Homili Hari Minggu Palma/B – (2015)

Hari Minggu Palma/B
Yes 50:4-7
Mzm 22:8-9.17-18a.19-20.23-24
Flp 2:6-11
Mrk: 14:1-15:47

Yesus sungguh-sungguh Putra Allah!

Fr. JohnKita memasuki Pekan Suci. Hari Minggu Palma menjadi hari pertama dalam Pekan Suci ini di mana kita semua dibantu untuk mengenang kembali sengsara Tuhan kita Yesus Kristus. Apa yang patut kita kenang pada hari istimewa ini? Tentu saja tentang Tuhan Yesus yang memasuki kota Yerusalem dan diiringi dengan sorak-sorai oleh orang-orang di Yerusalem saat itu. Ia mengendarai seekor keledai muda dan orang-orang membentangkan pakaian di jalan, memegang daun palma sambil mengangkat dan menggoyangnya. Semua orang bernyanyi: “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan! Diberkatilah Kerajaan yang datang, Kerajaan Bapa kita Daud! Hosana di tempat yang mahatinggi.” (Mrk 1:10).

Dalam perayaan Ekaristi di gereja-gereja saat ini, umat mengucapkan antiphon: “Anak-anak Ibrani membentangkan pakaian di jalan dan berseru: Hosanna bagi Putra Daud. Diberkatilah yang datang dalam nama Tuhan.” Ada juga yang menyanyikan lagu: “Yerusalem Lihatlah Rajamu” (MB 395): “Di kala Yesus disambut digerbang Yerusalem, Umat bagai lautan dengan palma di tangan… Gemuruh sorak-sorai, Kristus Raja Damai. Yerusalem..Yerusalem. Lihatlah Rajamu. Hosanna terpujilah. Kristus Raja mahajaya.” Ketika menyanyikan lagu ini, orang merasa seperti sedang mengiringi Tuhan Yesus dalam perjalananNya ke Yerusalem.

Bacaan-bacaan Liturgi pada hari ini mengarahkan mata dan hati kita untuk mengerti dengan baik tugas perutusan Tuhan Yesus Kristus dari dahulu, sekarang dan selamanya. Nabi Yesaya dalam bacaan pertama menggambarkan Hamba Yahwe. Hamba Yahwe dipuji karena merupakan hamba yang rajin dan patuh menjalankan tugas perutusannya. Ia memang menderita namun tetap taat sampai selama-lamanya. Mengapa ia tetap taat? Karena ia setia mendengarkan sabda Tuhan dan melakukannya. Ia juga mengandalkan Tuhan di dalam pergumulan hidupnya.

Di hadirat Tuhan Hamba Yahwe yang menderita ini mengatakan rasa syukurnya karena Tuhan sudah memberikan kepadanya lidah sebagai seorang murid. Dengan lidahnya ini, ia bisa memberikan semangat kepada sesamanya yang letih lesuh dan berbeban berat. Tuhan tidak hanya memberinya lidah untuk berkata-kata. Tuhan juga memberi telinga yang tajam untuk mendengar setiap perkataan Tuhan. Murid sejati adalah ia yang memiliki lidah untuk berbicara dan telinga untuk mendengar dengan baik. Orang yang memiliki telingan ini akan banyak mendengar dan sedikit berbicara karena hanya punya satu lidah. Semakin banyak orang mendengar, semakin banyak pula ia patuh dan mengasihi.

Selanjutnya, Hamba Yahwe siap untuk menderita. Ia siap memberi punggungnya untuk dipukuli dan pipinya bagi mereka yang ingin mencabuti janggutnya. Ia tetap memasang mukanya ketika dinodai dan diludahi. Di saat-saat yang sulit seperti ini, Tuhan tetaplah menjadi andalannya. Ia berkata: “Tuhan Allah menolong aku; sebab aku tidak mendapat noda. Aku meneguhkan hatiku seperti gunung batu karena aku tahu bahwa aku tidak akan mendapat malu.” (Yes 50:7).

Pemazmur menghadirkan dirinya sebagai figur yang menderita. Ia mengakui bahwa semua orang yang melihatnya mengolok-olok, mencibir dan menggelengkan kepala. Mereka berkata: “Ia pasrah kepada Allah! Biarlah Allah yang meluputkannya, Biarlah Allah yang melepaskannya! Bukankah Allah berkenan kepadanya?” (Mzm 22:8-9). Anjing-anjing dan para penjahat mengerumuni dan mengepungnya tetapi ia tetap berharap pada pertolongan Tuhan. Pengalaman Pemazmur dan Hamba Yahwe sama-sama mengatakan bahwa dalam situasi yang sulit, satu-satunya harapan kita adalah Tuhan. Dialah yang akan datang dan menolong kita.

St. Paulus membuka wawasan kita untuk mengenal identitas Hamba Yahwe dan Pemazmur yakni pribadi Tuhan Yesus Kristus. Menurut St. Paulus, Tuhan Yesus Kristus dalam rupa Allah namun tidak menganggap kesetaraanNya itu sebagai milik yang harus dipertahankanNya. Tuhan Yesus justru melakukan hal-hal yang sungguh menunjukkan diriNya sebagai Hamba Allah. Ia mengosongkan diriNya, mengambil rupa sebagai Hamba, menjadi manusia. Ia merendahkan diriNya, taat sampai mati, bahkan mati di atas kayu salib. Semua yang dihayati Yesus ini membuatNya dittinggikan dan semuanya bertekuk lutut di hadapanNya.

Tuhan Yesus wafat di kayu salib. Inilah inti pewartaan dari Penginjil Markus dalam Kisah Sengsara.  Ia memulai narasinya dengan memanfatkan momen hari raya agama Yahudi yakni hari raya Paskah dan hari raya roti tidak beragi. Kedua hari raya ini menjadi momen di mana  para imam kepala dan para ahli Taurat mencari jalan untuk menangkap dan membunuh Yesus dengan tipu muslihat yang ada. Ia diurapi di Betania sebagai saat untuk mengenang kematianNya. Ia mengatakan kepada para muridNya bahwa mereka akan mengalami goncangan iman. Petrus mengatakan tidak mengalaminya tetapi pada akhirnya ia menyangkal Yesus sebanyak tiga kali. Petrus di kemudian hari menyatakan penyesalannya di hadapan Tuhan dan berjanji untuk mengasihi Yesus lebih dari segalannya.

Para murid inti yakni Petrus, Yakobus dan Yohanes untuk berjaga-jaga tetapi mereka juga tertidur. Tuhan Yesus berdoa dan berpasrah hingga Yudas Iskariot dan para algoju datang dengan membawa senjata lengkap. Yesus sendiri mengatakan bahwa diriNya bukan penyamun, selalu berada di dalam Bait Allah untuk mengajar. Para muridNya berlarian karena ketakutan. Yesus pun menerima semua penderitaan ini seorang diri hingga wafat di kayu salib. Pada akhirnya,seorang serdadu sambil berlutut, ia berkata: “Sungguh orang ini adalah Anak Allah.”

Pada hari ini kita memandang Yesus, raja kita yang bertakta di atas salib, kayu yang kasar. Dialah raja yang lemah lembut dan rendah hati. Ia masuk ke dalam kota Yerusalem dengan keledai muda. Dia adalah Raja damai, mengendarai keledai simbol kedamaian untuk masuk ke dalam kota damai, Yerusalem. Dialah Hamba Yahwe yang menderita seorang diri untuk menyelamatkan kita semua. Dialah yang tidak menganggap diriNya sebagai Anak Allah karena rela merendahkan diri menjadi manusia dan tinggal bersama dengan kita. Cinta kasih Kristus menyelamatkan kita semua.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply