahwa kesabaran dan kesetiaan perkawinan mereka sebagai manusia sedang diuji. Itulah sebabnya mereka merasakan sebuah “pertobatan” dan sepakat untuk menyatakan syukurnya: “Pada Tuhan ada kasih setia”.

Saya merasa bahwa ini adalah sebuah kesaksian yang bagus. Masing-masing orang bisa bergumul dengan dirinya sendiri dan lingkungannya. Orang yang menikah bertahun-tahun bisa merasakan suasana bathin seperti ini. Orang yang hidup membiara, atau yang membaktikan diri sepenuhnya bagi Tuhan juga merasakan suasana bathin yang mirip. Satu kata yang selalu datang silih berganti adalah kesetiaan dalam membangun dan menumbuhkan relasi kasih. Banyak kali manusia tidak setia kepada sesama dan Tuhan tetapi Tuhan selalu setia adanya. Tuhan selalu siap untuk mendengar seruan anak-anakNya. Hanya pada Tuhan ada kasih setia dan penebusan yang berlimpah-limpah.

Mazmur Tanggapan hari ini mengajak kita untuk merenungkan kasih dan kesetiaan Tuhan. Permenungan kita berfocus pada seorang Allah yang maharahim dan berlimpah kasih setianya kepada semua orang. Manusianya boleh berdosa tetapi Tuhan tetap mengasihi, setia dan mau menebusnya. Tuhan tetap berlaku sebagai Bapa yang baik kepada anak-anakNya. Itulah sebabnya para peziarah yang berada di pelataran Bait Allah berseru: “Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya Tuhan! Tuhan, dengarkanlah suaraku! Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian, kepada suara permohonanku.” Para peziarah yang datang ke rumah Tuhan merasakan kerahiman Tuhan dak kesetiaanNya. Mereka berdosa dan merasa seperti berada di jurang yang dalam dan berteriak minta tolong. Hanya Tuhan sendiri saja yang mengulurkan tanganNya untuk menolong mereka.

Para peziarah mengakui kesalahannya di hadapan Tuhan dengan berkata: “Jika Engkau mengingat-ingat kesalahan, ya Tuhan, siapakah yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada pengampunan, maka orang-orang bertakwa kepada-Mu.” Manusia boleh mengingat-ingat kesalahan sesamanya tetapi Tuhan selalu melupakan kesalahan manusia ciptaan yang mulia. Hanya di dalam diri Tuhan ada pengampunan yang tiada batasnya. Orang berdosa sekali pun, Tuhan akan mencari dan menyelamatkannya.

Dengan perasaan optimisme bahwa Tuhan akan menaruh belas kasihNya ini maka para peziarah berkata: “Aku menanti-nantikan Tuhan, jiwaku menanti-nanti, dan aku mengharapkan firman-Nya. Jiwaku mengharapkan Tuhan, lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi. Sebab pada Tuhan ada kasih setia, dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan. Dialah yang akan membebaskan Israel dari segala kesalahannya.” Para peziarah menantikan Tuhan dengan seluruh totalitas hidupnya. Kerinduan akan Allah bukan hanya hal fisik saja tetapi jiwa sebagai simbol totalitas hidup manusia juga ikut merindukan Tuhan. Mengapa orang merindukan Allah dalam hidupnya? Karena hanya pada Tuhan ada kasih setia dan penebusan yang berlimpah.

Tuhan Yesus mengajak kita semua supaya merasakan kasih dan kesetiaanNya. Di dalam bacaan Injil Ia mengingatkan kita tentang pentingnya berdamai dengan sesama yang masih merasakan adanya halangan di dalam hatinya supaya persembahan kita lebih berkenan kepadanya. Tuhan tidak membutuhkan persembahan manusia, Tuhan mementingkan kasih dan keadilan yang harus dimiliki oleh setiap orang. Kalau orang mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan tetapi hatinya masih membenci, marah, mengatakan yang jelek kepada sesama maka sia-sialah persembahan itu. Kasih dan kesetiaan serta keadilan jauh lebih tinggi nilainya di hadirat Tuhan.

Nabi Yehezkiel mengingatkan umat Israel untuk membangun semangat pertobatan. Orang-orang berdosa yang berteriak minta tolong kepada Tuhan dan melakukan pertobatan dengan sepenuh hati maka Tuhan akan mendengarkan dan memberikan penebusan yang berlimpah. Hal ini akan berbeda dengan orang-orang yang merasa dirinya benar di hadirat Tuhan sehingga tidak bertobat di dalam hidupnya. Mereka layak untuk mendapat hukuman dan kematian. Banyak orang masih suka membenarkan dirinya di hadapan Tuhan dan lupa dirinya sebagai orang berdosa.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply